Krisis ekonomi bukanlah hal baru. Peradaban besar juga pernah mengalaminya.Â
Kekaisaran Romawi contohnya. Kekacauan finansial terjadi pada 33 Masehi. Romawi dilanda krisis hebat.Â
Banyak pihak membandingkan cara Romawi. Mereka membandingkan dengan respons pemerintah modern. Beberapa orang melihat Kaisar Tiberius. Dia adalah pemimpin yang bijaksana. Tiberius tidak mengorbankan rakyatnya (Tirto.id).Â
Namun, ini perlu ditelaah lebih dalam. Apakah kebijakan ini murni demi rakyat? Atau ada motif politik lebih besar?
Krisis di Romawi dipicu utang. Juga spekulasi properti dan tanah (Tirto.id, 2021).Â
Banyak senator meminjam uang. Mereka berinvestasi besar-besaran. Tapi, pasar properti tiba-tiba runtuh. Harga tanah anjlok drastis. Akibatnya banyak peminjam gagal bayar. Bank-bank Romawi terancam bangkrut (Epicenter Harvard University).Â
Ini memicu efek domino yang meluas. Sejarawan Colin P. Elliott mengonfirmasi peristiwa ini. Charles Bartlett juga mengonfirmasinya (Wikipedia, Epicenter Harvard University).Â
Peristiwa ini tercatat dalam sejarah. Salah satunya di tulisan Tacitus.
Kaisar Tiberius mengambil langkah cepat. Dia menstabilkan ekonomi yang genting.Â
Pertama, dia menyuntikkan dana. Jumlahnya seratus juta sesterces. Uang diambil dari kas kekaisaran. Dana disalurkan ke bank-bank tepercaya (Epicenter Harvard University).Â
Uang ini menjadi pinjaman tanpa bunga. Jangka waktunya selama tiga tahun. Pinjaman ini untuk warga kesulitan. Khususnya para petani (NPR, 2019).Â