Kisah tokoh besar sering dibingkai manis. Penuh kenangan dan nostalgia. Wajar saja. Itu juga terjadi pada sosok Shunsaku Tamiya. Namanya melekat pada sebuah mainan yang dicintai jutaan orang di berbagai negara.
Bagi banyak orang, warisannya terasa pribadi. Tapi kalau kita hanya berkaca pada nostalgia, gambaran utuhnya bisa hilang. Sukses besar biasanya lebih rumit, lebih berlapis.
Kita suka cerita pahlawan tunggal. Kisah seorang jenius yang membangun kerajaan. Shunsaku Tamiya sering digambarkan seperti itu. Ia menjabat Chairman Tamiya Inc. (Kyodo News, 2024).
Ia kerap disebut arsitek sebuah mimpi. Visinya melahirkan brand Tamiya. Perannya jelas penting, sulit dibantah. Ia motor penggerak utama. Namun Tamiya Inc. adalah perusahaan multinasional yang kompleks (Tamiya Incorporated).
Sejarah perusahaannya menunjukkan satu hal: kesuksesan mereka lahir dari kerja tim yang solid. Di balik model yang presisi ada banyak tangan. Ratusan bahkan ribuan orang hebat.
Para insinyur mengolah detail yang rumit. Tim pemasaran membangun citra merek mendunia. Desainer grafis merancang kemasan ikonik. Sukses Tamiya itu seperti simfoni banyak bakat, bukan konser solo. Mengabaikan peran mereka tidak adil. Ceritanya jadi timpang.Nostalgia juga bisa jadi pedang bermata dua. Bagi generasi 80-an dan 90-an, Tamiya adalah bagian dari masa kecil. Merakit mobil itu ritual yang menyenangkan. Banyak yang asyik memodifikasi dinamo, lalu balapan di lintasan. Kenangannya kuat.
Tapi dunia terus bergerak. Anak-anak hari ini tumbuh di ekosistem digital. Perhatian mereka berubah menjadi komoditas yang diperebutkan banyak pihak. Ada gawai, game online, media sosial, dan layanan streaming (Forbes, 2023).
Mainan fisik seperti Tamiya menghadapi tantangan besar. Pertanyaannya bukan soal sehebat apa Tamiya dulu, melainkan bagaimana merebut hati generasi digital. Ini tantangan bisnis yang nyata, sering tertutup oleh romantisme masa lalu.
Agar adil, warisan Tamiya perlu dilihat menyeluruh. Jangan hanya memandangnya sebagai mainan. Jadikan ia studi kasus bisnis. Sekaligus studi kasus budaya. Perusahaan ini berbasis di Shizuoka, Jepang. Bagaimana mereka bisa dikenal dunia? (Tamiya Incorporated).
Strategi apa yang dipakai di masa awal? Mereka membangun komunitas penggemar yang loyal, bahkan ketika internet belum memudahkan segalanya. Dari sini ada pelajaran tentang visi, tentang pentingnya kualitas produk, dan tentang kekuatan branding.
Tamiya juga fenomena budaya yang menarik. Di Indonesia, popularitasnya sangat besar pada era 90-an (Good News From Indonesia, 2021).