Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tragedi Affan Ojol dan Runtuhnya Tembok Kepercayaan Publik

29 Agustus 2025   16:49 Diperbarui: 29 Agustus 2025   16:49 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cuaca agak mendung. Jalanan mulai padat karena demo besar di sekitar Gedung DPR.

Suasana mencekam. Tapi namanya juga kerja. Harus jalan terus.

Di tengah kerumunan, ada Affan. Pengemudi ojol 21 tahun. Yang juga sedang berjuang di rute yang sama.

Tapi malam itu bukan sekadar malam kerja biasa. Itu malam terakhir bagi Affan.

Sebuah kendaraan taktis Brimob, yang harusnya jadi alat keamanan. Malah jadi alat yang merenggut nyawa.

Bukan karena tidak sengaja. Dari rekaman video yang viral menunjukkan.

Ada momen ketika kendaraan itu berhenti. Bisa saja mundur, belok, atau berhenti total. Tapi tidak. Kendaraan itu malah maju lagi. Affan pun tewas terlindas.

Jujur, pertama kali nonton videonya, saya kaget dan marah. Bukan hanya soal kejadiannya. Tapi karena ini bukan pertama kalinya.

Tragedi demi tragedi yang melibatkan aparat. Dari kasus Sambo, Kanjuruhan, Gamma, sampai Affan. Semuanya seolah menunjukkan bahwa sistem ini butuh perombakan total.

Publik geram, dan wajar. Di sebuah negara yang normal, warga selayaknya percaya ke polisi. Tapi sekarang? Yang ada malah otomatis curiga. Takut, bahkan trauma.

Kenapa kepercayaan publik ke Polri makin runtuh? Kenapa kita butuh lebih dari sekadar permintaan maaf?

-

Affan Kurniawan berumur 21 tahun. Lahir di Bandar Lampung. Tinggal di Menteng, Jakarta Pusat.

Affan dulunya sempat jadi satpam. Lalu beralih jadi driver ojol demi bantu keluarga. Di keluarga yang tinggal bersama orangtua dan dua saudara. Affan adalah tulang punggungnya.

Tapi di malam kejadian, dia tidak demo. Dia hanya lagi antar orderan. Berusaha bertahan hidup.

Di tengah kericuhan demo buruh-mahasiswa di depan DPR, Affan terjebak. Video viral menunjukkan kendaraan taktis Brimob. Yang semestinya menjaga keamanan. Malah melindas tubuhnya setelah sempat berhenti. Affan sempat dibawa ke RSCM. Tapi nyawanya tak tertolong.

Keluarganya sedih dan terpukul. Sang ibu sempat menangis ke Anies Baswedan: "Anak saya sudah tidak ada, Pak."

Praktis, cerita Affan bikin semua merasakan kegetiran yang sama. Apapun profesi dan latar belakang kita.

-

Bagaimana reaksi dari berbagai pihak?

  • Mitra ojol lalu menggeruduk Mako Brimob Kwitang sejak malam kejadian. Mereka menuntut pertanggungjawaban. Penolakan yang disambut gas air mata, lagi.
  • Mahasiswa dari BEM UI & BEM SI geruduk Polda Metro Jaya, ajak publik solidaritas serentak tuntut reformasi Polri.
  • Koalisi Masyarakat Sipil mendesak reformasi total: pendidikan ala militer, senjata, dan pengawasan independen. Mereka menilai Polri makin militeristik ketimbang humanis.
  • PMII Jatim menuntut: moratorium kendaraan taktis, penuntutan terbuka terhadap pelaku, reformasi budaya kekerasan aparat.
  • Media internasional seperti Reuters dan The Straits Times menyorot tragedi ini sebagai indikasi lemahnya perlindungan sipil.

-

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo minta maaf terbuka ke keluarga Affan dan masyarakat. Tujuh anggota Brimob yang ada di kendaraan sedang diperiksa Divisi Propam.

Presiden Prabowo juga ikut angkat suara. Ia berjanji akan memproses hukum seadil-adilnya. Jika terbukti ada pelanggaran.

Grab dan Gojek sebagai platform tempat Affan bekerja. Langsung kasih bantuan ke keluarga dan mengawal proses hukum. Tapi tetap saja, publik merasa ini belum cukup.

Kenapa? Karena rasa percaya sudah kadung rusak. Dan permintaan maaf. Mau sesantun apa pun. Nggak bisa memperbaiki sistem yang retak dari dalam.

Dari Sambo, Gamma, Kanjuruhan, ke Affan. Kenyataannya Kepolisian kita memang sudah tidak dipercaya oleh rakyat.

Ini bukan soal satu tragedi. Ini pola. Kita pernah lihat:

  • Ferdy Sambo membunuh bawahannya sendiri, lalu manipulasi kasus.
  • Tragedi Kanjuruhan, gas air mata dilempar ke stadion penuh penonton. 135 nyawa melayang.
  • Gamma, siswa SMK di Semarang, ditembak polisi karena disangka ikut tawuran.
  • Lalu sekarang, Affan, yang bahkan nggak ikut demo. Dia cuma lewat. Tapi dilindas.

Semua kejadian ini nunjukin satu hal. Ada yang salah secara sistemik. Ini bukan tentang oknum lagi. Ini tentang budaya kekuasaan yang tidak diawasi secara sehat.

Saatnya Kita Bicara Serius soal Reformasi Polri

Setelah semua yang terjadi. Kita harus sadar ini bukan cuma deretan kasus. Ini sinyal keras bahwa ada yang salah secara sistematis dalam tubuh Polri.

Kita udah terlalu sering dengar permintaan maaf. Terlalu sering lihat video klarifikasi. Terlalu sering baca kalimat 'proses hukum berjalan.' Tapi yang jarang banget kita lihat? Perubahan nyata.

Saya nggak bilang semua polisi buruk. Banyak yang masih berdedikasi. Jujur dan bekerja untuk rakyat.

Tapi ketika sistemnya sendiri nggak mendukung keadilan dan akuntabilitas, yang baik pun bisa ikut tenggelam.

Reformasi Polri bukan mimpi yang terlalu tinggi. Negara-negara lain pun pernah ada di fase serupa. Dan mereka berhasil membenahi sistemnya.

Kita juga bisa. Tapi harus dimulai dari sekarang. Dari tekanan publik, dari narasi yang terus dihidupkan.

Affan sudah nggak ada. Tapi suaranya, lewat amarah dan tangis publik, masih bergema. Jangan biarkan ini jadi cerita yang cuma viral seminggu, lalu hilang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun