ANTARA News pada 2022 melaporkan kendala anggaran. Juga keluhan petani tentang kualitas produk dan layanan purnajual.
Selain itu, ada penegasan lain yang tak kalah penting. Pengadaan harus sesuai kebutuhan riil dan spesifikasi teknis terbaik. Republika menulisnya pada 2022.
Intinya, niat baik presiden tetap tunduk pada aturan evaluasi pengadaan.
Dari sini, ada dua pelajaran besar. Pertama untuk pejabat publik. Setiap kata yang terucap punya konsekuensi moral dan sosial.
Janji tanpa perhitungan matang mudah menumbuhkan ekspektasi keliru yang berujung pada kekecewaan mendalam. Ini bukan sekadar urusan citra. Ini soal etika kepemimpinan dan tanggung jawab.
Kedua untuk pelaku usaha. Kehati-hatian adalah kunci, terutama saat mengambil keputusan investasi strategis yang menyedot modal besar.
Menggantungkan langkah pada janji verbal tidak cukup. Sekalipun datang dari kepala negara.
Diperlukan kepastian hukum, misalnya kontrak kerja sama resmi atau nota kesepahaman yang mengikat. Tanpa pegangan legal yang kuat, posisi pengusaha tetap rentan terhadap perubahan kebijakan dan hambatan birokrasi.
Ini bukan sekadar cerita janji yang diingkari. Ini cermin gagalnya komunikasi dan koordinasi antara pemerintah dan warganya.
Ada visi besar dari pemimpin, tetapi eksekusi teknis tersendat. Ada semangat dan nyali dari pengusaha, tetapi mitigasi risikonya kurang cermat.
Pelajarannya relevan bagi kita semua. Dalam negara hukum, janji dan birokrasi harus berjalan seiring agar harapan tidak berakhir sia-sia.