Mohon tunggu...
Ahmad Faisal
Ahmad Faisal Mohon Tunggu... Indonesian Writter

Menulis adalah salah satu cara bermeditasi. Dengan menulis, kita dapat menuangkan isi pikiran dalam gagasan yang tersusun rapi dan bisa dinikmati. Perlahan, orang akan bisa menikmati setiap kata yang kita susun dalam tulisan seperti nikmatnya pecinta kopi menyeduh kopi favoritnya.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Stagnansi Suasana Puskesmas

27 Juli 2018   10:11 Diperbarui: 30 Juli 2018   14:30 2392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.manajemen-pembiayaankesehatan.net

Pukul 10 pagi saya berangkat ke Puskesmas Bantarsari. Karena sebenarnya saya akan pergi ke Sidareja, saya sengaja mampir ke Puskesmas dulu karena merasa kurang enak badan. Kebetulan Puskesmas Bantarsari tidak jauh dari rumah. Saya mencoba mengupas persepsi saya - mungkin juga persepsi orang kebanyakan - tentang Puskesmas di wilayah pedesaan. 

Suasana cukup ramai ketika saya sampai di pelataran parkiran depan Puskesmas. Ada banyak motor terparkir dan beberapa mobil, termasuk mobil ambulans yang terparkir di depan pintu masuk puskesmas. Main aman kalau menurut saya, karena kondisi di parkiran sangat panas, sedangkan tidak ada tanda-tanda kondisi darurat yang mengharuskan mobil untuk ready to go mengantar pasien. Mobil ambulan malah terparkir di depan pintu masuk Puskesmas yang terdapat atap. Sedikit dimaklumi, untung saja bukan mobil pejabat atau pegawai Puskesmas.

Masuk ke dalam ruang tunggu, saya sudah hafal teknis ketika berobat di Puskesmas. Situasi sial yang cukup bermanfaat. Sialnya, saya beberapa kali sakit dan harus berobat di Puskesmas ini. Manfaatnya, saya jadi mengetahui teknis ketika harus berobat. Bayangkan waktu pertama kali ke Puskesmas, saya kebingungan bagaimana teknis berobat.

Sedikit untung juga ketika dulu pertama kali ke Puskesmas sempat diberitahu oleh ibu saya tata cara mulai daftar di pendaftaran, masuk ruang periksa, sampai mengambil resep obat.

Ternyata pada saat masuk ruang tunggu ada banyak pasien yang sudah mengantre. Saya mengambil nomor antrean dan harus menunggu sekitar 20 nomor. Kondisi yang sangat membosankan ketika harus menunggu begitu lama. Pikir saya, bisa digunakan untuk ke mana dulu. Tapi, sembari baca-baca tread yang informatif di ponsel, saya bersabar untuk menunggu.

Menyoal Pelayanan Pasien

Ada saja kejadian unik di Puskesmas. Di loket pendaftaran terdapat ibu-ibu yang sedang mendaftar dan tiba-tiba ada calon pasien lain yang bersanding di samping ibu-ibu tadi. Ternyata, calon pasien yang ada di samping ibu tersebut belum mengambil nomor antrean. Saya rasa, orang itu baru pertama kali ke Puskesmas.

Kejadian lainnya adalah ketika nomor antrean milik saya sudah dekat untuk dipanggil. Saya dapat nomor 93. Ibu-ibu yang mendapatkan nomor antrean 92 maju ketika nomornya dipanggil. Saat ditanya kartu identitas, kartu berobat, BPJS, maupun KTP, ibu tersebut bilang tidak ada. Kartu berobat tidak ada dan KTP tidak dibawa. 

Saat ditanya oleh petugas Puskesmas mengenai alamat ibu tadi, si ibu bilang lupa. Jadi, untuk RT dan RW nya bilang "kayaknya". Lalu, petugas pendaftaran mempersilakan ibu tadi untuk bertanya dulu ke anaknya yang kebetulan sedang ngopi di warung depan Puskesmas. Dan dipanggil lah saya selaku pemegang nomor antrean berikutnya.

Sembari saya mendaftar, saya bergeser ke petugas lainnya karena untuk memberi ruang ke ibu tadi yang telah kembali setelah memanggil anaknya yang ada di warung depan dengan menyebutkan alamat lengkap ibunya ke petugas pendaftaran. Lalu, saya duduk kembali ke bangku antrean menunggu dipanggil ke ruang periksa. 

Poin saya adalah lagi-lagi soal teknis operasional, fasilitas, dan kemampuan sumber daya manusia pegawai Puskesmas yang belum modern.

Tapi, kemudian saya berpikir, sebenarnya mana yang lebih utama. Teknologi yang mengimbangi manusia atau manusia yang harus mengimbangi teknologi? Sebab, di lingkungan pedesaan, kebanyakan orang masih tradisional dan belum kenal teknologi. 

Jadi, ketika teknologi di Puskesmas  sudah modern, apakah orang desa bisa mengimbanginya?

Saya rasa bisa. Teknologi diciptakan untuk semua orang dan berfungsi untuk membantu memudahkan pekerjaan manusia. Kalau penggunaan teknologi malah membuat repot, artinya penggunaan teknologi itu tidak tepat guna dan tidak tepat sasaran.

Seperti gambaran kejadian tadi, bahwa seorang ibu yang tinggal di pedesaan harus kebingungan ketika ditanya alamat lengkapnya. Padahal, fasilitas yang dimiliki Puskesmas seharusnya sudah bisa mengakomodasi pasien yang apalagi sudah berusia, atau lanjut usia.

Bolehlah bermimpi, kalau seandainya sebuah Puskesmas memiliki alat identifikasi kependudukan yang sangat canggih.

Sebagai contoh, misalnya ketika ada seorang pasien yang sudah lanjut usia tidak membawa alat identitas kependudukan apa-apa ketika ingin berobat. 

Tetapi karena Puskesmas telah memiliki alat canggih dengan cara scanning melalui sidik jari, sehingga data pasien akan secara otomatis terbaca di sistem komputer itu akan lebih memudahkan pasien. Ini juga akan sangat membantu ketika diterapkan di banyak instansi pelayanan publik lainnya.

Jangan terlalu serius, ini baru seandainya saja. Toh, sumber permasalahan yang menjadi kendala utama di hampir seluruh lembaga pelayanan publik adalah soal dana. Rasanya, belum kuat kalau lembaga semacam Puskesmas memiliki alat seperti itu. Di rumah sakit saja belum tentu bisa. Tapi, tidak ada yang tidak mungkin. 

Perubahan Lambat

Dulu, beberapa tahun yang Lalu, Puskesmas yang biasa saya gunakan untuk berobat terletak di dekat Pasar Sitinggil, Desa Rawajaya, Kabupaten Cilacap. 

Saat ini, lokasi nya sudah dipindahkan di Desa Bantarsari berada di sebelah Polsek Bantarsari. Terlepas dari problem soal pembebasan lahan dan sebagainya yang sempat saya dengar beberapa waktu yang lalu di media sosial lokal, nyatanya lokasi yang sekarang lebih strategis dan mampu untung menampung lebih banyak pasien karena tempatnya Lebih besar.

Lokasinya agak menjorok ke dalam dari jalan raya, tidak seperti lokasi yang dulu sangat mepet dengan jalan raya dan berseberangan langsung dengan sekolah Dasar, sehingga suara anak sekolah akan sangat berisik dan tidak kondusif.

Saat lokasi Puskesmas telah dipindah, saya berharap ada perubahan cepat yang akan terjadi. Maksudnya, perubahan drastis ke arah yang lebih baik. Mulai dari fasilitas, pelayanan, maupun sikap ramah para pegawai Puskesmas.

Tetapi, pada kenyataannya perubahan itu belum secara signifikan terlihat. Soal fasilitas sebenarnya sudah mulai ada perbaikan. 

Bisa dilihat dari meja registrasi yang dulu, di Puskesmas yang lama masih memakai loket seperti loket stasiun dengan pembatas kaca antara petugas resepsionis dengan calon pasien. Sekarang sudah lebih baik karena menggunakan meja seperti halnya meja teller di bank dan menggunakan sistem komputer. 

Terkait dengan pelayanan, saya agak bingung ketika pelayanan yang diberikan seperti kurang maksimal. Pada saat saya berobat, setelah menyelesaikan administrasi di meja pendaftaran, saya menunggu untuk dipanggil masuk ke ruang periksa.

Setelah menunggu beberapa saat saya pun dipanggil. Hanya sebentar saja saya diperiksa. dan sedikit ditanya sakit apa dan kemudian dicek tekanan darahnya. Saya berpikir se-simpel itu kah. Mungkin karena saya tidak terlihat seperti orang yang sedang sakit, jadi lebih cepat diperiksa nya. 

Saya pun kembali disuruh untuk menunggu di kursi antrean depan ruang resep. Agak lama saya menunggu, ternyata saya tidak kunjung dipanggil. Ada sampai lebih dari tiga pasien yang sudah dipanggil untuk mengambil resep obat yang mungkin juga dia masuk ruang periksa setelah saya.

Ini aneh menurut saya. Lalu saya mencoba bertanya kepada petugas yang ada di ruangan tempat mengambil resep dan jawabannya saya masih harus menunggu karena nanti akan dipanggil untuk masuk ke ruang periksa lagi. Padahal saya sudah harus keluar dari Puskesmas karena masih ada urusan yang harus saya selesaikan. 

Dengan berpikir positif, bahwa ada pasien lain yang mungkin lebih membutuhkan pemeriksaan kesehatan yang harus didahulukan, seperti lansia atau anak-anak, saya tetap sabar menunggu.

Terlepas dari suasana ramainya Puskesmas oleh pasien pada saat itu, karena bertepatan dengan hari senin, pada akhirnya setelah menunggu total hampir 3 jam akhirnya saya dipanggil untuk kembali diperiksa dengan singkat dan bisa mengambil resep obat.

Mengenai keramahan petugas, saya rasa tidak semua petugas sudah bersifat ramah. Ada beberapa yang sudah sangat ramah terutama kepada pasien yang sudah lansia, tetapi ada yang mungkin karena sifatnya yang 'judes' jadi terlihat seperti bersikap kurang ramah kepada pasien. Saya rasa, aspek modernitas dalam hal pelayanan di Puskesmas juga termasuk keramahan petugas. Di era modern seperti sekarang ini orang bisa melihat sendiri bagaimana pelayanan di berbagai tempat. 

Dari situ kita bisa melihat keramahan petugas yang melayani orang lain dengan penuh antusias sehingga terkesan ramah. Apalagi instansi pemerintahan, jika tidak ramah maka akan ditinggal oleh masyarakat. Tidak seperti instansi swasta, keramahan menjadi hal wajib karena sebagai salah satu aspek persaingan dengan lembaga swasta lainnya agar tidak tertinggal. Maka, para pegawai di Puskesmas juga harus lebih melihat aspek keramahan dalam melayani pasien.

Harapan Perbaikan secara Cepat

Instansi kesehatan seperti Puskesmas rasanya akan selalu dibutuhkan oleh masyarakat untuk berobat. Selain lebih murah dan bisa menjangkau semua kalangan, kesehatan orang saat ini juga semakin tak terkendali karena banyaknya aktivitas yang dilakukan dan pola menjaga kesehatan yang semakin tak terkendali. Belum lagi ditambah dengan lingkungan sekitar yang semakin tidak sehat.

Puskesmas sebagai tempat berobat harus lebih cepat dalam melakukan perbaikan ke arah yang lebih baik. Kalau tidak, akan semakin banyak klinik praktik yang buka dan melayani pasien dengan lebih simpel dan lama-kelamaan Puskesmas akan semakin ditinggalkan oleh pasien karena tidak menarik. 

Ada banyak  calon perawat, bidan, dokter yang masih dalam tahap studi di perguruan tinggi. Kalau mindset wirausaha mereka sudah jalan, bisa-bisa akan banyak orang yang menawarkan praktik pengobatan dengan lebih inovatif dan lebih terjangkau.

Lihat saja seperti moda transportasi publik yang sekarang sudah lebih simpel dan cepat berbasis teknologi. Transportasi online sudah mengikis tranportasi konvensional.

Begitu pula dengan warung-warung kopi biasa dan warteg atau minimarket modern yang tersaingi dengan banyaknya tempat nongkrong ala cafe untuk anak muda. Bisa ngopi, makan, nongkrong, dan ngerokok dengan santai, plus wifi pula.

Perubahan menjadi tempat berobat yang lebih baik untuk kalangan masyarakat semua golongan harus segera dilakukan oleh Puskesmas agar tidak terjadi stagnansi suasana seperti sekarang. Anggaran ditambah tetapi pelayanan tidak kunjung membaik.

Kalau masih stagnan, Puskesmas akan kalah dengan tempat praktik berobat perorangan yang lebih simpel, apalagi bisa melayani BPJS. Karena perubahan adalah keniscayaan, maka berubah itu perlu.

Salam sehat sejahtera untuk kita semua.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun