Mohon tunggu...
Ahmed Tsar Blenzinky
Ahmed Tsar Blenzinky Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger | Content Creator | Sagitarius

Co-Founder BRid (Blogger Reporter Indonesia) | Sekarang Lebih Aktif di https://ahmedtsar.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Fiksi Mini: Wanita-wanita yang Dulu Kucintai #1

26 Juli 2010   07:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:35 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

sumber: en.fotolia.com

Angin malam menyapa tubuhku. Daun-daun dalam pot yang berjejer di di depanku memandang iba wajahku yang murung. Seperti biasanya sesudah sholat Isya, kusempatkan duduk di dipan beranda rumah. Dipan yang membuatku berkisah, walau dalam angan. Bunyi derit dipan berkali-kali mampu membekukan otakku. Sebaliknya, bunyi itu melumerkan kesadaran masa laluku. Kali ini menceritakan tentang wanita-wanita yang kucintai.

Imajiku melayang bersama dengan dering Jangkrik menuju bingkai suasana SD dulu. Teringat senyum manis dari dia yang berambut ikal panjang. Atau tingkah-lakunya yang lincah yang membuatku blingsatan. Ini dia orangnya, kusebut dia cinta pertamaku. Dia bagai kupu-kupu yang menari bersama alam, itulah yang kusuka darinya. Apalagi ketika dia mengisap madu. Apa itu? Seringkali aku melihat mulutnya sedang mengiris-ngiris kuku tangannya sendiri. Belakangan aku tahu, seseorang yang berperilaku begitu berarti sedang bermasalah. Untung ketika itu aku belum mengerti.

Selain bagai kupu-kupu, dia seperti mentari yang tak mau beranjak dari arah terbitnya. Semua tahu pagi selalu menyenangkan bila sinar surya memanggang bumi suam-suam kuku. Seperti itulah dia, kepintarannya selalu menonjol di antara kami teman-teman kelasnya.

Kalau dia itu kupu-kupu, aku adalah ulat kelapa. Keuntungannya bertempat tinggal di ketinggian, membuat ulat tak terlihat bila memandang kupu-kupu. Cukup puas ketika berkali-kali mengintai kupu-kupu berbalerina, hinggap dari satu bunga ke bunga lainnya. Bila dia menjadi mentari pagi, sesekali aku mengimbanginya menjadi bintang Venus. Tak nampak namun selalu mengiringi.

"Apa kabar cinta pertamaku?" Lamat-lamat kuas anganku melukis sketsa wajahmu. Gradasi warnanya sudah tak jelas karena sudah dua puluh tahun yang lalu.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun