Tuk tuk tuk.
Bunyi itu berasal dari dalam kamar nomor 224, sebuah kamar tanpa jendela dan hanya terdapat lubang-lubang ventilasi sebagai jalur sirkulasi udara. Tidak banyak perabotan yang diletakkan di ruangan ini. Hanya sebuah ranjang untuk satu orang, meja dan kursi. Terdapat pula lukisan bunga yang tergantung di salah satu dindingnya. Di dalam lukisan tersebut tertanam kamera CCTV.
 Tuk tuk tuk.
Bunyi itu terdengar lagi. Bunyi yang diciptakan oleh seorang wanita yang duduk di ranjang. Ia mengetukkan ujung jemari pada sisi gelas alumunium di atas nampan. Wajahnya nampak bosan, juga tak berselera menyantap menu makan malam yang telah diatur gizinya sedemikian rupa.
"Kenapa tidak makan? Jika makanannya sudah dingin nanti tidak enak lho." Seorang pria menghampiri wanita tersebut. Kehadirannya mutlak mengubah ekspresi muram sang wanita menjadi ceria.
"Aku menunggumu. Kenapa datangnya lama sekali? Sudah tidak sayang padaku ya?" Ucapan wanita itu menciptakan simpul di sudut bibir pria yang telah duduk di sampingnya dan mulai menyuapkan makanan dengan hati-hati.
"Tentu saja masih sayang. Rasa sayangku bertumbuh semakin banyak setiap hari."
Sang wanita mengangguk-angguk, sangat puas mendengar jawaban tersebut.
"Sebentar lagi kita akan memiliki cincin pernikahan."
"Benarkah?"