Mohon tunggu...
Ahmad Muzakki Jamain
Ahmad Muzakki Jamain Mohon Tunggu... Wiraswasta - Selalu Ada Kebaikan dalam Setiap Moment

Kejernihan berfikir seperti mata air pengunungan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

DPR RI Bukanlah Tukang Sorak apalagi Pelindung Kejahatan Maling Kerah Putih Jiwasraya

29 Januari 2020   13:02 Diperbarui: 29 Januari 2020   13:10 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sembilan Parpol Pengusung Presiden Jokowi untuk periode ke-2. Dan menjadi parpol lewat fraksi di DPR RI menyetujui panja Jiwasraya dibawah komisi. | liputan6.com

Aneh dan kurang waras memang kelakuan dari beberapa fraksi partai di DPR RI menyikapi kasus kejahatan maling kerah putih Jiwasraya. Terutama fraksi PDI Perjuangan, Gerindra, Golkar, Nasdem, PKB, PPP, dan terakhir PKS yang akhirnya menyetujui penyelidikan oleh DPR RI menjadi Panja dibawah alat kelengkapan komisi bukan Pansus DPR RI.

Indikasi dan potensi kerugian Jiwasraya telah jelas, yakni Rp 13 triliun. Merugikan lebih 17.000 nasabah JS Saving Plan Jiwasraya plus total pemegang polis Jiwasraya mencapai 7 juta orang. Dan paling banyak tentu adalah masyarakat Indonesia yang memberikan suara pada pemilu legislative 2019 bagi Parpol PDI Perjuangan, Gerindra, Golkar, Nasdem, PKB, PPP dan PKS.

Seperi sebuah sorakan besar, semua partai di atas menyetujui membentuk Panja dan bukan Pansus. Hal ini mengindikasikan kasus Jiwasraya dikanalisasi dan potong kecil kecil menjadi kerja tiga Komisi saja.  

Kewenangan Panja sebatas mengumpulkan informasi, memeriksa dan kemudian mengeluarkan rekomendasi komisi untuk beberapa lembaga seperti OJK, Menteri BUMN. Sedangkan secara kekuatan politik hasil kerja panja tidak bisa memanggil Presiden Jokowi. Tentu ini menjadi indikasi pengkerdilan kasus lewat jalur politik oleh partai koalisi pendukung Presiden Jokowi.

Sedangkan Pansus menjadi kerja bersama anggota DPR RI lintas fraksi yang lebih memiliki kekuatan hukum dan menjadi rekomendasi DPR RI. Memiliki kewenangan politik memanggil Presiden dan para menteri terkait.

Kekuatan politik Pansus ini yang tidak ingin terwujud oleh fraksi pengusung Jokowi. Sikap dan keputusan partai koalisi tidak membentuk Pansus di DPR RI bisa membuka aib sendiri. Sebab jika terbukti lewat penyelidikan, penyidikan dan fakta-fakta hukum adanya dugaan aliran dana kejahatan maling kerah putih Jiwasraya yang mengalir ke Pilpres dan Pileg 2019, maka tidak tertutup kemungkinan malu itu tidak tertanggungkan oleh parpol penikmat dana Jiwasraya.

Saat ini kekuatan harapan masyarakat tertumpang pada fraksi yang tetap bersiteguh membentuk Pansus, yakni Partai Demokrat. Secara resmi telah mengeluarkan pernyataan sikap fraksi Partai Demokrat tetap membentuk Pansus DPR.

Secara hukum Kejaksaan Agung tengah melakukan penyelidikan dan telah menahan 10 orang tersangka, sedangkan dari pihak Menteri Erick Thohir sedang melakukan aksi penyelamatan korporasi dengan membentuk perusahaan baru sebagai cangkang menyehatkan Jiwasraya dan menunaikan kewajiban bisnis kepada nasabah dan juga negara. Tentu ini kabar baik sekaligus apresiasi antisipasi kebangkrutan Jiwasraya dan pengelolaan resiko bisnis yang menyeret sektero keuangan lainnya.

Apakah ini cukup? tentu tidak. Hal ini terkait dengan sebuah kelalaian sekaligus pembiaran konstitusional oleh Pemerintahan Jokowi tidak melaksanakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. Tentu pelaksana adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri BUMN Rini Soemarno, OJK dan lembaga terkait periode pertama.

Pertanggungjawaban ini mestinya menjadi fokus dari fraksi partai politik membentuk Pansus Jiwasraya. Agar tidak sekedar menjadi dagelan kami telah membentuk panja Jiwasraya. Yang kemudian diperkuat dengan pernyataan sebagai alibi yang dikonsumsi oleh rakyat.

Tentu ini adalah indikasi kerja pemandu sorak sorai fraksi parpol yang setuju pembentukan panja bukan Pansus oleh DPR. Yang pada akhirnya menyelamatkan 'kolega' yang melakukan kejahatan maling kerah putih terhadap Jiwasraya. Tanpa berpikir waras kasus ini berdampak fatal sistematis, dan menyeret perekonomian Indonesia dalam resesi sebagai kontributor dan korban sekaligus.

Bagi saya menarik apa yang menjadi ulasan panjang dari SBY melalui akun Facebook tentang solusi dan penyelesaian secara struktural kenegaraan. DPR RI semestinya menjalankan fungsi Checks & Balance terhadap pemerintah dengan membentuk Pansus. Sebab pembentukan Pansus di era SBY terjadi empat kali DPR RI menggunakan hak angket membentuk Pansus.

Pansus semestinya menjadi perjuangan dan ketetapan fraksi Parpol PDI Perjuangan, Golkar, NasDem, Gerindra, PKB, PPP dan PKS di DPR mewakili harapan dan kehendak nasabah Jiwasraya yang berjumlah 7 juta orang masyarakat Indonesia sebagai korban.

Bukannya malah loyo berjuang, dengan kemampuan membentuk panja dan terkesan menjadi fraksi pemandu sorak sorai seperi 'Cheerleaders' bayaran. Siap untuk diatur ucapan anggota DPR RI dan keputusan fraksi sebagai 'kompensasi politik' sesuai 'sewa bayaran' menjelang Pilpres 2019 kemaren.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun