Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ketawa Karier dan Lelahnya Karyawan dengan Candaan Atasan

30 September 2025   01:00 Diperbarui: 26 September 2025   15:39 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menciptakan tawa palsu di kantor itu melelahkan. Ada yang menyebutnya "ketawa karier".

Intinya, itu bentuk kerja emosional yang menguras kepala dan hati. Dampaknya jelas: kelelahan emosional meningkat, risiko burnout naik, kepuasan kerja turun, dan niat untuk resign ikut terdorong.

Temuan di ResearchGate dan NCBI sejalan dengan itu. Pemalsuan emosi memang berkorelasi dengan rasa lelah.

Perasaan lelah seperti ini muncul dalam banyak rupa. Fokus gampang buyar, emosi lebih tipis, orang jadi mudah tersinggung, bahkan merasa terasing dari lingkungan. Dan yang bikin makin runyam, tawa palsu sebenarnya tidak efektif.

McGettigan dan rekan menunjukkan bahwa tawa palsu dan tawa tulus memicu respons otak yang berbeda. Bagian otak yang membaca niat orang lain ikut aktif, sehingga tawa yang dibuat-buat justru memancing kecurigaan.

Alih-alih mendekatkan, relasi bisa terasa renggang.

Di Indonesia, kondisinya kerap lebih berat. Budaya hierarki masih kuat. Ada aturan tak tertulis yang mendorong bawahan untuk ikut arus.

Tidak ikut tertawa bisa dibaca sebagai penentangan, sementara ikut tertawa dianggap tanda loyal, meski hati menolak. Padahal itu sekadar terpaksa.

Hubungan profesional tidak bergantung pada tawa palsu (Tirto.id, 2024; Kompasiana, 2024). Humor yang sehat mestinya jadi jembatan, bukan alat uji kesetiaan.

Penelitian Universitas Airlangga pada 2022 menarik untuk dicatat. Ada hubungan antara surface acting dan kepuasan kerja.

Banyak karyawan memakai tawa palsu sebagai cara bertahan, menyesuaikan diri dengan hierarki dan tuntutan sosial demi menghindari konflik. Cara ini bekerja sebatas jangka pendek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun