Lihat isi dompet Anda sekarang. Berapa banyak uang tunai di sana? Sebentar lagi, jawabannya mungkin nol. Perubahan besar sedang terjadi, dan kita semua ada di tengah-tengahnya.
Perubahan ini bukan sekadar gaya hidup. Ini soal kebutuhan. Warung kecil mulai pasang QRIS. Pesan ojek harus pakai aplikasi. Kalau kita tidak ikut, urusan jadi sulit.Â
Mau bayar ini-itu jadi repot. Dompet bisa tetap tebal, tapi uangnya tidak laku di banyak tempat. Kita bisa ketinggalan. Rasanya seperti jadi orang asing di negeri sendiri. Ini menyangkut kemudahan hidup kita sehari-hari.
Intinya begini. Perubahan ini tak bisa dilawan. Ini gelombang raksasa. Seperti air bah datang. Kita tak bisa menghentikannya. Data bank sentral jelas. Nilai transaksi uang elektronik meroket.Â
Di tahun 2024 saja. Nilainya tembus Rp2.500 triliun. Itu dua setengah kuadriliun rupiah. Angka yang sangat besar (Bank Indonesia, 2024).Â
Ini bukti yang nyata. Jutaan orang memilih tanpa tunai. Mereka memilihnya setiap hari. Jadi, soalnya bukan 'apakah' beralih. Soalnya adalah "kapan". Kita harus cepat sadar. Kita harus beradaptasi. Agar posisi kita aman.Â
Melawan ini sia-sia. Seperti menahan ombak. Hanya dengan tangan kosong. Kita hanya akan lelah. Dan akhirnya terseret arus.
Kekuatan gelombang ini datang dari perubahan perilaku kita sendiri. Terutama dari generasi yang lebih muda. Mereka yang mendorong perubahan ini, dan kita semua ikut terbawa arusnya.
- Anak Muda Memimpin Jalan.Â
Generasi Milenial dan Gen Z adalah motornya. Mereka lahir di era digital. Bagi mereka, ponsel adalah dompet utama. Sebuah studi menunjukkan bahwa 76% Gen Z di Indonesia telah mengadopsi gaya hidup tanpa uang tunai (Visa, 2024).Â
Mereka yang pertama kali mengadopsi dompet digital, QRIS, dan paylater. Perilaku mereka menular. Orang tua melihat anaknya. Teman meniru temannya. Akhirnya, seluruh masyarakat pelan-pelan ikut berubah.
- Uang Tunai Dianggap Repot.Â
Dulu, dompet tebal itu tanda punya uang. Sekarang, dompet tebal itu merepotkan. Harus cari ATM untuk tarik tunai. Khawatir uangnya dicopet. Pusing memikirkan uang kembalian.Â
Sebaliknya, pembayaran digital terasa lebih aman dan ringkas. Laporan yang sama dari Visa (2024) menyebutkan alasan utama orang mengurangi bawa tunai adalah karena faktor keamanan dan kemudahan. Persepsi ini sangat kuat.
- Mesin ATM Mulai Sepi.Â
Perhatikan di sekitar Anda. Antrean ATM masih seramai dulu? Mungkin tidak. Bank besar mulai kurangi ATM. Karena nasabah jarang tarik tunai.Â
Semua kebutuhan finansial ada di aplikasi. Seperti transfer dan cek saldo. Semua lewat mobile banking. Penggunaan ATM terus menurun. Ini adalah pertanda jelas. Kita menuju puncak gelombang cashless.
Pada akhirnya, ini bukan soal teknologi canggih. Bukan soal aplikasi baru. Ini soal kita. Soal kemampuan kita menerima kenyataan. Uang kertas tidak akan selamanya ada. Dunia sudah bergerak. Kita tidak bisa diam di tempat.Â
Mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus belajar. Tentu, kita juga harus waspada terhadap risiko penipuan dan ingat bahwa belum semua saudara kita punya akses yang sama.Â
Belajar ini bukan untuk gaya-gayaan. Tapi untuk bertahan. Untuk memastikan kita tetap bisa menjaga dapur tetap ngebul di zaman yang serba digital ini. Nasib kita ada di tangan kita sendiri.
Zaman boleh berubah. Teknologi boleh melaju. Tapi semangat kita untuk berjuang tidak boleh padam. Mari hadapi masa depan ini, dengan kepala tegak dan hati yang siap.
***
Referensi:
- Bank Indonesia. (2024). Statistik Sistem Pembayaran dan Infrastruktur Pasar Keuangan (SPIP). Diakses dari https://www.bi.go.id/id/statistik/ekonomi-keuangan/spip/default.aspx
- Visa Inc. (2024). Studi Visa: Perilaku Pembayaran Konsumen Indonesia 2023. Diakses dari https://www.visa.co.id/about-visa/newsroom/press-releases/nr-id-240319.html
- Google, Temasek, & Bain & Company. (2023). e-Conomy SEA 2023: Reaching new heights amid stabilizing growth. Diakses dari https://economysea.withgoogle.com/intl/id_id/
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI