Mohon tunggu...
Ahmad Said Widodo
Ahmad Said Widodo Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Purwakarta dan Kabupaten Purwakarta

26 Mei 2021   11:11 Diperbarui: 30 Oktober 2022   17:17 3929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahun 1628, Sultan Agung Hanyokrokusumo mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Tumenggung Sura Agul-agul dan Tumenggung Bahurekso dibantu oleh Adipati Ukur, Kyai Ronggo, Tumenggung Manduro Rejo dan Tumenggung Uposonto. Adipati Ukur juga dibantu oleh 9 (sembilan) orang umbul.

Pada tahun 1629, Sultan Agung Hanyokrokusumo mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Kyai Adipati Juminah, Kyai Adipati (Pangeran) Purboyo dan Kyai Adipati (Pangeran) Puger dibantu oleh Kyai Adipati Sumenep, Tumenggung Singoranu, Tumenggung Madiun, Raden Ario Wironotopodo, Adipati Ukur dan Warga.

Untuk menghambat perluasan wilayah kekuasaan Kompeni (VOC), Sultan Agung mengutus Bupati Galuh (Ciamis), R.A.A. Wirasuta yang bergelar Adipati Panatayuda (Adipati Kertabumi III), agar segera memasuki, menduduki dan menguasai daerah Rangkas Sumedang (sebelah Timur Sungai Citarum). Daerah ini dimaksudkan sebagai Siti Negara Gung Bongas Kilen dengan membangun benteng-benteng pertahanan di daerah Adiarsa, Kutatandingan, Parakansapi, Rangkas Sumedang, Tanjungpura, Teluk Jambe dan Tunggak Jati agar terdapat daerah penyangga (demarkasi, buffer) antara kekuasaan VOC dengan Kesultanan Mataram. Setelah mendirikan benteng-benteng tersebut Adipati Panatayuda (Adipati Kertabumi III) kemudian kembali ke Galuh hingga wafatnya. Karawang dinamakan demikian mungkin karena kondisi daerahnya berawa-rawa. Pemerintahan selanjutnya dipimpin oleh para bupati keturunan dari Adipati Panatayuda (Adipati Kertabumi III) dan keturunan bupati-bupati Bogor.

Piagam Pelat Kuningan Kandangsapi Gede adalah suatu piagam dari raja Mataram (Sultan Agung Hanyokrokusumo) untuk Pangeran Rangga Gede dari Sumedang. Berikut ini transliterasi lengkap atas naskah aslinya dalam bahasa Jawa yang berbunyi sebagai berikut:

"Penget ingkang piagem Ka(ng)djeng ing Ki Rangga Gede ing Soemedang kagadehaken ing Si Astrawadana. Milane soen gadehi piagem, soen kongkon angraksa kagengan Dalem siti nagara-goeng, kilen wates Tjipami(ng)kis, wetan wates Tjilamaja, sirta soen kon anoenggoni loemboeng, isinipoen pari limang takes poe(n)djoel tiga welas djait. Wondening pari sinamboet dening Ki Singapra(ba)sa. Basa kala tan angrawahi piagem, lagi lampahipoen Ki Joedabangsa, kaping kalih Ki Wangsataroena. Ingkang potoesan Ka(ng)dje(ng) Dalem ambakta tata titijang kalih ewoe; Wadananipoen Ki Singaprabangsa, kalih Ki Wirasaba, kang dipoen wadanakaken ing manira. 

 

Sasangpoen katampi dipoen prenahaken ing Waringinpitoe lan ing Ta(n)djoe(ng)poera. Angraksa siti goeng boengas kilen. Kala noelis piagem ing dina Rebo tanggal ping sapoeloeh, sasi Moeloed taoen Alip. Kang anoelis piagem manira Anggaprana. ti. ti. I segi patoen, kang dipoen oetang ini loekoenkang."

         

Sementara terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagai berikut:

"Perhatian, ini adalah piagam dari Kangjeng (Paduka Sultan Agung) kepada Ki Rangga Gede di Sumedang yang diserahkan kepada Si Astrawadana. Sebabnya maka kuserahi piagam, ialah karena kutugasi menjaga tanah Negara Agung milik Paduka, di sebelah barat berbatas sungai Cipamingkis, di sebelah timur berbatas sungai Cilamaya dan kutugasi menunggui lumbung padi, yang isinya padi lima takes lebih tiga belas jait. Adapun padi tersebut diterima oleh Ki Singaprabangsa. Tatkala kuserahi piagam ini, Ki Yudabangsa sedang dalam perjalanan berdua dengan Ki Wangsataruna. Yang diutus oleh Kangjeng Dalem (Paduka) untuk pergi dengan membawa serta 2.000 (duaribu) orang; (Yang diangkat menjadi) wedananya adalah Ki Singaprabangsa dengan Ki Wirasaba, yang dijadikan wedana di sana.

Sesudah (piagam ini) diterima kemudian mereka berdua ditempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura. Tugasnya adalah menjaga tanah Negara Agung di sebelah barat. Saat piagam ini ditulis pada hari Rabu tanggal 10 Mulud (Rabi'ul 'Awwal) tahun Alip (Alif = 1). Yang menulis piagamnya, Anggaprana. Selesai."

Pendapat R.D. Asikin Widjaja Koesoema sebagai berikut:

"Titimangsa taun Alip urang saluyukeun jeung panetepan Dr. Brandes, nya eta taun Masehi 1633 (tingali Tyds. Taal-, Land- en Volkenkunde XXXII, kaca 353-355). Jadi sanes taun 1656, saperti pamanggihna Dr. de Haan, Priangan III-Commentaren kaca 158; Staten en Tabellen kaca 912). Anu jadi sabab musababna ku kuring parantos didadarkeun dina Tyds. Taal-, Land- en Volkenkunde LXXVII 1937, Afl. 2 kaca 188-200, dina artikel "De stichting van het regentschap Krawang en Krawangs eerste regent". (Ngadegna Kabupaten  Karawang jeung bupati Karawang anu munggaran)."

Artinya adalah :

"Titimangsa tahun Alip kita sesuaikan dengan penetapan Dr. Brandes, yaitu tahun Masehi 1633 (lihat Tyds. Tall-, Land- en Volkenkunde XXXII halaman 353-355). Jadi bukan tahun 1656 seperti penemuan Dr. de Haan, Priangan III-Commentaren halaman 158; Staten en Tabellen halaman 912). Yang menjadi sebab-sebabnya oleh Penulis sudah dijelaskan dalam Tyds. Tall-, Land- en Volkenkunde LXXVII 1937, Afl. 2 halaman 188-200, dalam artikel : "De stichting van het Regentschap Krawang en Krawangs eerste Regent." (Berdirinya Kabupaten  Karawang dan bupati Karawang yang pertama)."

Kalau dilihat dari tanggal ditulisnya Piagam Pelat Kuningan Kandangsapi Gede, hari / dina Rebo, tanggal / ping Sapuluh, bulan / sasi Mulud, tahun / taun Alip, Brandes menganalisa tanggal 14 September 1633 Masehi. Sehingga hari jadi Karawang jatuh pada 'dina Rebo, tanggal ping Sapuluh, sasi Mulud, taun Alip'. Dimana 1 Sura tahun ini jatuh pada hari Jumat Legi, 1 Sapar jatuh pada hari Minggu Legi, 1 Mulud jatuh pada hari Senin Kliwon sehingga tanggal 10 Mulud tahun ini jatuh pada hari Rabu Wage, adapun tahunnya adalah Caka 1555 bertepatan dengan nama 'windu Kuntara'. Jadi hari jadi Kabupaten  Karawang adalah:

Tanggal Masehi: 14 September 1633, Rabu Budha

Tanggal Jawa: 10 Mulud 1555, Rebo Wage

Tanggal Hijriah: 10 Rabi'ul 'Awwal 1043, Arba'a

Dina, Pasaran: Rebo, Wage

Windu, Lambang: Kuntara, Langkir

Warsa: Alip

Wuku: Warigagung

Mangsa: Katiga-Manggasri (25/08 s/d 17/09)

Sumber lainnya adalah pada R.D. Asikin Widjaja Koesoema De stichting van het Regentschap Krawang en Krawangs eerste Regent. Overgedrukt uit het Tijdschrift voor Indische Tall-, Land- en Volkenkunde TBG Deel LXXVII - Jaarg. 1937 - Afl. 2. Petikan dalam bahasa Jawa yang berbunyi sebagai berikut:

"Penget lajang ingsoen Singaprabangsa katjekel dening Ki Astrawadana kalajan Ki Wanajoeda; mila manira katjekel lajang sawijos manira (k)ang  djoepoet pari kagengan Soesoehoena(n), kang kagadeh dening Ki Rangga Soemedang, loemboeng Kalapa doewa kang tinoe(ng)goe dening Ki Astrawadana kalih Wanajoeda.

Isine kang manira djoepoet pari limang ta(ng)kes poe(n)djoel tiga welas djai bobot, arawahe Ki Joedabangsa. Titi. Kala noelis ing dina Djamaat, ta(ng)gal pisan, sasi Moekaram, taoen Alip."

 

"Nawala piagem ing Kangdjeng Soesoehoenan, kagadoeh dene si Oewa Arya Wiraradja, i Soemedang. Karaning angadoeh lajang piagem, dening soen oelihaken maring Soemedang; sarta soen gadoehi wong, kehe wong lima welas, kang metoe saking Mataram wong lilima, kang saka Soemedang wong sapoeloeh. Ikoe ta sanak prasanake miwah anak poetoene adja'na noekarta noekarta. 

Taha jen anaha noekartaha, de-palaksanaha ing nagara ing kangdjeng Soesoehoenan i paseban Kidoel. Kaja-boeta-prang-ing-ratoe: 1553; sirah tiga tenggek lima. Titi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun