Mohon tunggu...
aisahya nahira
aisahya nahira Mohon Tunggu... Mahasiswa

suka menulis,suka nonton film

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Tusuk Bakso Bakar Ini Jadi Menu Wajib Pulang Kuliah

5 Juli 2025   13:33 Diperbarui: 5 Juli 2025   13:33 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bakso Bakar Maribun depan UMY &  Sumber (Dokumentasi Pribadi)

Bantul-Di tepi jalan tak jauh dari gerbang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), sebuah gerobak kuning kecil berdiri di bawah payung besar warna merah, kuning, dan hijau. Sore itu, beberapa mahasiswa mulai mengantre. Dari atas pemanggang gas, aroma gurih dan manis khas bakso bakar menyebar ke jalan, memikat siapa pun yang lewat.

Gerobak itu milik Bima, penjual Bakso Bakar Maribun, yang telah berjualan sejak 2020. Di bagian depan gerobaknya tertulis mencolok: "Presiden Jokowi Pernah Jajan di Sini, Lho!". Kalimat itu bukan klaim serius, melainkan strategi sederhana untuk menarik perhatian dan membuat pembeli tersenyum.

Bima memulai usahanya saat pandemi COVID-19. Ketika kampus masih sepi dan jalanan lengang, ia justru memilih membuka usaha dari nol. "Awalnya tuh buka pas zaman Corona, jadi memang agak rugi," ujarnya. Saat itu, ia belum tahu cara mengelola usaha bakso bakar, belum tahu tempat strategis, dan masih belajar rasa.

Sebelum menetap di lokasi sekarang, Bima sempat keliling mencari tempat yang cocok. Pilihannya akhirnya jatuh ke depan gerbang UMY setelah melihat lalu-lalang mahasiswa. "Ngelihat mahasiswa keluar dari kelas, kayaknya ini tempat yang cocok," katanya. Ia juga menyadari bahwa penjual bakso bakar masih jarang di sekitar kampus. "Karena banyak peluang, di sini juga masih jarang tukang bakso bakar," tambahnya.

Gerobak sederhana itu kini hadir setiap sore sekitar pukul tiga. Bima berdagang sendiri, tanpa karyawan. Ia memanggang tusuk demi tusuk bakso di atas pemanggang gas, membolak-baliknya hingga kecokelatan, lalu menyajikannya dengan saus pedas manis racikan sendiri. Aroma asapnya menyatu dengan lalu lalang mahasiswa yang baru pulang kuliah, menjadikan gerobak kecil ini titik pertemuan yang tidak pernah direncanakan.

Menunya tidak rumit: satu tusuk berisi tiga butir bakso yang telah dibumbui dan dibakar di atas api kecil. Dalam satu porsi seharga lima ribu rupiah, pembeli mendapatkan empat tusuk sekaligus. Pembeli juga bisa memilih tingkat kepedasan sesuai selera  dari yang tidak pedas sama sekali, pedas sedang, hingga sangat pedas.

Dari kesederhanaan itu, Bima bisa menjual hingga 600 tusuk per hari. Jumlah yang cukup besar untuk pedagang kaki lima. Antrian yang terbentuk hampir setiap sore menjadi bukti bahwa bakso bakar buatannya memang punya tempat tersendiri di hati mahasiswa.

Tak hanya melayani langsung di tempat, Bima juga menerima pesanan lewat WhatsApp. Biasanya, pembeli yang sedang terburu-buru atau ingin pesan lebih dulu akan menghubunginya dan mengambil pesanan di lokasi. Semua dijalankan dengan sistem sederhana dan praktis.

Kalau dagangan sudah habis, Bima langsung beres-beres dan pulang. Tidak ada aplikasi pemesanan online, tidak ada ekspansi gerai. Hanya satu gerobak, satu tempat, dan konsistensi yang terus dijaga.

Gerobaknya pun tidak dilengkapi pernak-pernik mencolok. Hanya terdapat papan kecil dengan daftar harga, tempat bumbu, serta tulisan besar soal "Presiden Jokowi" yang sudah menjadi ciri khas. Meskipun tidak benar-benar dikunjungi oleh Presiden, kalimat itu cukup untuk memancing perhatian, menciptakan keunikan tersendiri.

Suasana di sekitar gerobak sering kali riuh dengan obrolan ringan mahasiswa. Ada yang datang sambil tertawa bersama teman, ada juga yang berdiri sendirian menunggu pesanan sambil menggulir layar ponsel. Payung besar yang menaungi gerobak memberi naungan teduh di tengah panasnya Bantul sore hari. Sesekali Bima menyapa langganannya dengan senyum singkat atau candaan ringan, sebelum kembali fokus memanggang.

Bakso Bakar Maribun kini menjadi bagian dari rutinitas sore mahasiswa. Bagi sebagian orang, itu adalah jajanan ringan sebelum pulang ke kos. Bagi yang lain, itu bisa jadi tempat langganan setiap pekan. Dan bagi Bima, ini adalah hasil dari keputusan kecil yang ia ambil di tengah situasi sulit memulai usaha sendiri, belajar sambil jalan, dan bertahan sampai hari ini.

Usahanya mungkin tak besar, tapi keberadaan gerobak itu adalah cerita tentang ketekunan. Dengan pemanggang gas, tusuk-tusuk bakso, dan tangan yang tak pernah berhenti membolak-balik, Bima menjajakan rasa yang sederhana namun dicari. Ia tidak bicara banyak, tapi pekerjaannya berbicara sendiri.

Di tengah kesibukan kampus dan padatnya lalu lintas sore, aroma bakso bakar dari gerobak kecil itu menjadi penanda: sore sudah datang, waktunya jajan. Bukan di restoran besar, bukan di tempat ber-AC tapi cukup di pinggir jalan, dengan rasa yang pas dan harga yang ramah.

Gerobak itu mungkin kecil. Tapi bagi banyak mahasiswa, Bakso Bakar Maribun adalah bagian dari cerita kuliah yang tak tergantikan.

Gerobak kuning milik Bima biasa diparkir di pinggir jalan tak jauh dari gerbang kampus UMY, tepatnya di sisi yang sering dilalui mahasiswa yang hendak pulang. Lokasinya yang strategis membuat banyak mahasiswa menjadikannya tempat singgah sebelum kembali ke kos. Meski sederhana, lokasi ini menawarkan akses mudah tanpa harus masuk ke dalam area kampus lalu memarkir gerobaknya di tempat biasa ia berjualan.

Tak jarang, mahasiswa yang sedang menunggu teman atau sekadar ingin menikmati suasana sore, memilih berdiri di dekat gerobak itu. Sambil menikmati tusukan bakso hangat, mereka berbincang atau menatap lalu lintas yang lewat. Ada juga yang duduk di motor, menunggu pesanan dibungkus. Aktivitas kecil yang menjadikan gerobak Bima sebagai bagian dari rutinitas kampus. Dalam suasana seperti itu, keberadaan gerobak bukan sekadar tempat jajan, melainkan titik temu, tempat berbagi cerita, dan kadang, tempat melepas penat sejenak sebelum kembali ke aktivitas masing-masing.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun