Kemandirian pangan adalah cita-cita luhur. Ini adalah cita-cita sebuah bangsa. Namun kenyataannya, Indonesia masih bergulat.Â
Indonesia adalah negara agraris. Populasinya juga sangat besar. Negara ini masih tergantung impor pangan.Â
Ironisnya, profesi petani kurang diminati. Terutama oleh para generasi muda. Hal ini terjadi di tengah kebutuhan. Kebutuhan pangan ini sangat krusial.Â
Ada anggapan pendapatan petani rendah. Lahan mereka juga sangat terbatas. Ini menjadi alasan utama keengganan. Banyak pihak terus berargumen. Kemandirian pangan pasti akan terwujud. Hal itu terjadi jika petani makmur.
Pendapatan petani di Indonesia memprihatinkan. Data SITASI BPS 2021 menunjukkan. Pendapatan bersih petani sangat kecil. Rata-ratanya hanya Rp5,23 juta per tahun (Antara News, 2023).Â
Angka ini setara Rp435.833 per bulan. Jumlah ini jauh di bawah UMP. UMP 2025 berkisar Rp2,1 juta. Hingga mencapai Rp5,4 juta. (Tempo.co; CNBC Indonesia, 2025).Â
Situasi ini sangatlah kontras. Padahal peran mereka sangat penting. Mereka adalah penyedia pangan utama. Mereka menyediakan bagi jutaan jiwa.
Padahal, sektor pertanian berkontribusi signifikan. Yaitu terhadap PDB nasional kita. Pada tahun 2023, sektor ini menyumbang. Sumbangannya 12,53% terhadap PDB nasional (Goodstats).Â
Kontribusinya bahkan terus meningkat. Mencapai 12,97% pada Triwulan II-2024. Ini menunjukkan peran pentingnya. Sebagai faktor kuat pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia (Pangan News, 2024).Â
Ini adalah sebuah fakta miris. Para petani bekerja sangat keras. Namun mereka hidup dalam keterbatasan.
Kesenjangan pendapatan ini memperparah masalah. Masalahnya adalah regenerasi para petani. Anak muda jadi enggan terjun. Mereka enggan ke sektor pertanian. Sektor ini tidak menjanjikan finansial.Â