Dengan asumsi bahwa upah pekerja di Australia rata-rata 20 dolar per satu jam, maka jumlah pendapatan selama satu hari bekerja sebesar 160 dolar. Sementara dengan hitungan yang sama, UMR pekerja Jogjakarta tahun kemarin yang sebesar Rp. 1.173.500,- dibagi dua puluh hari, maka hasilnya adalah sebesar Rp. 58.665,- perhari.
Dari data tersebut, jika harga rokok di Indonesia tetap seribu perbatang dan harga di Australia taruhlah sebesar 1 dolar perbatang, dapat disimpulkan bahwa harga sebatang rokok di Australia 1/160 dan di Indonesia 1/59 dari upah per satu hari kerja. Dan itu artinya, harga rokok di Indonesia sama sekali jauh dari kata murah, melainkan hampir tiga kali lipat dari harga di Australia!
Silakan mencoba perhitungan sederhana ini untuk beras, sayur, daging dan sebagainya hingga kita dapat lebih adil mensikapi, tentang benarkah harga barang tertentu negeri ini jauh lebih murah atau justru melampaui mahalnya harga di negeri yang lain?
Lantas, dimana hebatnya Indonesia…?
Saya teringat pengalaman bercengkrama dengan beberapa teman maya yang asing sama sekali, saat ingin mencari tempat yang nikmat untuk menulis.
“Yang masih bersuasana pedesaan, Kawan, nanti saya pakainya visa pelajar, bolehlah…” ucap saya ke gadis muda yang berdomisili di Malaysia, yang langsung direspon saat itu juga.
“Ada di dekat sini, Bay, biaya hidupnya murah, cuma sekitar RM 6.000 perbulan… lengkap dengan suara jangkriknya…”
Murah? Cuma RM 6.000?
Pikiran saya langsung melayang, teringat bahwa di beberapa desa wilayah Jawa Tengah, uang sejumlah itu bukan hanya cukup untuk biaya hidup satu bulan saja, melainkan: SELAMA SATU TAHUN…!!!
Bahkan belum lama saya kembali membaca dari perbukitan Banjar, tentang mamah muda yang memposting penggunaan uang belanjanya untuk memborong lauk-pauk lengkap hari itu, ditambah dengan buah rambutan beberapa ikat, hanya dengan menghabiskan uang sebesar Rp. 10.000,- (yang jika di ibukota bahkan harga rambutannya saja menghabiskan sekitar Rp. 25.000,-).
Bagaimana dengan daya belinya, Bay?