Soft Skills Global vs Otoritas: Siapa Pemimpin Sebenarnya?
Oleh: A. Rusdiana
Semester Ganjil Tahun Akademik 2025/2026 menjadi momentum reflektif bagi dunia akademik. Di Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI), kegiatan perkuliahan dari Metode Penelitian di S1 hingga Manajemen Sumber Daya Pendidikan dan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan di S2 diarahkan untuk membangun riset mini dan pengabdian nyata kepada lembaga pendidikan Islam. Pada 10 Oktober 2025, sesi kelima perkuliahan menyoroti topik Sistem Informasi Manajemen Kesiswaan. Tugas-tugas seperti Catatan Kuliah, Poster, dan Esai telah disubmit ke LMS, namun waktu penyampaian yang ideal (2 menit/mahasiswa) belum terpenuhi. Lebih jauh lagi, masih ada yang mengirim tugas masih ada yang ngaco belum sesuai Templet/sistem yang ditentkan. Tidak terkontrol oleh semuanya Ketua Kelompok-PJ-dan Kosma serta warga Kelas III/d. saya sebut “semua pada tidur yah”.
Fakta ini menunjukkan lemahnya koordinasi dan kolaborasi antar kelompok, meski peran ketua kelompok, KOSMA, dan PJ kelas sudah diberikan sepenuhnya. Fenomena ini menyingkap satu isu penting: kepemimpinan tanpa otoritas. Dalam konteks akademik, kemampuan mengatur, memotivasi, dan menginspirasi teman sejawat tanpa mengandalkan posisi formal adalah ujian sesungguhnya dari soft skills global.
Konsep ini sejalan dengan teori Job Demand–Job Resources (JD-R) yang menekankan pentingnya sumber daya sosial dan emosional dalam meningkatkan work engagement. Selain itu, Etienne Wenger melalui community of practice menegaskan bahwa pembelajaran efektif lahir dari kolaborasi dan partisipasi aktif dalam komunitas. Demikian pula, Vygotsky dengan teori social learning-nya mengingatkan bahwa pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial yang bermakna. Islam sendiri telah menegaskan prinsip ini: “Apabila suatu pekerjaan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, tunggulah kehancurannya.” (HR. Bukhari).
Masih banyak dosen yang sekadar memberi tugas tanpa membimbing riset dan penulisan ilmiah, padahal keteladanan adalah inti pendidikan. Artikel ini bertujuan mengelaborasi pentingnya soft skills global dan kepemimpinan kolaboratif sebagai fondasi kepemimpinan akademik yang bermartabat dan berdaya saing global. Berikut Lima Pilar Pembelajaran dari Kepemimpinan Tanpa Otoritas:
Pilar Pertama: Belajar Memfasilitasi, Bukan Mendominasi; Kepemimpinan tanpa otoritas menuntut kemampuan memfasilitasi alur komunikasi dan kerja kelompok. Dosen berperan sebagai enabler, bukan penguasa ruang belajar. Mahasiswa dilatih untuk mendengar dan menegosiasi, bukan sekadar berbicara. Ketika seorang ketua kelompok mampu menuntun tanpa memerintah, maka budaya kepercayaan dan tanggung jawab sosial tumbuh alami.
Pilar 2: Kolaborasi Sebagai Kompetensi Global; Di era industri 4.0, kolaborasi lintas disiplin dan budaya menjadi soft skill utama. Dalam konteks MPI, kerja sama antar mahasiswa dalam menyiapkan laporan kinerja dan riset mini adalah cermin kesiapan mereka menghadapi dunia kerja. Kolaborasi mengajarkan pentingnya empati, koordinasi, dan komunikasi lintas peran inti dari global mindset.
Pilar Ketiga: Refleksi dan Akuntabilitas Diri; Setiap pemimpin sejati memulai dari diri sendiri. Ketua kelompok atau KOSMA yang reflektif mampu menilai kinerja timnya tanpa menyalahkan. Akuntabilitas bukan hanya soal laporan, tapi komitmen untuk terus belajar dari proses. Inilah bentuk leadership by influence, bukan leadership by control.