Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setop Provokasi Kebencian, Mari Saling Berdampingan

28 November 2020   21:47 Diperbarui: 28 November 2020   21:54 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toleransi - radarutara.id

Setiap orang pasti ada bibit buruk dalam dirinya. Setiap orang pasti ada sisi negatifnya. Namun, sifat manusia ibarat dua sisi mata uang. Keduanya tidak bisa terpisahkan. Keduanya ada dalam diri manusia itu sendiri. Tinggal kita mau memilih yang negative atau yang positif. Namun apapun pilihannya, semua akan menghadirkan konsekwensi.

Salah satu sisi negative dari manusia yang belakangan ini sering muncul secara vulgar adalah ujaran kebencian. Tidak hanya muncul di dunia nyata, tapi sengaja disebarkan di dunia maya. Akibatnya, tidak sedikit masyarakat yang terprovokasi.

Literasi masyarakat yang rendah, membuat berita bohong sulit dibedakan. Apalagi hoaks dan kebencian itu diucapkan oleh tokoh masyrakat, tokoh politik, atau tokoh agama, membuat masyarakat semakin bingung membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Kenapa tokoh tersebut bisa menebar provokasi dan kebencian? Padahal dia mungkin punya latar belakang pendidikan yang cukup, pemahaman agama yang cukup, dan jumlah pengikut yang banyak?

Bisa jadi memang karena tidak tahu. Bisa jadi mungkin bagian dari masyarakat yang literasinya rendah tersebut. Akibatnya, perasaan paling benar masih terus menyelimutinya. Karena merasa paling benar, segala ucapan dan perilakunya pun di klaim sebagai kebenaran. Padahal, semuanya justru berpotensi menjadi pemecah belah kerukunan.

Karena kebencian, semuanya bisa berantakan. Karena kebencian, keberagaman yang ada tidak bisa saling berdampingan. Semuanya saling berseteru mengklaim membawa kebenaran. Padahal, jika kita bisa saing berdampingan, tak penting saling klaim kebenaran.

Tidak perlu sibuk cari yang benar atau salah. Kebenaran yang sesungguhnya akan bisa dirasakan bersama, jika keberagaman bisa saling berdampingan. Namun jika semua saling klaim kebenaran, maka kebencian lah yang akan mengendalikan pikiran, ucapan dan perilaku.

Mari kita introspeksi. Jangan gunakan sisi negative kita. Tapi gunakanlah sisi positif kita. Karena dengan sisi positif ini, harmonisasi akan tercipta. 

Masyarakat bisa saling berdampingan tanpa harus mempersoalkan perbedaan suku, agama, bahasa dan budayanya. Tak peduli latar belakangnya. Yang utama adalah antar sesama bisa saing toleransi. Namun yang terjadi saat ini, toleransi pelan-pelan terus dikikis oleh kebencian dan intoleransi yang ada dalam diri.

Kita sudah punya banyak pengalaman buruk terkait provokasi dan kebencian ini. Mari kita lihat aksi pembakaran tempat ibadah di Tanjung Balai, Sumatera Utara beberapa tahun lalu. Karena termakan provokasi di media sosial, amarah warga tak terbendung karena dihembuskan sentimen SARA.

Mari belajar dari pilkada DKI Jakarta beberapa tahun lalu. Antar sesama begitu vulgar mengumbar kebencian. Tempat ibadah tidak hanya digunakan sebagai beribadah, tapi juga sebagai tempat menebar kebencian. Jauh sebelum itu, kita juga punya pengalaman tentang konflik SARA di Ambon, yang membuat antar sesama bisa saling bunuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun