Banyak perusahaan e-commerce melakukannya. TikTok, Shopee, sampai Lazada. Strategi ini masih relevan. Bukan aksi nekat, melainkan langkah yang sangat terukur untuk merebut perhatian pelanggan dan memperluas kendali pasar.
Analisis dari Prasetiya Mulya Executive Learning Institute menyebut tujuan utamanya jelas: meningkatkan awareness, menambah jumlah pelanggan, lalu menang melawan kompetitor.
Sekilas terlihat merugikan, tetapi praktik “bakar uang” punya arah yang tegas. Targetnya membangun basis pengguna yang besar agar perusahaan punya daya tawar kuat.
Dengan basis itu, mereka lebih mudah menarik investor baru, menekan pesaing, dan membuka pintu ke suntikan modal berikutnya selama transaksi tetap tinggi. Ini menurut Prasetiya Mulya Executive Learning Institute.
Dampaknya terasa di banyak platform. Shopee, misalnya, punya program Flash Sale dan deretan event besar seperti 9.9 Super Shopping Day. Pernah ada mobil Avanza dipasang harga Rp 9 ribu (CNBC Indonesia, 2023).
Di promo 4.4, lima unit Toyota Agya dijual Rp 1. Bukan betul-betul “jualan mobil”, tentu saja. Ini pancingan agar orang menoleh, mengunduh aplikasi, lalu kembali berbelanja.
TikTok bermain di jalur serupa lewat live streaming. Di sana, jualan bukan cuma soal produk. Yang dijual adalah interaksi dan hiburan. Itulah esensi shoppertainment.
Shoo Wei Khoon dari GroupM menyebut fenomena ini sudah menjadi budaya. Orang tidak hanya belanja, mereka juga terhibur. Menurutnya, event belanja raksasa sudah menjelma fenomena budaya (Shoo Wei Khoon, 2023).
Risikonya? Uang bisa cepat terkuras. Namun pemain besar tetap maju karena ditopang investor yang kuat. Modal memberi napas panjang untuk terus memberi subsidi, yang pada akhirnya menyulitkan pemain kecil bersaing.
“Bakar uang” di sini lebih mirip strategi perang yang disusun rapi. Meski begitu, Prasetiya Mulya Executive Learning Institute menyarankan penggunaannya ditekan seminim mungkin. Perusahaan wajib cermat membaca laporan keuangan.
Fenomena ini tampaknya belum akan padam. Studi TikTok dan Boston Consulting Group berjudul “Shoppertainment: APAC's Trillion-Dollar Opportunity”. Memproyeksikan peluang shoppertainment yang sangat besar.