Mohon tunggu...
Ahmad Edi Prianto
Ahmad Edi Prianto Mohon Tunggu... 👨‍🎓 Social Welfare Science 💼 Wiraswasta

Hanya individu biasa yang hidup ditengah lapisan masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Flexing dan Hedonisme, Sebuah Perpaduan Gaya Hidup yang Wah!

22 Maret 2023   11:20 Diperbarui: 22 Maret 2023   11:39 2477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Flexing dan Hedonisme, konten pamer doang

Hedonisme adalah suatu hal yang mengubah gaya hidup seseorang untuk mencapai istilah "hedone". Apa itu hedone? Istilah itu memiliki arti kesenangan. Hal ini menjadi gaya hidup yang bersifat kurang baik, dengan hanya mengandalkan kesenangan dan kepuasan tanpa ada batasan. Alih-alih memiliki sisi positif, kehidupan hedone ini justru lebih bersifat negatif dengan semua pandangan mengenai  dunia bebasnya.

Berfoya-foya, hura-hura, dan kehidupan yang boros merupakan hasil dari pemikiran hedonisme negatif yang dapat menyebabkan kebobrokan di masa yang akan datang. Dengan memanfaatkan kesenangan sesaat, perilaku hedonisme ini seakan-akan bisa membuat manusia selalu mengedepankan gaya hidup yang bertingkah laku mewah.

Kehidupan hedonisme ini diperparah dengan munculnya fenomena hangat yang saat ini gempar dikaitkan, yaitu Flexing. Flexing adalah perilaku seseorang yang bertujuan untuk kegiatan memperlihatkan serta memamerkan suatu kekayaan yang orang itu miliki melalui berbagai media seperti media sosial. 

Dengan adanya media sosial yang semakin menjamur, maka fenomena flexing ini akan semakin menjadi gaya hidup yang akan terus dilakukan. Cara seseorang melakukan tindakan flexing dinilai orang lain tidak menyenangkan, karena biasanya gaya pamer mereka lebih menjurus ke hal yang bersifat negatif seperti  meremehkan dan merendahkan orang lain yang tidak memiliki harta kekayaan yang sebanding dengan mereka.

Ketika gaya hidup hedone yang mengandalkan kesenangan dan kepuasan tanpa adanya batasan dirujak dengan fenomena flexing yang dimaksudkan untuk memamerkan kekayaan, maka itu adalah suatu perpaduan pas dan wah, layaknya sambel rujak buah yang bertemu dengan buah-buahan segarnya.

Bila hedonisme biasanya hanya berisikan kegiatan foya-foya, hura-hura dan pemborosan, maka dengan berpadunya itu dengan flexing akan menciptakan kebiasaan buruk foya-foya dan hura-hura yang dipamerkan ke khalayak banyak. Jika hedonisme hanya terikat untuk membahagiakan diri sendiri yang jarang dipertontonkan, maka dengan adanya flexing membuat kebahagiaan itu kurang lengkap jika tidak dipamerkan ke orang lain untuk mencapai hasrat duniawi yang lebih tinggi. Sehingga mereka yang melakukan flexing akan selalu dianggap dan selalu di notice sebagai sultan ataupun crazy rich.

Sebetulnya kedua hal ini bukan hal baru, keduanya sudah menjamur di kehidupan bermasyarakat kita sejak lama. Terdapat perubahan sosial yang digiring oleh perkembangan zaman, yang membuat kebebasan seseorang dalam mengekspresikan diri menjadi hal yang wajar saja dilakukan. Namun kebebasan itu menjadi hal negatif ketika bentuk pengekspresian itu dilakukan untuk wadah yang memiliki sifat dan kesan merugikan.

Media sosial menjadi momok yang tak bisa dihidari, teknologi yang semakin maju selalu mengalami inovasi dan perkembangan. Media sosial menjadi alat interaksi yang hingga saat ini dinilai cepat, cepat disebarkan oleh pengonten, cepat diterima oleh penerima, dan cepat pula menjadi viral. Media sosial menjadi salah satu moda  angkutan, bagi pelaku flexing yang menyebarkan kehidupan hedonisme yang berisikan dengan konten-konten kekayaan yang serba mewah.

Perubahan perilaku sosial menjadi ancaman, ketika seseorang mengenal kedua gaya hidup ini. Perubahan pola pikir, sifat, sikap, dan kehidupan sosialnya menjadi gejala yang timbul akibat dari perubahan perilaku sosial yang berkembang sesuai dengan tuntutan baru mengenai hal yang akan dipamerkan. Seseorang akan lebih gampang merasakan emosi, perilaku seseorang menjadi tidak sopan yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan tontonan,  dan proses komunikasi dan rasa hormat yang bukan lagi menjadi tolak ukur.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun