Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta dalam Secangkir Hujan #4

17 Desember 2015   05:35 Diperbarui: 17 Desember 2015   10:39 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siapa Bay? Mengapa bulir air mataku rela menggelinding jatuh demi dia? Kau tahu, sejak bertahun lalu, air mata ini kupastikan telah mengering. Tak kubiarkan satu tetes pun tersisa. Tapi mengapa untuk seorang Bay, aku kalah?

Aku berdiri menahan tangis di tengah rumput ilalang setinggi pinggang. Berharap Bay kembali dan memarahiku.... (Jangan pergi, Bay –Karya kompasianer Lilik Fatimah Azzahra)

***

Malam ini aku kembali menghitung hujan, membilang entah berapa sajak yang terserak di sisa jejak kenangannya.

“Kau tahu apa yang paling kuyup dari hujan, Ra?” Bay bertanya tiba-tiba, membuatku merasa déjà vu dari puisi buatannya yang kubaca waktu itu.

“Kenangannya?,” jawabku dengan agak ragu.

Bay menggeleng, sebelum kembali menghilang perlahan ditelan hujan.

Tak ingin terjerembab ke sesal yang sama, kukuntit butir hujan yang paling kilau, berharap dengan cara itu dapat menuntunku menuju Bay.

“Mampukah kau mengikutiku?” butir kilau bertanya, yang hanya kujawab dengan turut bersamanya merebah di tanah, mengayun di daun atau sekedar menggertap sekejap di tratap atap, hingga akhirnya aku berhasil menyelinap di sela begitu banyak isi benak yang tak henti memercik.

Dan itu amatlah mengherankan. Memberiku sadar bahwa ternyata telah sejauh ini aku pergi.

Dan waktu yang mengerut memberiku lima belas tahun ketabahan. Saat cinta yang kerdil, coba merenggut keagungan dogma: Hanya demi menyalur hasrat purba bertopeng agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun