Literasi Digital: LMS Alat, atau Ekosistem Masa Depan yang Menantang?
Oleh: A. Rusdiana
Semester Ganjil Tahun Akademik 2025/2026 menjadi momentum baru bagi dunia akademik di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Berdasarkan SE Rektor No. B.1611/Un.05.I.1/PP.009/08/2025, seluruh kegiatan perkuliahan wajib menggunakan LMS dengan proporsi 30% daring dan 70% luring. Di Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI), seluruh mata kuliah seperti Metode Penelitian (S1), Manajemen Sumber Daya Pendidikan dan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (S2) diarahkan agar mahasiswa tidak sekadar "mengunggah tugas," tetapi berlatih profesionalisme akademik digital.
Namun, dari hasil monitoring perkuliahan perkulihan Minggu ke 6, waktu unggah ideal dua menit per mahasiswa belum tercapai. Kolaborasi antarkelompok, peran ketua kelompok, dan pengawasan Kosma masih lemah. Padahal, struktur akademik sudah melibatkan empat asisten muda lulusan S2 yang menjadi tutor LMS lintas kelas. Salah satunya, Anisa, baru saja berhasil memasukkan unggah naskah soal UTS yang saya tantang minggu kemaren, sebuah capaian sederhana namun bermakna besar dalam dunia pembelajaran digital. Memang tak salah tunjuk ?
Secara teoretik, konsep literasi digital sebagai ekosistem masa depan mengacu pada Job Demand and Job Resources Theory serta Community of Practice (Wenger, 1998) yang menekankan pentingnya kolaborasi dan pembelajaran sosial. Gap yang terjadi hari ini adalah lemahnya kolaborasi akademik lintas strata. Banyak dosen masih berorientasi tugas individu tanpa memberi teladan kolaboratif. Tulisan ini bertujuan menunjukkan bagaimana literasi digital bukan sekadar kompetensi teknis, tetapi ekosistem tumbuhnya self-leadership dan etos kolaboratif menuju Indonesia Emas 2045. Berikut, Lima Pilar Literasi Digital sebagai Ekosistem Masa Depan:Â
Pertama: Disiplin Digital: Pondasi Etika Akademik, Kedisiplinan di LMS bukan sekadar mengerjakan tugas tepat waktu, tetapi bentuk digital integrity. Mahasiswa yang tekun mengisi absen, mematuhi etika unggah, dan menyelesaikan instruksi dosen sedang melatih tanggung jawab profesional. Kasus Anisa, yang dipercaya mengelola akun LMS dosen dan berhasil menyusun soal UTS, menunjukkan bentuk trust-based learning sebuah latihan kepemimpinan digital yang tumbuh dari disiplin.
Kedua: Kolaborasi Inter-Strata: Tutor Sebaya dan Asisten Muda; Fenomena tiga mahasiswa kelas I/E yang dalam 24 jam menjadi tutor sebaya lintas kelas menunjukkan potensi social learning (Vygotsky, 1978). LMS menjadi ruang di mana peran formal (dosen, tutor, mahasiswa) bersilangan secara alami. Inilah bentuk ekosistem yang sehat: yang mahir membimbing yang belum paham. Kolaborasi ini menumbuhkan soft skills global berupa komunikasi, empati, dan kemampuan memecahkan masalah secara kolektif.
Ketiga: Integrasi Teknologi dan Kepemimpinan; LMS adalah miniatur dunia kerja digital. Mahasiswa yang terlibat aktif dalam pengelolaan platform ini belajar tentang project management, keamanan data, dan efisiensi waktu. Pengalaman teknis seperti input soal, validasi presensi, dan pengawasan submission adalah latihan kepemimpinan berbasis data sejalan dengan kebutuhan dunia industri 4.0 yang menuntut data-driven decision making.
Keempat: Â Publikasi dan Branding Akademik; Aktivitas seperti Catatan Kuliah Poster (CKP), esai Kompasiana, atau berita akademik di portal pendidikan adalah bagian dari literasi digital tingkat lanjut. Mahasiswa tidak hanya menjadi konsumen pengetahuan, tetapi produsen ide. Publikasi digital memberi academic branding bagi individu sekaligus memperkuat reputasi institusi. Literasi digital yang hidup akan menciptakan jejaring pengetahuan yang produktif.
Kelima: Keamanan dan Etika Siber; Dalam ekosistem digital, literasi tidak cukup hanya mahir teknologi---tapi juga aman dan beretika. Mahasiswa perlu memahami hak cipta, privasi data, serta cara berinteraksi secara profesional di ruang digital. Tanpa kesadaran etis ini, kompetensi digital bisa berubah menjadi ancaman sosial. Karena itu, setiap kegiatan LMS harus menjadi sarana membangun digital citizenship yang bertanggung jawab.