Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Modus Pengantin Pesanan, Lebih dari Sekedar Kemiskinan

15 September 2025   11:00 Diperbarui: 10 September 2025   13:38 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perdagangan manusia. (By Njepkuchiang - Own work via Kompas.com)

Pengantin pesanan bukan cerita baru. Dalam banyak kasus, ini jadi modus Tindak Pidana Perdagangan Orang yang licik. International Organization for Migration sudah menyorot pola ini.

Kedoknya pernikahan. Janjinya surga. Hasilnya sering terasa seperti neraka. Banyak orang mengira persoalannya sesederhana kemiskinan.

Sayangnya tidak. Akar masalahnya jauh lebih kusut daripada sekadar urusan ekonomi.

Benar, kemiskinan mendorong. Orang butuh uang. Ingin hidup lebih layak. Tawaran menikah dengan orang asing terdengar menggoda. Apalagi bila disertai janji harta dan kemewahan.

Tapi kalau semua kesalahan ditumpuk pada kemiskinan. Masalah utamanya tidak akan beres. Beragam studi menunjukkan faktor lain ikut mendorong.

Pendidikan yang rendah. Kerentanan sosial. Pelaku pandai memanfaatkan semua pemicu itu.Jurnal Unhas tahun 2022 juga mencatat hal serupa. Jadi ini bukan cuma soal perut kosong.

Ada keterbatasan pengetahuan. Tekanan sosial yang berat. Dan impian personal. Impian itu lalu dibajak tanpa ampun.

Para pelaku lihai membaca situasi. Mereka tidak hanya mengiming-imingi uang. Mereka menjual mimpi.

Mimpi hidup yang tampak sempurna. Mimpi punya suami kaya dari luar negeri. Seolah bisa menyelamatkan dari kesulitan. Bahkan mengangkat derajat keluarga.

Inilah komoditas utama yang dieksploitasi. Penipuan emosional dan psikologis berjalan beriringan. Korban bukan semata tergoda materi.

Mereka terperangkap dalam fantasi yang memang sengaja dirangkai untuk menjerat. Itu adalah eksploitasi harapan yang kejam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun