Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbanyak ke-4 di dunia, dengan total penduduk sekitar 283,5 juta jiwa (GoodStats, 2025). Kondisi ini tentu saja membawa keuntungan berupa ketersediaan sumber daya manusia yang melimpah bagi bangsa Indonesia. Terlebih lagi terdapat fenomena bonus demografi, di mana jumlah usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari pada usia tidak produktif. Beberapa sumber memperkirakan puncak bonus demografi Indonesia akan terjadi pada tahun 2030.
Melimpahnya sumber daya manusia ini mencerminkan supply tenaga kerja yang tinggi. Tingginya kuantitas penawaran (supply) tenaga kerja dari pada permintaannya (demand) mengakibatkan adanya excess supply tenaga kerja atau kelebihan ketersediaan tenaga kerja. Excess supply membuat harga tenaga kerja semakin rendah atau dengan kata lain gaji pekerja akan semakin murah. Namun dengan adanya kebijakan upah minimum, membuat perusahaan berpikir dua kali untuk merekrut pekerja yang lebih mahal dari pada nilai seharusnya.
Kondisi ini membuat banyak sekali masyarakat Indonesia yang tidak memiliki pekerjaan walaupun dalam usia produktif. Mereka yang sedang dalam angkatan kerja, tidak memiliki pekerjaan, dan secara aktif mencari pekerjaan biasa disebut dengan pengangguran terbuka. Sering kali kita mendapatkan nasihat untuk bersekolah dengan rajin dan giat agar mendapat pekerjaan yang kita inginkan atau minimal tidak menganggur. Namun pada kenyataannya, pengangguran terbuka ini bukanlah orang-orang yang tidak berpendidikan. Menurut Badan Pusat Statistik (2025), per Februari 2025, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 7,28 juta jiwa. Dengan komposisi lebih dari 50,3% penyumbang pengangguran terbuka merupakan lulusan SLTA (SMA dan SMK) dan 13,8% merupakan lulusan perguruan tinggi.
Bonus demografi yang dimiliki Indonesia saat ini dapat membantu mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, dengan catatan ketersediaan sumber daya manusia berusia produktif tersebut dikelola dengan benar. Oleh karena itu, diperlukan adanya intervensi yang tepat dan lebih lanjut dari pemerintah untuk menangani kondisi ini. Artikel ini merupakan opini penulis berdasarkan analisis data dan literatur terkait pendidikan dan pengangguran di Indonesia.
Indonesia Emas 2045
Visi Indonesia Emas 2045 yang telah dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045, merupakan cita-cita bangsa Indonesia untuk menjadi negara yang bersatu, berdaulat, maju, dan berkelanjutan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2025), Indonesia akan mengalami bonus demografi mulai tahun 2020-2035 dan puncaknya berada pada tahun 2030 dengan lebih dari 70% penduduk Indonesia berada dalam usia produktif (15-64 tahun).
Pengangguran terdidik merupakan seseorang yang berada pada angkatan kerja, tidak memiliki pekerjaan, secara aktif mencari pekerjaan, dan berpendidikan. Saat ini data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa dari 7,28 juta pengangguran, sebanyak 3,66 juta (50,3%) adalah lulusan SLTA dan sebanyak 1,01 juta (13,8%) merupakan lulusan perguruan tinggi.
Hubungan Bonus Demografi, Pengangguran Terdidik, dan Indonesia Emas 2045
Fenomena bonus demografi dan pengangguran terdidik memiliki keterkaitan yang erat. Pengangguran terjadi karena ada tenaga kerja yang tidak terserap oleh permintaan pasar tenaga kerja atau perusahaan. Tidak terserapnya pekerja ke suatu pasar atau perusahaan saat ini bukan karena mereka tidak memiliki kompetensi dan ilmu. Data BPS mencatat, lebih dari 60% pengangguran di Indonesia merupakan orang berpendidikan atau yang bisa kita sebut sebagai pengangguran terdidik. Peningkatan jumlah pengangguran terdidik saat ini, salah satunya disebabkan oleh adanya bonus demografi yang seharusnya memberikan peluang bangsa Indonesia untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, namun malah dikelola dengan kurang baik. Sehingga keberlimpahan sumber daya manusia atau tenaga kerja yang dimiliki bangsa Indonesia ini malah menjadi boomerang untuk kita.
Perekonomian yang seharusnya tumbuh pesat karena adanya bonus demografi, justru melambat karena banyaknya pengangguran. Hal ini tentu saja memerlukan perhatian yang lebih intensif. Fenomena bonus demografi tidak secara terus-menerus terjadi, sehingga bonus demografi yang datang saat ini harus dimanfaatkan secara maksimal. Peningkatan sumber daya manusia yang ada seharusnya didorong untuk meningkatkan produktivitas negara, bukan meningkatkan angka pengangguran. Oleh karena itu, perlu adanya analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tingginya angka pengangguran di Indonesia, khususnya pengangguran terdidik.
Menurut Citra et al. (2025), salah satu akar masalah yang menyebabkan tingginya angka pengangguran terdidik adalah ketidaksesuaian keterampilan atau skill mismatch. Hal ini dikarenakan apa yang diajarkan di institusi pendidikan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh perusahaan atau penyedia kerja secara rill. Pendidikan teoritis yang lebih diutamakan membuat lulusan institusi pendidikan menjadi kurang siap menghadapi tantangan serta kebutuhan dunia kerja. Meskipun ada institusi pendidikan seperti Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang telah mengadakan magang atau praktik kerja industri, namun proporsi pengangguran lulusan SMK masih tetap tinggi. Ini disebabkan oleh banyaknya siswa yang menganggap bahwa magang atau prakerin hanya formalitas, sehingga mereka tidak terlibat secara mendalam. Selain itu, banyak lulusan perguruan tinggi yang bekerja di luar bidang yang mereka ambil tentu saja menggambarkan ketidakefektifan sistem pendidikan saat ini.
Kesimpulan
Pemerintah sebagai pembuat kebijakan diharapkan mampu melakukan intervensi dalam hal memperbaiki sistem pendidikan bangsa Indonesia. Pemerintah juga dapat mengambil contoh dari negara lain ketika mengalami bonus demografi. Negara-negara yang berhasil memanfaatkan bonus demografi yang telah mereka alami diantaranya adalah Jepang (1950 -1980), Korea Selatan (1960-1990), dan Singapura (1970-2000). Negara-negara tersebut berhasil memanfaatkan bonus demografinya melalui fokus pada investasi bidang pendidikan, kesehatan, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia, serta infrastruktur dan teknologi yang dapat mendorong terciptanya lapangan kerja dan menurunkan jumlah pengangguran. Namun perlu diperhatikan bahwasannya sebelum berfokus pada investasi pendidikan, perlu adanya evaluasi terhadap sistem pendidikan yang saat ini dijalankan. Agar tidak hanya menambah jumlah pengangguran terdidik di Indonesia serta dapat mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Referensi
Manik, Citra Wulandari et al. (2025). Analisis Bonus Demografi Ditengah Tingginya Pengangguran Terdidik di Indonesia. Geosfera: Jurnal Penelitian Geografi (GeoJPG) Vol. 4. No.1. Juni 2025, Hal. 86-96.
Marwatika, Arum & Eni Setyowati. (2025). Pengaruh Angka Partisipasi Sekolah, Pertumbuhan Penduduk, dan Tingkat Pengangguran Terbuka Terhadap Kemiskinan di Indonesia. EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 25, No.1 Juli 2025.
Budiani, Intan Shabrina et al. (2025). Dinamika Pengangguran Berdasarkan Pendidikan di Indonesia 2021-2024. Journal of Social Science and Multidisciplinary Analysis Vol. 2 No. 1, Maret 2025.
Alexandra, Wilhelmina. (2024). Indonesia Jadi Negara dengan Penduduk Terbanyak ke-4 di Dunia. Retrieved August 20, 2025, from https://data.goodstats.id/statistic/indonesia-jadi-negara-dengan-penduduk-terbanyak-ke-4-di-dunia-DfGK7
Badan Pusat Statistik. (2025, 6 Februari). Tingkat Pengangguran Terbuka Berdasarkan Tingkat Pendidikan. Retrieved August 20, 2025, from https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MTE3OSMy/unemployment-rate-by-education-level.html
Kementerian PPN/Bappenas. Indonesia Emas 2045, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045. Retrieved August 21, 2025, from https://indonesia2045.go.id/
Idris, Muhammad. (2025). Apa Itu Bonus Demografi: Pengertian, Keuntungan, dan Tantangannya. Retrieved August 21, 2025, from https://money.kompas.com/read/2025/04/25/133223026/apa-itu-bonus-demografi-pengertian-keuntungan-dan-tantangannya
Sayifullah & Samsul Arifin. (2024). Indonesia Emas 2045, Bonus atau Beban Demografi? Retrieved August 21, 2025, from https://katadata.co.id/indepth/opini/6654299c227a2/indonesia-emas-2045-bonus-atau-beban-demografi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI