Selain itu, perlu ada edukasi lebih lanjut tentang manfaat vasektomi. Manfaatnya tidak hanya medis, tetapi juga sosial. Dengan informasi yang intens, kita bisa membuka diskusi lebih luas dan menghilangkan ketakutan berlebihan.
Kesimpulan
Penolakan terhadap vasektomi bukan hanya soal medis atau biaya. Ini juga soal budaya dan identitas. Konstruksi sosial menghubungkan kesuburan pria dengan maskulinitas dan garis keturunan.Â
Ini menjadi hambatan bagi pria menerima prosedur ini sebagai pilihan keluarga berencana.
Solusinya bukan hanya pendekatan medis atau insentif materi. Perubahan narasi sosial yang sensitif terhadap nilai lokal juga diperlukan. Dialog terbuka dengan tokoh masyarakat bisa meruntuhkan stigma yang mengakar.
Pendidikan dan komunikasi jelas mengenai vasektomi akan membantu pria melihatnya. Ini sebagai tanggung jawab keluarga yang positif, bukan ancaman maskulinitas. Langkah-langkah ini bisa membuat vasektomi diterima lebih luas dalam keluarga berencana.
Ini bukan hanya tentang pria, tetapi juga keluarga yang lebih sehat. Dengan narasi dan pendekatan inklusif, kita optimalkan perencanaan keluarga di Indonesia. Kita pastikan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
***
Referensi:
- Bincang Perempuan. (2025, May 2). Vasektomi jadi syarat bansos dan kepanikan maskulinitas laki-laki. Retrieved from [https: Â //bincangperempuan. Â com/vasektomi-jadi-syarat-bansos-dan-kepanikan-maskulinitas-laki-laki/]
- Yudhasmara, D. (2025, April 30). Vasektomi bukan akhir kejantanan, mengapa takut. Kompasiana. Retrieved from [https: Â //www. Â kompasiana. Â com/diazyudhasmara/6812197aed64155f7a5939e2/vasektomi-bukan-akhir-kejantanan-mengapa-takut]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI