Setiap Rabiul Awal tiba, mata orang banyak mengarah ke Bogor. Di Desa Cimande, sebuah tradisi besar selalu digelar. Namanya Ngabungbang (Tirto.id, 2025).
Ini bukan perayaan keagamaan biasa. Ngabungbang merangkai tiga unsur inti yang berjalan serempak.
Pertama, peringatan kelahiran Nabi Muhammad. Kedua, pengenangan para leluhur Cimande atau haul. Ketiga, silaturahmi para pesilat.
Intinya, tradisi ini menegaskan identitas komunal sekaligus identitas spiritual mereka.
Cimande dikenal luas karena dua warisan. Daerah ini adalah salah satu pusat silat tua yang melegenda. Juga masyhur sebagai tempat pengobatan patah tulang yang ampuh.
Banyak peziarah datang dari berbagai daerah di Indonesia. Pengobatan itu bukan sekadar urut fisik. Ada ritual penyembuhan yang menyatukan doa, teknik pijat, dan keyakinan akan berkah leluhur.
Semuanya berlangsung di satu lokasi yang sama. Ngabungbang memperkuat identitas komunitas Cimande, yang memang tersohor dengan pengobatan patah tulang.
Bahkan, sejak lama Ngabungbang menyertai latihan bela diri di sana (Good News From Indonesia, 2024).
Akar sejarah Ngabungbang dalam ada di Tatar Sunda. Istilahnya berasal dari bahasa Sunda, merujuk pada ziarah atau mandi suci. Ritual ini dilakukan khusus saat bulan purnama, tepatnya tanggal 14 bulan Komariah (ResearchGate).
Bukan hanya Cimande yang punya tradisi ini. Beberapa wilayah lain di Jawa Barat juga menggelarnya, masing-masing dengan kemasan lokalnya.
Di Cimande, persiapan dilakukan matang dan jauh hari. Warganya berlatih membaca Maulid Syarif al-Anam, karya Al-Hariri dari Al-Andalus, yang diyakini sebagai maulid tertua di dunia (Maulid Syaroful Anam App).
Mereka juga menyiapkan haul, peringatan wafatnya Eyang Abdul Somad.
Eyang Abdul Somad menempati posisi sentral. Beliau ulama karismatik dan leluhur Cimande.
Sosoknya menjadi patokan penting penetapan waktu Ngabungbang. Beliau wafat pada 3 Safar.
Empat puluh harinya bertepatan dengan 14 Rabiul Awal, malam puncak Ngabungbang Cimande. Karena itu, tradisi ini kerap dibaca sebagai bentuk akulturasi yang cerdas.
Ngabungbang sudah ada sebelumnya, lalu Eyang menyelaraskan haul beliau agar menyatu dengan peringatan Maulid Nabi dan ritual penyucian diri (Detikcom, 2024).
Perannya memperkuat sekaligus mengislamkan ritual lokal, tanpa menjadikannya sebagai pencipta tunggal tradisi tersebut.
Rangkaian Ngabungbang padat dan terstruktur. Ada tiga tingkatan partisipasi.
Pertama, Keturunan Kasepuhan Cimande. Mereka berpuasa tujuh hari dan membersihkan benda pusaka pada malam 14 Maulid.
Kedua, para Muhibbin atau murid silat. Mereka harus melalui Peureuhan, prosesi membasuh mata dengan air sirih yang telah dibacakan doa dari Al-Qur'an. Simbolnya jelas, pembersihan diri dari hal-hal buruk (ResearchGate).
Setelah itu barulah mereka boleh berziarah. Ketiga, masyarakat umum yang datang untuk berziarah dan ikut doa bersama.
Bagi murid silat, inti prosesi adalah Pataleqan. Ini semacam ijab kabul, sumpah janji yang terdiri dari 14 pasal.
Semua pasal harus dipegang teguh sebelum latihan dimulai. Fungsinya sebagai sandi tata krama dan tata dharma, sebuah falsafah hidup.
Isinya menekankan kepatuhan kepada Allah dan Rasul, juga kepada orang tua, guru, dan pemerintah.
Ada larangan berjudi dan mencuri. Dari sini terlihat, silat Cimande merupakan jalan hidup spiritual, bukan sekadar unjuk gagah (Tirto.id).
Silat menuntut pengendalian diri dan penghormatan.
Peran sosial dan ekonomi tradisi ini terasa nyata. Bagi warga Cimande yang merantau, Ngabungbang adalah kewajiban pulang kampung.
Rasanya seperti mudik Idulfitri setiap tahun. Mereka kembali, menyambung persaudaraan. Keterlibatan sosial tampak dalam kepanitiaan.
Pemuda yang sudah akil balig pun dilibatkan, memegang pos-pos strategis. Ada kebanggaan di sana, tanda kemandirian, sekaligus pengakuan bahwa mereka penerus estafet tradisi.
Dari sisi komersial, kawasan acara selalu ramai pedagang musiman. Sebagian pedagang mengaku penjualan tahun ini sepi, setelah euforia pasca pandemi mereda. Klaim itu perlu ditimbang dengan fakta di lapangan.
Dampak ekonominya tetap besar. Harga sewa lapak di lokasi tergolong tinggi, bahkan mencapai jutaan rupiah (Good News From Indonesia, 2024).
Sewa yang mahal mengindikasikan nilai komersial yang substansial. Ungkapan “paling parah” lebih tepat dibaca sebagai persepsi subjektif, apalagi setelah dua tahun sebelumnya mencatat rekor penjualan.
Lebih dari ziarah dan urusan niaga, Ngabungbang bisa dibaca sebagai metafora rekonsiliasi budaya.
Ia merangkai masa lalu dengan kehidupan modern. Sambil meneguhkan akar budaya lokal Cimande di tengah arus globalisasi. Nilai-nilai Pataleqan dan ritual penyucian diri mengingatkan pentingnya kebersamaan dan jaringan sosial yang otentik.
Di Cimande, tradisi bukan barang pajangan. Ia hidup, menyembuhkan, menyatukan, dan menguatkan jati diri.
***
Referensi:
- Detikcom. (2024). Ngabungbang, Tradisi Terjaga Sepanjang Malam Purnama. Diakses dari https://www.detik.com/jabar/budaya/d-7452470/ngabungbang-tradisi-terjaga-sepanjang-malam-purnama
- Good News From Indonesia. (2024). Mengenal Lebih Dekat Tradisi Ziarah Ngabungbang di Desa Cimande, Jawa Barat. Diakses dari https://www.goodnewsfromindonesia.id/2024/04/22/mengenal-lebih-dekat-tradisi-ziarah-ngabungbang-di-desa-cimande-jawa-barat
- Maulid Syaroful Anam App. (t.t.). Maulid Syaroful Anam Lengkap. (Aplikasi Seluler).
- ResearchGate. (t.t.). Tradisi Ngabungbang di Jawa Barat: Studi Etnografi tentang Makna dan Peranannya dalam Masyarakat. (Dokumen PDF). Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/390115641_Tradisi_Ngabungbang_di_Jawa_Barat_Studi_Etnografi_tentang_Makna_dan_Peranannya_dalam_Masyarakat
- Tirto.id. (2025). Ngabungbang di Cimande: Rindu Rasul dan Jejak Para Leluhur. Diakses dari https://tirto.id/ngabungbang-di-cimande-rindu-rasul-dan-jejak-para-leluhur-hhjG
- Tirto.id. (t.t.). Aliran Silat Tua dari Kampung yang Penuh Petuah Hidup. Diakses dari https://tirto.id/aliran-silat-tua-dari-kampung-yang-penuh-petuah-hidup-gy9d
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI