Mohon tunggu...
Aisah Latif Mawarni
Aisah Latif Mawarni Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta

Saya Aisah Latif Mawarni, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. Selamat Membaca Email : aisahlatifma.aksigk21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial

Bertentangan dengan Ajaran Islam: Presiden Erdogan Menolak Tegas Wacana Peningkatan Suku Bunga

20 Juni 2022   22:50 Diperbarui: 20 Juni 2022   23:08 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini, defisit transaksi berjalan telah mencapai 6,5% terhadap produk domestik bruto pada April. Adapun, cadangan devisa saat ini hanya berjumlah US$26 miliar, sehingga membatasi kemampuan pemerintah dalam penyaluran uang tunai kepada bank-bank jika terjadi tekanan yang ekstrim. Padahal neraca tersebutlah yang menjadi acuan atau indikator utama tingkat dari kesehatan ekonomi suatu negara.

Ditambah, nilai kurs yang anjlok hingga 50%, akibat gejolak ekonomi ini tak hanya berdampak pada inflasi nilai mata uang tapi juga meningkatnya rasio utang terhadap GDP yang tentunya memberikan beban anggaran negara yang semakin berat. 

Kendati demikian, Presiden Erdogan kini tegas menolak wacana peningkatan suku bunga acuan karena peningkatan suku bunga ini bertentangan dengan ajaran Islam. Kalaupun nantinya dapat disambut oleh pasar, namun tetap saja dirasa ini bukanlah pilihan yang tepat untuk meredam gejolak yang ada termasuk rasa cemas investor akan ketidakpastian kondisi negara ini, bukan hal yang aneh, jika investor kini lebih memilih menukarkan lira ke USD daripada memegang lira yang kian merosot.

Meskipun, menurut teori yang ada, untuk menghadapi kondisi ekonomi yang semakin mengarah pada inflasi yang mengkritiskan berbagai industri dan keuangan negara, maka menaikkan suku bunga acuan secara bertahap adalah solusinya, yang tidak lain bertujuan guna menarik masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank, dibanding berbelanja sehingga harga barang akan mengalami penurunan kembali, yang diharapkan akan memulihkan nilai tukar lira. 

Dari data Bank Sentral Turki (CBRT), suku bunga acuan per Mei 2022 kini berada di level 14% setelah adanya naik turunnya suku bunga di beberapa tahun yang lalu. Kondisi ini, tentunya menjadi ujian yang sangat berat bagi masyarakat Turki, juga tantangan tersendiri bagi pemerintahan Presiden Erdogan dalam membawa kesejahteraan dan kestabilan ekonomi negaranya di tahun 2023-nya ini. 

Hal ini tidak hanya dilihat dari dampak dampak yang dirasakan masyarakatnya, namun juga dari segi pemerintahannya terlihat kurang baik, karena jelas-jelas mencerminkan keinstabilitasan pemerintah melalui gonta gantinya kabinet hingga tiga kali berturut-turut di tahun 2021 ini, yang katanya sebagai pengelolaan kebijakan moneter yang dalam upaya nya masih juga belum terbukti efektif malah beberapa kali disusul dengan inflasi-inflasi yang berkesinambungan.

Pulihnya perekonomian memang menjadi agenda terpenting bagi Erdogan, yang keberhasilannya nanti dapat menjadi alasan pemilih untuk membuatnya menang di kursi pemilu 2023. Ketika Recep Tayyip Erdogan mendirikan partainya AKP tahun 2001, situasinya mirip. Tingkat inflasi di Turki saat itu mencapai 70 persen. Setahun kemudian, AKP berhasil memenangkan mayoritas kursi di parlemen dalam pemilu. Para pemilih ketika itu berharap Erdogan bisa melakukan reformasi dan membawa perbaikan. AKP saat itu itu menguasai 365 dari seluruhnya 550 kursi di parlemen.

Realita saat ini sudah lain, banyak pemilih yang kecewa dan berpaling dari Erdogan dan AKP. Namun situasi ini belum tentu bisa dimanfaatkan oleh kubu oposisi yang masih terpecah belah. Karena tekanan ekonomi dan seperangkat goncangan juga inflasi yang terjadi, bukanlah hal yang baru atau bahkan hanya terjadi di Turki. 

Fenomena ini kerap dijumpai pula di berbagai negara berkembang, salah satunya di Indonesia sendiri, melihat berbagai faktor juga dapat mempengaruhi adanya inflasi, penurunan nilai kurs akibat perdagangan, pertukaran nilai uang hingga perjalanan lintas batas yang lumrah terjadi. Harapannya dari kasus krisis ini kita dapat belajar dan memahami peran pemerintah yang senantiasa menjaga dan menstabilkan nilai keuangan negara kita ini yang nyatanya memanglah bukan hal yang mudah.

Referensi: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun