Kalender Merah, Akal Sehat Tetap Menyala: Kok Bisa?
Oleh: A, rusdiana
Setiap tahun, bangsa kita memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dengan beragam tradisi, mulai dari pengajian, doa bersama, hingga kajian-kajian tematik. Peringatan ini bukan hanya ritual keagamaan, tetapi juga momentum spiritual untuk meneladani konsistensi Nabi dalam berdakwah. Namun, ada satu pengalaman menarik yang justru lahir dari ruang akademik: seorang mahasiswa bertanya, “Prof, Jumat ini kita ada jadwal kuliah, tapi bertepatan dengan tanggal merah Maulid Nabi. Apakah kelas otomatis libur?”
Pertanyaan sederhana ini membuka ruang refleksi lebih dalam: apakah hari libur nasional otomatis berarti libur intelektual? Kalender boleh saja berwarna merah, tetapi apakah pikiran dan proses belajar juga harus berhenti?
Libur Formal, Bukan Libur Akal Sehat
Saya menjawab dengan lugas: kalender boleh merah, tapi akal sehat jangan ikut berhenti. Pembelajaran tidak harus dibatasi ruang fisik atau tatap muka di kelas. Forum daring, diskusi kelompok, atau kajian mandiri tetap bisa berjalan. Inilah makna penting dari konsistensi intelektual: belajar bukan kegiatan musiman, tetapi proses berkesinambungan.
Jika Nabi Muhammad SAW tidak pernah berhenti berdakwah meski menghadapi rintangan, maka dunia akademik pun seharusnya tidak berhenti hanya karena ada tanggal merah. Justru di situlah kita diuji: apakah belajar hanya dipahami sebatas rutinitas jadwal, ataukah benar-benar menjadi bagian dari gaya hidup intelektual?
Realitas Lapangan: Antara Formalitas dan Konsistensi
Faktanya, sebagian mahasiswa masih menunggu kepastian teknis. Ada yang bertanya lewat grup, ada pula yang bahkan belum punya grup kelas untuk koordinasi. Dalam kasus yang saya alami, seorang mahasiswa menghubungi saya untuk memastikan kelas tetap berjalan. Saya arahkan agar mereka membuat grup kelas, mengoordinasikan dengan teman-teman dari sesi lain, serta mendalami materi esei argumentatif dari kuliah sebelumnya.
Di sisi lain, mahasiswa dari kelas lain justru japri (jalur pribadi) karena belum memiliki wadah komunikasi yang jelas. Pada akhirnya, saya tetap melayani, mendampingi, bahkan hingga larut malam. Tugas administrasi akademik, termasuk urusan absensi di LMS, baru bisa saya tuntaskan menjelang tengah malam. Artinya, meskipun kalender menandai libur, pelayanan akademik tetap berjalan bahkan lebih intensif.