Mohon tunggu...
Ahmad Said Widodo
Ahmad Said Widodo Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Purwakarta dan Kabupaten Purwakarta

26 Mei 2021   11:11 Diperbarui: 20 Juli 2024   07:22 3929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Universiteit Leiden Libraries

Beberapa sumber sejarah menunjukkan, bahwa kota Purwakarta dibangun sebagai ibukota kabupaten . Kota itu berasal dari lahan kosong yang sebagian besar berupa hutan wilayah Sindangkasih. Kota Purwakarta diresmikan setelah di sana dibangun infrastruktur untuk jalannya pemerintahan, paling tidak pendopo kabupaten. Arti kata 'Purwakarta' menunjukkan, bahwa ibukota baru Kabupaten Karawang itu baru diberi nama Purwakarta, setelah kota itu mulai menunjukkan perkembangan, baik aspek fisik maupun aspek kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu sulit dipercaya apabila kota Purwakarta dan pendopo selesai dibangun dalam waktu 5 (lima) hari (02-07 Mei 1830) dan pemberian nama Purwakarta terjadi tanggal 07 Mei 1830.

Tanggal-tanggal yang disebutkan dalam versi tersebut, tidak ditemukan dalam sumber sejarah, baik secara tegas tersurat (explicit) maupun secara halus tersirat (implicit). Hal ini menunjukkan versi hari jadi Purwakarta tersebut tidak sesuai dengan ketentuan memilih tanggal hari jadi. Pemilihan tanggal dalam versi itu lebih cenderung didasarkan pada subjektif-emosional, bukan objektif-rasional. Oleh karena itu dari sisi sejarah, khususnya kaidah bentuk sumber versi tersebut tidak dapat diterima sebagai sumber acuan hari jadi Purwakarta.

Menurut Ahmad Said Widodo, Djoenaedi Abdoelkadir Soemantapoera sudah melakukan sesuatu hal yang sangat baik dengan melakukan penelitian ilmiah bidang sejarah, khususnya Sejarah Purwakarta, seperti pernyataannya pada bukunya yang berjudul "Sejarah Purwakarta I: Dari Karawang ke Purwakarta Lewat Wanayasa (1633-1942)" dalam Riwayat Penulis pada halaman 234 tertulis:

"......... 2. Pengalaman / Pekerjaan ......... (6) Mulai tahun 1958-1989, mengadakan penelitian Sejarah Purwakarta, mengunjungi Museum Gajah di Jakarta, Arsip Nasional di Pasar Minggu, Jakarta, meneliti naskah-naskah yang ada di tempat itu ........."

Juga pada buku karyanya yang lain yang berjudul "Hari Jadi Purwakarta 07 Mei 1830 M." Dalam Kata Pengantar pada halaman (v) tertulis:

"Sejak tahun 1957, Penulis mengadakan penelitian ilmiah mencari Hari Jadi Purwakarta. Metode riset yang Penulis pakai, sehingga dapat menentukan Hari Jadi Purwakarta, sebagai berikut: a. Mengunjungi Gedung Arsip Nasional di Jl. Gajah Mada, Jakarta (sekarang pindah ke Pasar Minggu). Yang tersedia arsip-arsip sejak jaman penjajahan Belanda, sampai tahun 1860 dan Musium Gedung Gajah di Jakarta dan Musium Sri Baduga di Bandung ......... ".

Hal ini bagi Ahmad Said Widodo adalah sesuatu yang sangat hebat dan luar biasa, bahwa seseorang begitu peduli terhadap sejarah yang nota bene adalah sejarah kota atau kabupatennya sendiri dan pada saat orang lain begitu acuh tak acuh. Beliau melakukannya secara intens dalam kurun waktu 1957-1958 sampai dengan 1989. Namun sayang sebagaimana dinyatakannya soal hari jadi Purwakarta, nampaknya ada banyak hal yang dilewatkannya, antara lain kalau benar beliau selama 1957-1958 hingga 1989 mengunjungi Arsip Nasional sebagaimana dituturkannya:

".......... Arsip Nasional di Pasar Minggu, Jakarta, meneliti naskah-naskah yang ada di tempat itu ........." kemudian ".......... Mengunjungi Gedung Arsip Nasional di Jl. Gajah Mada, Jakarta (sekarang pindah ke Pasar Minggu). Yang tersedia arsip-arsip sejak jaman penjajahan Belanda, sampai tahun 1860 ......... ",

maka semestinya beliau sudah menemukan bukti-bukti fisik otentik seputar Sejarah Purwakarta maupun hari jadi Purwakarta, jauh sebelum orang lain mencari dan menemukannya. Dalam penulisannya beliau terlalu banyak terpengaruh oleh pendapat Hoessein Djajadiningrat dan R. Soekanto, sementara dalam kesempatan-kesempatan lain, seakan-akan pendapat atau hipotesanyalah yang paling benar sementara pendapat atau hipotesa orang lain adalah salah besar. Demikian pula dalam buku-buku karyanya banyak sekali hal-hal yang harus diperbaiki atau diluruskan.

Namun setelah Ahmad Said Widodo meneliti manuskrip-manuskrip atau naskah-naskah lainnya, diantaranya adalah karya yang diberi judul "Babad Wanayasa" karya dari Moehammad Moekri di Wanayasa yang ditulis dalam huruf Arab dan berbahasa Sunda (huruf Pegon atau huruf Jawi) serta ditransliterasikan atau diterjemahkan oleh cucunya yang bernama Grah Nurbudi (Ayi), maka Ahmad Said Widodo berkesimpulan, bahwa Djoenaedi Abdoelkadir Soemantapoera mendasarkan bukunya pada karya naskah "Babad Wanayasa" ini secara utuh bahkan tanpa pernah sedikit pun mencantumkannya sebagai sumber referensi maupun nama Penulis aslinya sebagai narasumber.

Di samping itu, Ahmad Said Widodo berkesimpulan pula, bahwa semestinya versi ini lebih layak disebut sebagai versi Moehammad Moehri daripada disebut versi Djoenaedi Abdoelkadir Soemantapoera karena hingga saat ini belum ditemukan naskah yang lebih tua usianya dibandingkan naskah karyanya tersebut. Menurut pendapat beberapa kalangan, sebagai berikut:

"......... Oleh karena itu sulit dipercaya apabila kota Purwakarta dan pendopo selesai dibangun dalam waktu 5 (lima) hari (02-07 Mei 1830) dan pemberian nama Purwakarta terjadi tanggal 07 Mei 1830."

Ini menandakan, bahwa tidak teliti dan tidak jeli membaca buku karya Djoenaedi Abdoelkadir Soemantapoera. Di dalam buku sumber tersebut terdapat kalimat:

"......... bahwa ibukota Kabupaten Karawang harus dipindahkan dari Wanayasa ke sebelah Utara dimana terdapat sebuah kolam (situ) dan di sanalah harus didirikan kabupaten. Kabupaten itu sendiri dibuat pada tahun 1829 sebelum pindah dari Wanayasa ke Purwakarta. ........."

Semestinya mereka tidak serta merta apriori seratus persen terhadap pendapat atau hipotesa Djoenaedi Abdoelkadir Soemantapoera yang meskipun terkesan subjektif-emosional, namun toh dalam kajian sejarah mestinya pendapat atau hipotesa orang lain harus tetap dihargai dan dihormati.

Menurut Ny. Ojamah Soedarna TM, melalui beberapa paparan dalam berbagai kesempatan, bahwa kepindahan ibukota Kabupaten Karawang dari Wanayasa ke Purwakarta oleh Bupati R.A.A. Soeriawinata (Dalem Shalawat) menurutnya adalah tanggal 23 Agustus 1830 berdasarkan perkiraan yang dianalogikan, bahwa kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dimana di sini angka-angka yang muncul adalah: 17 -- 08 -- 1945, 17 (tujuh belas) adalah angka keramat karena bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam, di mana kitab sucinya adalah Al Quran yang ayat pertamanya diturunkan pada malam 17 Ramadhan, sementara di dalam rukun Islam yang ke-2, yaitu shalat wajib (fardlu) ada 17 (tujuh belas) kali rakaat dan dengan 17 (tujuh belas) kali membaca Surat Al Fatihah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun