Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kalut (#7)

9 Mei 2021   10:30 Diperbarui: 9 Mei 2021   10:52 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain alasan risiko ketahanan pangan, agenda depopulasi ini mengemban misi utama NWO yaitu mengendalikan populasi manusia agar nantinya tercipta kepatuhan warga dunia pada perintah, petunjuk, dan arahan dari para kaki tangan kaum Globalis yang telah menancapkan cengkeramannya dalam berbagai lini kehidupan. Dengan begitu, tercapailah tujuan NWO yang sesungguhnya yaitu satu pemerintah, satu kepemimpinan, satu aturan, dan satu agama.

Teori ini memang terdengar omong kosong belaka bagi sebagian orang. Ia kerap dijadikan bahan olok-olokan karena dianggap hanya mencari sensasi dan atensi publik semata. Bagi Herdi dan mungkin sebagian orang khususnya yang awam lebih memilih bersikap realistis atau malah apatis. Kalaupun ternyata hal itu benar adanya, toh mereka bisa apa. Pikiran itu akhirnya lenyap darinya seiring dengan kenampakan kantornya yang sudah di depan mata.

........

Menjejakkan kaki di pelataran depan gedung tinggi raksasa itu, membuat Dika lega. Tak percuma pengorbanan yang ia tempuh sejauh ini. Mulai dari hunting masker sampai berjibaku naik kereta. Itu semua mewarnai Senin pagi pertama pemberlakuan aturan prokes selama pandemi.

"Semua terbayar. Tinggal selangkah lagi mission completed," ujarnya dalam hati. Belum ingin rasa nyaman itu pergi darinya, barisan orang antre di depan pintu masuk gedung sudah tampak dari kejauhan. Mereka sedang menunggu giliran untuk diperiksa suhu tubuhnya. Dika yang sudah menyangka hal itu, segera ikut masuk ke barisan. Meski tak selama di stasiun, baginya mengantre tetap saja menjenuhkan.

Tak butuh waktu lama, begitu masuk gedung ia sudah disambut antrean lagi di depan lift. "Oh, tidak! Antre lagi! Semoga ini yang terakhir," keluhnya. Untuk menghindari kerumunan, maka berdasarkan prokes dilakukan pembatasan maksimal enam orang dalam kabin. Di depan pintu lift tampak seorang satpam sibuk mengatur giliran bagi para pengguna lift. Tombol tangan yang selama ini digunakan dimodifikasi menjadi tombol kaki.

Terasa agak janggal, saat pertama kali Dika menginjak tombol kaki menuju ke lantai 27 dimana kantor Herdi berada. Selangkah keluar dari lift, aroma disinfektan tercium menyengat sekalipun pakai masker. Tampak dua orang petugas cleaning service sedang mengepel lantai dengan sesekali menyemprotkan cairan.

Disambut ramah oleh seorang resepsionis, Dika melaporkan kedatangannya. Sambil tersenyum ia memberi slip antrean ke Dika seolah hendak berkata, "Selamat  mengantre." Ia baru paham arti senyuman itu setelah ia melihat nomor yang tertera di slip tersebut. "Waduh! Baru jam segini udah nomor 13," ungkapnya sambil geleng-geleng kepala.

Saat masuk ke ruang tunggu kantor, terlihat sudah banyak orang yang menunggu seperti dirinya. Bangku panjang khusus tamu sudah diatur sedemikian rupa supaya diisi selang-seling. Bangku yang dilakban dengan tanda silang berarti tidak boleh ditempati. Ini merupakan prosedur standar penerapan prokes dalam rangka menjaga jarak di tempat umum seperti kantor.  

Hampir dua jam berlalu hingga display antrean di atas pintu ruangan yang ia tuju, menunjukkan angka 13. "Baiklah, it's show time. Give your best shoot!" ujar Dika semangati dirinya. Melangkah penuh percaya diri menuju ke ruangan itu, terlebih dahulu ia memakai sanitizer yang disediakan di samping pintu. Beberapa orang sebelumnya juga melakukan hal yang sama.

Walaupun ini kali ketiganya bertemu Herdi, perasaan gugup tetap saja ada. Dengan rasa berdebar, ia masuk ke ruangan itu. Disambut hangat Herdi yang memakai masker dengan salam namaste sebagai pengganti jabat tangan. Masih canggung dengan salam tersebut, Dika membalasnya dengan cara yang sama. Sambil mempersilahkan duduk, Herdi menanyakan kabar Dika dan perjalanannya di pagi itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun