Pendekatan pendidikan kritis ini tidak hanya berlaku dalam konteks sosial, tetapi juga lingkungan.Â
Salah satu contoh nyata adalah gerakan literasi ekologi yang saat ini mulai berkembang di beberapa daerah.Â
Dalam literasi ekologi, siswa diajarkan untuk memahami dampak eksploitasi kapitalisme terhadap lingkungan dan bagaimana hal ini berhubungan dengan ketidakadilan sosial.Â
Ahmad Walela (2024) pada tulisannya di Kompasiana menyebutkan bahwa kurikulum alternatif yang menyoroti isu-isu lingkungan, seperti kerusakan alam akibat eksploitasi industri, sangat relevan untuk membangun kesadaran ekologis pada generasi muda.
Selain itu, ada pula contoh dari Sulawesi, di mana seorang guru bernama Kuswanto membangun Gubug Baca untuk anak-anak yang terpinggirkan.Â
Kuswanto berusaha mengajarkan kepada anak-anak tersebut bahwa pendidikan adalah hak mereka, dan bahwa mereka berhak untuk mendapatkan akses yang sama terhadap pengetahuan dan peluang.Â
Ini adalah contoh nyata bagaimana guru bisa menjadi agen perubahan di tengah keterbatasan yang ada.Â
Seperti yang dikutip dari laman Direktorat Guru Pendidikan Dasar (2024), inisiatif semacam ini menunjukkan bagaimana pendidikan kritis dapat mengubah cara pandang siswa dan masyarakat terhadap dunia di sekitar mereka.
Tak hanya itu, teknologi juga memainkan peran penting dalam transformasi pendidikan. Platform digital dan media sosial kini memungkinkan penyebaran pengetahuan lebih merata.Â
Walela (2024) juga menyoroti bagaimana teknologi dapat digunakan untuk melawan monopoli informasi yang selama ini dikuasai oleh segelintir pihak.Â
Dengan adanya akses yang lebih terbuka, setiap orang dapat belajar dan mengakses informasi tanpa batasan, terlepas dari latar belakang sosial atau ekonomi mereka.