Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sisi Lain Brain Rot: Adaptasi Kognitif di Era Digital

16 September 2025   05:00 Diperbarui: 10 September 2025   22:25 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah otak yang seolah "membusuk" makin sering berseliweran. Biasanya dipakai sebagai metafora. Untuk menjelaskan merosotnya berpikir kritis dan menipisnya konsentrasi. 

Anggapan ini tumbuh karena banyak orang menghabiskan waktu dengan konten yang dangkal. Beberapa penelitian seolah menguatkan kekhawatiran itu.

Ada studi yang menemukan durasi menatap layar berlebihan berdampak buruk pada kesehatan mental. Efeknya merembet ke memori dan bisa meningkatkan risiko penurunan kognitif dini. 

Semua lalu dirangkum dengan label "brain rot". Gejala yang kerap dikaitkan antara lain sulit fokus, disorientasi, dan nalar yang terasa menurun. Ini bisa muncul pada berbagai usia. (Manwell, 2021).

Tapi pandangan seperti itu kemungkinan terlalu menyederhanakan. Benarkah internet merusak otak? Tidak. 

Yang terjadi lebih mirip proses adaptasi yang wajar (Cecutti, 2021). Laporan di Nature Human Behaviour menyebut teknologi tidak merusak otak, dan kalaupun ada efek negatif, sifatnya sementara.

Perubahannya ada pada cara kita memproses informasi. Kita menyesuaikan diri. 

Sejumlah penelitian menyimpulkan teknologi membuat orang enggan menghafal karena jawaban mudah dicari online. Mirip mengetik kata kunci di Google. 

Namun orang tetap ingat di mana informasinya berada. Kognitifnya tidak turun, hanya strategi mengingatnya yang bergeser.

Dulu orang terbiasa menghafal isi. Budaya lisan membuat itu masuk akal. 

Sekarang fokus pindah ke lokasi informasi agar bisa ditemukan kembali. Ini bentuk adaptasi. 

Ingat saat kalkulator muncul? Banyak yang takut nalar berhitung jadi lemah. 

Akhirnya kalkulator justru dipakai untuk perhitungan yang rumit. Hal yang sama terjadi pada internet.

Fenomena "brain rot" sebenarnya jelmaan kecemasan lama. Dahulu menulis pun ditakuti. 

Plato khawatir tulisan membuat manusia pelupa dan malas melatih ingatan. Kekhawatiran serupa muncul lagi saat fotografi datang. Juga komik. Juga musik rock. 

Setiap teknologi baru hampir selalu memantik cemas.

Profesor Andrew Przybylski sejalan dengan pandangan ini (Przybylski, 2024). Menurutnya banyak orang keliru menyimpulkan. 

Ada studi berkualitas rendah yang menguatkan bias terhadap teknologi. Lalu cepat menarik perhatian media. 

Penelitian korelasi mudah diterbitkan dan kerap dibesar-besarkan untuk sorotan dan pendanaan. Padahal efek negatif biasanya sementara. 

Itu muncul ketika teknologi tersedia saja. Saat akses tidak ada, orang tetap bisa mengingat. 

Artinya kemampuan tidak hilang, manusia hanya memilih mengandalkan alat bantu.

Yang perlu dikhawatirkan bukan internetnya. Internet dan media sosial hanyalah alat. 

Dampaknya bergantung pada cara kita memakainya. Kecemasan berlebihan justru bisa mengganggu kognisi. 

Dengan kata lain, yang "membusukkan otak" bukan brain rot. Melainkan ketakutan berlebihan terhadap brain rot itu sendiri.

***

Referensi:

  • Manwell, L. A. (2021). Effects of Excessive Screen Time on Neurodevelopment, Learning, Memory, Mental Health and Neurodegeneration: A Scoping Review. International Journal of Mental Health and Addiction.
  • Cecutti, L. (2021). Technology may change cognition without necessarily harming it. Nature Human Behaviour.
  • Przybylski, A. (2024). All in the mind: the surprising truth about brain rot. The Guardian.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun