Gapura Panca Waluya: Model Daerah Endure Meneguhkan Budaya Sunda di Era 5.0
Oleh: A. Rusdiana
Revolusi Industri 5.0 dan bonus demografi 2030 dapat melipatgandakan kesejahteraan Jawa Barat atau, jika lalai, memutus tali tradisi. Lima pilar Wicara, Wiyata, Wira, Wahana, Waluya menyatukan komunikasi, pembelajaran, kepemimpinan, ruang kreasi, dan kesejahteraan sehingga budaya menjadi sumber daya terbarukan. Survei 2024 menunjukkan 62 % guru masih terjebak pada kognitif semata; dimensi afektif, psikomotorik, dan ekologis diabaikan. Â Gapura Panca Waluya adalah model pendidikan berbasis kearifan lokal yang dikembangkan di Jawa Barat, dengan tujuan untuk membentuk generasi yang sehat, baik, benar, pintar, dan cekatan (cageur, bageur, bener, pinter, singer). Konsep ini mengusung lima pilar utama yang bersumber dari budaya Sunda dan berupaya meneguhkan nilai-nilai lokal dalam pendidikan.
Tujuan Penulisan ini, Menguraikan lima nilai edukasi Panca Waluya sebagai kompas Kurikulum Cinta & Deep Learning, sekaligus menyalakan semangat Harkitnas ke-117 "Bangkit Bersama Wujudkan Indonesia Kuat". berikut Pembahasan Lima Nilai Edukasi Panca Waluya:
Pertama: Wicara (Enable); Literasi multibahasa dan kecakapan digital dipadukan. Guru memfasilitasi dialog Sunda--global melalui podcast, forum daring, dan AI-translator. Murid merasa "dimampukan" memahami akar budaya sambil menembus batas lintasnegara. Semangat Harkitnas persatuan dalam keberagaman terjadi nyata karena komunikasi inklusif mengikis sekat sosial-ekonomi.;
Kedua: Wiyata (Empower); Kurikulum Cinta menempatkan kasih sayang sebagai ekosistem belajar; Deep Learning menuntut refleksi dan kreasi. Modul tematik Jaipong-AR mendorong siswa mengeksplor gerak, sejarah, dan ekonomi kreatifnya. Mereka diberdayakan merancang prototipe gim budaya, memperoleh royalti mikro, dan menularkan kebanggaan lokal ke jejaring global.
Ketiga: Wira (Empower); Pilar Wira menekankan kepemimpinan berbasis layanan. Program "Desa Mentor" mempertemukan mahasiswa edutech dengan karang taruna untuk co-founding startup agrikultur-budaya. Tiga tujuan Harkitnas---kesadaran kebangsaan, kemandirian, gotong royong menjadi kompetensi kepemimpinan muda: berani ambil risiko, berbagi sumber daya, dan menjaga bumi Pasundan.
Keempat: Wahana (Endure); Ruang ekspresi fisik dan virtual lahir: sanggar terbuka di balai desa terhubung studio XR mobile. Tarian Jaipong dan pantun Cianjuran hadir di aplikasi realitas tertambah membuat generasi Z "bermain sambil melestarikan". Pendekatan ini meneguhkan keberlanjutan budaya sekaligus membuka pasar kreator digital lokal.
Kelima: Waluya (Endure); Kesejahteraan holistik dicapai saat budaya, ekonomi, dan ekologi bertemu. Royalti konten budaya masuk dompet digital warga; sebagian dialihkan ke dana konservasi hutan adat. Identitas tumbuh seiring pendapatan, melahirkan ketahanan sosial-ekologis yang sejalan dengan prinsip Society 5.0 "human-centred, technology-driven".
Gapura Panca Waluya menunjukkan bahwa cinta sebagai nilai dan metode dapat "enable, empower, endure" budaya Sunda di tengah disrupsi teknologi. Para pemangku kepentingan perlu: (1) memasukkan lima pilar ke RPP & LMS daerah, (2) menggelar inkubator edutech-budaya terpadu sekolah-desa-startup, (3) menyediakan dana matched-funding untuk konten AR/VR lokal, dan (4) menilai kesuksesan bukan hanya nilai ujian, melainkan dampak sosial-ekologi.