Dari Tugas ke Tanggung Jawab; Lebih Penting Diselesaikan atau Dihidupi?
Oleh: A. Rusdiana
Semester Ganjil Tahun Akademik 2025/2026 menjadi momentum baru bagi dunia akademik di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Berdasarkan SE Rektor No. B.1611/Un.05.I.1/PP.009/08/2025 tentang Penyesuaian Perkuliahan dan Layanan Akademik, seluruh perkuliahan kini wajib menggunakan LMS (Learning Management System) dengan porsi 30% daring dan 70% luring. Administrasi akademik dilakukan melalui SALAM, sementara proses belajar diampu dengan sistem digital terpadu.
Di Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI), dosen mengajar lintas stratadari S1 Metode Penelitian hingga S2 Manajemen Sumber Daya Pendidikan dan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Hari ini (10 Oktober 2025), perkuliahan memasuki minggu ke-7, sesi Part 5 yang memfokuskan pada Laporan Kinerja dan Sistem Informasi Kesiswaan. Seluruh mahasiswa telah mengunggah tugas ke LMS: catatan kuliah, poster, artikel esai kedua di media, berita Disdik, dan Kompasiana.
Namun, data menunjukkan waktu unggah belum ideal---rata-rata lebih dari dua menit per mahasiswa. Ini menandakan lemahnya kolaborasi dan kontrol kerja antar-kelompok, meski otoritas sudah diberikan penuh kepada Ketua Kelompok dan Kosma (Koordinator Mahasiswa). Padahal mereka dibantu oleh empat asisten muda (tutor sebaya) yang baru lulus S2 dan tergabung dalam Tim Tech-In Semester Ganjil 2025.
Menariknya, dari situasi ini muncul kisah inspiratif: tiga mahasiswa kelas I/E dalam 24 jam mampu menjadi tutor sebaya lintas kelas dalam penyelesaian LMS. Kasus Nisa, misalnya, membuktikan bahwa ketika mahasiswa menyadari makna tanggung jawab, ia tidak menunggu instruksi ia bergerak karena panggilan kesadaran.
Dalam perspektif Islam, tanggung jawab adalah ruh dari amanah. Allah berfirman: "Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan memikulnya... dan dipikullah amanah itu oleh manusia." (QS. Al-Ahzab: 72). Ayat ini menegaskan bahwa manusia menerima tanggung jawab bukan karena perintah, melainkan kesadaran moral dan spiritual.
Dalam teori modern, hal ini selaras dengan Vygotsky (1978) tentang social learning belajar efektif terjadi ketika individu mengambil peran aktif dalam konteks sosial. Wenger (1998) melalui community of practice menegaskan bahwa tanggung jawab tumbuh ketika individu merasa menjadi bagian dari komunitas belajar.
Di dunia kerja, teori Job Demand--Job Resources (JD-R) menjelaskan bahwa work engagement meningkat ketika individu merasa memiliki tanggung jawab nyata terhadap hasil kerja, bukan hanya memenuhi permintaan formal.
Sayangnya, gap-nya masih terlihat: tugas akademik sering berhenti pada kewajiban administratif. Dosen memberi tugas individu tanpa melatih kerja kolektif. Mahasiswa mengumpulkan tugas, tapi belum memahami makna tanggung jawab ilmiah. Tujuan tulisan ini ialah menumbuhkan kesadaran kolaboratif, bahwa dari tugas yang dikerjakan dengan tanggung jawab akan lahir karakter ilmiah, kepemimpinan sosial, dan budaya akademik beradab. Berikut Lima Pilar Pembelajaran dari "Dari Tugas ke Tanggung Jawab":Â
Pilar Pertama-Niat: Menyadari Makna Amanah Ilmu; Setiap tugas akademik harus dimulai dari niat amanah. Mahasiswa yang menulis laporan bukan sekadar memenuhi instruksi dosen, tetapi menjaga kepercayaan ilmu. Dalam konteks kolaboratif, amanah berarti tidak membiarkan teman tertinggal. Tugas menjadi ladang untuk berbagi, bukan sekadar beban pribadi.
Pilar Ketiga-Integritas: Dari Kewajiban ke Keteladanan; Tanggung jawab sejati tidak membutuhkan pengawasan. Seorang Kosma atau Ketua Kelompok yang memeriksa tugas anggota tanpa disuruh, atau seorang asisten muda yang memantau LMS hingga malam, sedang menanam nilai integritas. Tanggung jawab lahir dari hati, bukan sekadar struktur.
Pilar Ketiga-Kolaborasi: Mengubah Tugas Jadi Kesempatan Belajar Bersama
 Kolaborasi ilmiah tidak terjadi karena pembagian kerja, tapi karena kesediaan untuk tumbuh bersama. Ketika mahasiswa saling membantu menyusun laporan, memberi umpan balik, atau berdiskusi di LMS, mereka sedang membangun community of practice. Di titik inilah tugas berubah menjadi ruang ibadah ilmiah.
Pilar Keempat-Kepemimpinan: Belajar Memimpin Tanpa Gelar; A. Rusdiana (2025) menegaskan bahwa asisten, ketua kelas, dan ketua kelompok adalah "pemimpin tanpa gelar." Mereka membimbing tanpa perintah dan menumbuhkan tanpa pamrih. Kepemimpinan semacam ini menumbuhkan etos tanggung jawab kolektif di mana setiap anggota merasa memiliki visi bersama.
Pilar Kelima-Keberkahan: Menyambung Ilmu dengan Adab; Ketika tugas dijalankan dengan tanggung jawab dan adab, hasilnya bukan sekadar nilai, tetapi keberkahan. Dalam Islam, ilmu yang bermanfaat lahir dari hati yang bersih. Kolaborasi yang dilandasi niat ibadah melahirkan keberkahan ilmu menjadi amal jariyah intelektual bagi siapa pun yang terlibat.
Kolaborasi akademik akan tumbuh kuat bila setiap mahasiswa memahami perbedaan antara tugas yang selesai dan tanggung jawab yang dihidupi. Tugas bisa dikumpulkan, tapi tanggung jawab membentuk karakter. Rekomendasi: 1) Dosen perlu menilai proses kolaborasi, bukan hanya produk akhir; 2) Mahasiswa perlu menumbuhkan kesadaran diri sebagai tutor sebaya bagi rekan-rekannya; 3) Kampus perlu mengembangkan sistem mentoring berbasis tanggung jawab sosial ilmiah, bukan hanya prestasi individu.
Ketika tugas berubah menjadi tanggung jawab, perkuliahan bukan lagi rutinitas administratif, melainkan perjalanan spiritual. LMS pun tak sekadar media digital, tetapi mihrab ilmiah tempat mahasiswa belajar amanah, adab, dan keberkahan. Dari sinilah lahir generasi pemimpin akademik sejati yang belajar bukan karena disuruh, tapi karena sadar bahwa ilmu adalah amanah. Wallahu A'lam.
Teaser (150 karakter):
Tugas bisa dikumpulkan, tapi tanggung jawab harus dihidupi. Dari sinilah kolaborasi tumbuh, bukan karena perintah, tapi karena kesadaran.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI