Mohon tunggu...
Aisah Latif Mawarni
Aisah Latif Mawarni Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta

Saya Aisah Latif Mawarni, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. Selamat Membaca Email : aisahlatifma.aksigk21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Self Healing, Seberapa Penting?

1 Juli 2022   23:40 Diperbarui: 4 Juli 2022   20:06 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa sih self healing itu, dan seberapa penting, sampai itu harus dilakukan?

Self Healing atau dapat diartikan sebagai penyembuhan diri, dari luka batin, emosi, kesedihan yang tanpa terkecuali selalu jadi masalah setiap orang, penyembuhan ini dilakukan oleh diri sendiri, tanpa dibantu orang lain. 

Gampangnya, kita udah sering lakukan mulai dari hal yang paling mudah, yaitu dengan beristirahat sejenak dari kesibukan kita, dengan tidur misalnya. Beberapa orang merasa dengan tidur atau beristirahat dapat menenangkan pikiran, dan menemukan jalan positif untuk melangkah ke langkah selanjutnya. 

Namun, tidak sedikit pula yang merasakan bahwa tidur yang dibilang self healing tadi, cocok untuk menenangkan pikiran, yah apalagi buat tipe-tipe pemikir, yang malah jadi tambah pikiran/ kepikiran. Tentu, tidur bukan solusi buat mereka. 

Nggak hanya baru-baru ini aja, self healing ini sudah jadi tren dan kebutuhan, bahkan dianjurkan dalam agama islam. Self healing ini sering disebut dengan yang namanya MUHASABAH yang artinya perhitungan. 

Si Muhasabah tadi mengajarkan kita, pentingnya introspeksi dari duka yang kita rasakan, perbuatan yang telah berlalu, juga sebagai sarana mengontrol kelelahan emosi dalam diri kita, atau dapat dimaknai sebagai perenungan diri, sampai akhirnya kita bisa berdamai dan berdiri, berjalan, berlari untuk sembuh dan jadi lebih baik lagi. 

Imam Ibnu qayyim Al jauziyah mengatakan bahwa "Muhasabah ini sebagai terapi kesehatan mental."

Bicara soal kesehatan mental, penulis pun seringkali merasakan gangguan mental, yang tidak lain akibat kejadian-kejadian yang sudah seharusnya dilupakan, sampai trauma-trauma kecil yang membesar jadi rasa takut. Ngeri juga yaa, kalau nggak segera muhasabah dan berdamai, imbasnya pun selalu jadi momok di setiap perjalanan hidup. 

Jadi, apa langkah awal yang harus kita lakukan?

Semua dimulai dari diri sendiri, memperbaiki khilaf-aib dalam diri sesegera mungkin sebelum terlambat, damai yang tak semudah bila dikatakan, namun keberhasilan kita dalam berdamai dan memaafkan diri, adalah goals bahwa kita telah berhasil self healing pada diri kita. Kalau tidak? Tentu, dapat menghambat perkembangan dan perencanaan diri kedepannya. 

Kali ini, penulis akan membagikan teknik-teknik dalam self healing, namun sebelumnya ada beberapa langkah-langkah yang perlu dipersiapkan, diantaranya:

1. Bersedia untuk pulih

"Bersedia" berarti kita harus punya keyakinan untuk pulih, walaupun pulih itu tidak melulu soal memory, emosi atau luka yang rasanya berattt bangettt. Ketika kita capek saja, kita juga harus berani untuk pulih dari rasa capek tadi. 

Contohnya, saat ini kita masuk pada level fatik, yang dialami oleh para mahasiswa yang kuliah melalui zoom yang sudah jadi kebiasaan. Nah, kita udah ngalamin nih, yang namanya zoom fatik, atau kelelahan karena zoom, maka kita harus memulihkannya. Berlaku pula, kelelahan pada rasa sakit, luka dan sebagainya.

2. Siap untuk mengesampingkan ego dan prasangka buruk pada diri sendiri

Jadi self healing ini bukan berarti kita memenuhi pikiran kita dengan mengeluh atau menjaga api ego untuk terus berkobar-kobar sampai-sampai membuat kita down dan tidak bersyukur karena terus menghujat diri sendiri. Kembali pada keyakinan tadi, bahwasanya pemulihan luka batin akan berhasil, baik yang ringan menengah atau berat sekalipun. Kita harus percaya bahwa itu bisa berhasil.

3. Tidak perlu menuntut pemulihan yang instan.

Karena setiap orang memiliki durasi pemuliaannya sendiri-sendiri, kita nikmati prosesnya tentu dengan usaha dan keyakinan penuh. 

TEKNIK SELF HEALING:

1. Self Compassion

Self compassion atau memahami keadaan emosi. Allah SWT, mengatur setiap alur kehidupan kita, selain kita punya peran dalam membuat pilihan, Ia juga menciptakan air mata untuk melegakan juga mengontrol kebahagiaan.

 "boleh kok menangis karena sedih, boleh kok menangis karena khawatir, boleh kok menangis karena cemas, takut, kesal, marah, atau menyesal dan apapun emosi negatif.." ujar Dr.Aisyah Dahlan

Pada saat itu kita memaklumi diri ketika melakukan reaksi terhadap sesuatu dan pastikan diri kita juga cepat merespon emosi negatif tersebut. Jadi ketika kita menangis, kita sadar bahwa menangis ini teknik kita untuk merilis, untuk segera move on dan berbenah. 

2. ME TIME

Me Time ini sangat penting karena otak dan tubuh perlu meluangkan waktu untuk menyendiri dengan melakukan aneka activities positif untuk mengisi Me Time.

3. SELF TALK

Berbicara dengan diri sendiri jadi kita ada yang namanya inner dialog, kita ngomong sendiri. Sebenarnya ini juga teknik, apa sih yg terjadi ketika kita self talk?

Ucapan kita akan jalan ke sistem saraf dan akan terbentuk sambungan-sambungan neuron di otak kita. Kalau ucapan itu sudah pernah dan diulang-ulang maka sambungan-sambungan neuron yang yang sudah tersambung di otak maka ia akan tersambung ulang lagi, tersambung ulang dan terus seperti itu. 

Melalui sistem saraf ini sistem saraf ini seperti kabel listrik dan bukan hanya ucapan tapi juga pendengaran penglihatan perabaan, selanjutnya dari otak Akan mengirim pesan ke seluruh tubuh melalui sistem saraf tadi. Ketika kita sholat, kita berarti juga sedang self talk, kita mengulang bacaan-bacaan hingga menjadi sambungan-sambungan kuat di otak kita. Memori yang terikat emosi yang intens itulah yang nantinya membuat sambungan tali-temali ini menjadi kuat dan terikat.

Untuk memberikan pemahaman dan implementasi yang jelas pada self talk ini, penulis akan sedikit bercerita tentang terapi self healing ini, mungkin cerita ini memang tidak terlalu berat dan seringkali dialami oleh orang lain, khususnya anak-anak.

Pada waktu kecil, saya termasuk anak yang suka bermain, asik bersama teman-teman daripada dirumah bersama orang tua, yang sangat sibuk, kita bisa berkumpul di waktu sore saja. Saat itu ibu sering mengeluhkan, "setiap aku pulang kerja, anakku selalu tidak ada dirumah, maiin terus, seperti tak ada waktu untuk orangtuanya". Sampai di suatu sore, saking asiknya, adzan magrib pun tak kuhiraukan, tak pulang karena keasyikan. 

Ibu membawakanku gagang sapu, menggandengku sambil menjewer telinga juga memukulku saat sampai di rumah, tepat di depan ayah yang terus menangisi ku. Ahh ingat sekali rasanya dengan moment itu. Awalnya sehari dua hari aku tak pernah main keluar karena ketakutan sama si gagang sapu, tapi akhirnya aku pun keluar main juga, dan tak berani pulang. 

Itulah memory, yang terkadang masih saja mengandung air mata saat mengingatnya, sekalipun setelah dewasa, kita tau dan menyadari kesalahan kita juga peranan ibu dalam mengkhawatirkan anaknya, dengan tipe pendidikan yang tidak semua ibu sama caranya, begitulah cara beliau melimpahkan kasihnya padaku. Namun tak hanya dengan menyadari, kita tentu harus berdamai, supaya tak jadi luka. Bukan melulu soal masa kecil saja, tapi juga luka-luka lainya  yang seringkali membumbui perjalanan kita. 

Kembali pada cara kita self talk pada kejadian tersebut, kita bisa menghadirkan kembali memori tersebut, membuka satu persatu file yang ada di otak kita, kita maafkan, kita mulai sadari kesalahan kita, dan memeluk kejadian itu sambil berdialog pada diri kita. 

"Hai aisah kecil, ini aisah besar, waktu itu ibu sedang bingung dan khawatir denganmu, makannya beliau membentakmu, menjewermu, memukulmu sampai kau kesakitan,  tapi tak lain karena dia sangat sayang padamu, maafkan aku ibu" (kurang lebih seperti itu)

Dengan kita membujuk dan merangkul si masa lalu, maka kedamaian akan terasa, ingatan-ingatan yang terus berulang menjadi ikatan, akan mulai merenggang. Sejak saat itulah kita mulai mengelola pikiran, perasaan, dan lingkungan untuk menghubungkan titik-titik yang ada dalam pikiran kita. Memaknai setiap peristiwa dan kejadian yang pernah kita alami dengan lebih sehat.

4. Menulis Ekspresif

Menulis punya kekuatan untuk menyembuhkan diri kita dari dalam, menulis ekspresif seperti namanya "ekspresif" berarti kita mengekspresikan, mengutarakan apa yang kita alami dalam bentuk tulisan, mengungkapkan segala emosi menjadi sebuah karya tulis, atau untuk sekedar melegakan saja. 

Atau membumbuinya dengan tulisan dan motivasi, yang bermanfaat bagi orang lain, dengan mempostingnya di kompasiana, bisa jadi terapi self healing kalian. Setiap orang adalah penyembuh terbaik bagi dirinya sendiri. 

Selamat sembuh dan berdamai!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun