Pendahuluan
Pemilihan Umum atau disingkat Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden serta untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Adapun Peserta Pemilu adalah partai-partai politik untuk Pemilu anggota DPR, anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota dan perseorangan untuk Pemilu anggota DPD serta pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Hal ini dengan tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pada Bab VIII B Pasal 22 E:
- Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali.
- Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
- Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
- Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.
- Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.
Ayat (1) merupakan asas penyelenggaraan Pemilu, ayat (2), merupakan jenis Pemilu, ayat (3) dan (4) merupakan peserta-peserta Pemilu, ayat (5) merupakan lembaga negara yang menyelenggarakan Pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan ayat (6) merupakan penekanan bahwa setiap Pemilu diatur dalam Undang-Undang dan peraturan perundang-undangannya lainnya, terutama Peraturan KPU.
Sejarah Pemilu di Indonesia
Sebagaimana kita ketahui bersama Pemilu telah diselenggarakan beberapa kali setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
Pemilu Legislatif
Pemilu Legislatif pada masa Orde Lama:
- Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955 dan diikuti oleh 39 partai politik dan individu.
- Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955 dan diikuti oleh lebih dari 39 partai politik dan individu.
Pemilu Masa Orde Baru:
- 5 Juli 1971 diikuti oleh 9 partai politik dan 1 golongan karya.
- 2 Mei 1977 diikuti oleh 2 partai politik dan 1 golongan karya.
- 4 Mei 1982 diikuti oleh 2 partai politik dan 1 golongan karya.
- 23 April 1987 diikuti oleh 2 partai politik dan 1 golongan karya.
- 9 Juni 1992 diikuti oleh 2 partai politik dan 1 golongan karya.
- 29 Mei 1997 diikuti oleh 2 partai politik dan 1 golongan karya.
Pemilu Masa Orde Reformasi:
- 7 Juni 1999 diikuti oleh 48 partai politik.
- 5 April 2004 diikuti oleh 24 partai politik.
- 9 April 2009 diikuti oleh 38 partai politik dan 6 partai politik lokal Nanggroe Aceh Darussalam.
- 9 April 2014 diikuti oleh 12 partai politik dan 3 partai politik lokal Nanggroe Aceh Darussalam.
- 17 April 2019 diikuti oleh 16 partai politik dan 4 partai politik lokal Nanggroe Aceh Darussalam.
Pemilu Presiden
- Pemilu Presiden Indonesia 2001 dipilih dan ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tanggal 23 Juli 2001.
- Pemilu Presiden Indonesia 2004:
- Pemilu putaran pertama diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 dan diikuti oleh 5 pasangan calon.
- Pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004 dan diikuti oleh 2 pasangan calon.
- Pemilu Presiden Indonesia 2009 diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2009 dan diikuti oleh 3 pasangan calon.
- Pemilu Presiden Indonesia 2014 diselenggarakan pada tanggal 9 Juli 2004 dan diikuti oleh 2 pasangan calon.
- Pemilu Presiden Indonesia 2019 diselenggarakan pada tanggal 17 Juli 2004 dan diikuti oleh 2 pasangan calon.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada)
Dasar hukumnya adalah sebagai berikut:
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di dalamnya menyatakan, bahwa Pemilihan Kepala Daerah merupakan bagian dari Otonomi Daerah, maka istilahnya Pemilihan Kepala Daerah atau disingkat Pilkada sehingga disebut sebagai rezim Otonomi Daerah.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, di dalamnya menyatakan, bahwa Pemilihan Kepala Daerah bukan lagi bagian dari Otonomi Daerah melainkan bagian dari Pemilihan Umum. Oleh karena itu penyelenggaraannya sudah langsung di bawah koordinasi KPU secara nasional dan istilah Pilkada kemudian diubah menjadi Pemilihan Umum Kepala Daerah atau disebut Pemilukada yang merupakan rezim Pemilihan Umum.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu tidak lagi disebut dengan Pemilu Kepala Daerah tetapi disebut dengan Pemilihan Gubernur, Pemilihan Bupati atau Pemilihan Walikota karena dalam Undang-Undang ini disebutkan, bahwa gubernur, bupati dan walikota dipilih secara demokratis. Sehingga bukan disebut sebagai kepala daerah tetapi disebut langsung jabatannya yaitu gubernur, bupati atau walikota. Oleh sebab itu kemudian KPU menggunakan istilah Pemilihan Gubernur, Bupati atau Walikota.
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang
Ada perbedaan sangat mendasar soal penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum dari keduanya. Pilkada di bawah rezim Otonomi Daerah, penyelesaiannya menjadi kewenangan Mahkamah Agung (MA), sedangkan Pemilukada (kemudian disebut Pemilihan Gubernur, Bupati atau Walikota) di bawah rezim Pemilihan Umum, penyelesaiannya menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemilihan untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota diselenggarakan pada tahun 2005, 2006, 2007, 2008, 2010, 2011, 2012 dan 2013. Kemudian ada Pilkada Serentak pada tahun 2015, 2017, 2018 dan 2020 serta Pilkada Serentak secara nasional pada tahun 2024 dimana Pilkada ini tidak lagi dipilih oleh rakyat secara langsung melainkan dipilih oleh para wakil rakyat yang duduk sebagai anggota DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten dan DPRD Kota.
 Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019
Pada Pemilu 2019 kali ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya. Mengapa? Pada Pemilu 2019 Pemilu Presiden digabungkan dengan Pemilu Legislatif berbeda jika dibandingkan dengan Pemilu 2004, 2009 dan 2014.Â
Penulis ingin sedikit mereview beberapa hasil Quick Count dari beberapa lembaga survey atas Hasil Penghitungan Perolehan Suara pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang datanya diperoleh dari Form Model C1-PPWP Plano Catatan Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tempat Pemungutan Suara Dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dan/atau dari Form Model C1-PPWP Sertifikat Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tempat Pemungutan Suara Dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Sepintas dari hasil quick count ini tidak terpaut terlalu jauh, sebagaimana berikut ini:
No.
Lembaga Survey
#01
#02
Jumlah
1
Saiful Mujani Research and Consulting
54.85%
45.15%
97.72%
2
Indikator Politik Indonesia
53.91%
46.09%
95.70%
3
Poltracking
54.98%
45.02%
100.0%
4
Populi Center
54.00%
46.00%
98.15%
5
LSI Denny JA
55.71%
44.29%
100.0%
6
Litbang Kompas
54.43%
45.57%
99.95%
7
Indo Barometer
54.35%
45.65%
99.83%
8
KedaiKOPI
54.20%
45.80%
90.25%
9
Median
54.52%
45.68%
98.02%
10
CSIS-Cyrus
55.60%
44.40%
99.99%
11
Charta Politika
54.34%
45.65%
99.83%
12
Konsep Indonesia
54.03%
45.97%
99.80%
13
Voxpol Center
54.55%
45.45%
100.0%
Demikian pula jika kita memperbandingkan hasil-hasil survey dari lembaga-lembaga survey di Indonesia pada Debat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dari debat pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima, maka hasilnya tentu tidaklah sama, ada angka fluktuasi (naik turun) sebanding dengan isu atau thema debat yang diangkat serta disiarkan secara luas melalui media televisi ke seluruh Indonesia maupun ke seluruh dunia serta kemudian diekspose melalui media elektronik lain (radio dan internet atau media sosial) juga diberitakan secara luas di media cetak nasional dan regional.
Mari kita bandingkan dengan versi Real Count KPU per tanggal 23 Mei 2019 20:30:04 Progress: 769.135 dari 813.350 TPS (94.56384%) dengan hasil, sebagaimana berikut ini:
Calon
Pasangan
%
Joko Widodo
Ma'ruf Amin
55,5
Prabowo Subianto
Sandiaga Uno
44,5
Dan marilah kita perbandingan hasil tersebut dengan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum oleh KPU, sebagaimana berikut ini:
Ringkasan Hasil Pemilihan Umum Presiden Indonesia 17 April 2019
Calon
Pasangan
Koalisi
Suara
%
Joko Widodo
Ma'ruf Amin
Koalisi Indonesia Kerja
85.607.362
55,5
Prabowo Subianto
Sandiaga Uno
Koalisi Indonesia Adil Makmur
68.650.239
44,5
Perlu kita ketahui, bahwa KPU itu memiliki tahapan, program dan jadwal Pemilu yang sangat ketat, bahkan bekerja sepenuh waktu dengan hari dan jam kerja adalah hari kalender, bukan 5 atau 6 hari melainkan 7 hari dalam seminggu, bahkan apabila ada hari libur nasional atau hari libur keagamaan, maka KPU tetap bekerja. Untuk itu silakan Anda untuk sekedar membuka-buka kembali Peraturan KPU sebagaimana dimaksud, antara lain:
- Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019.
- Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019.
- Peraturan KPU Nomor 32 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019.
- Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019.
- Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019.
Oleh karena itu menyikapi situasi dan kondisi terkini dari hari ke hari terutama setelah KPU menyelesaikan Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum pada hari Selasa tanggal 21 Mei 2019 tepat pada pukul 01.46 WIB (dini hari) sehari lebih cepat dari jadwal sebelumnya yaitu hari Rabu tanggal 22 Mei 2019 melalui Keputusan KPU RI Nomor 987/PL.01.8-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2019.
Namun dengan adanya demonstrasi besar-besaran yang melibatkan warga masyarakat (people power) dari berbagai elemen, baik itu demonstrasi (unjuk rasa) di depan kantor KPU-RI Jl. Imam Bonjol, Jakarta Pusat, di depan kantor Bawaslu-RI, Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat maupun di depan MK-RI, Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, maka ada baiknya kita menyikapi dengan sangat arif bijaksana, bahwasanya negara menjamin hal ini seperti dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pada Bab X Warga Negara dan Penduduk pada Pasal 28: "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang."
Namun, mohon maaf, cara-cara 'parlemen jalanan' seperti itu sebaiknya tidak dilakukan apalagi diterus-teruskan, apalagi jika demonstrasinya dilakukan dengan anarkistis tentu saja itu inkonstitusional.Â
Apalagi pada saat ini adalah bulan puasa Ramadhan yang suci penuh dengan rahmat, barakah dan maghfirah. Alangkah baiknya ditempuh cara-cara konstitusional berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan tentu saja jika ada Perselisihan Hasil Pemilu, maka cara terbaik dan satu-satunya adalah melalui lembaga peradilan, yaitu Mahkamah Konstitusi RI.
Hal ini dapat dimungkinkan karena telah diatur dalam perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yaitu pada Buku Keempat Pelanggaran Pemilu, Sengketa Proses Pemilu dan Perselisihan Hasil Pemilu. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
Bab I Pelanggaran Pemilu
Bagian Kesatu Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilu.
Bagian Kedua Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Bagian Ketiga Pelanggaran Administratif Pemilu.
Bab II Sengketa Proses Pemilu
Bagian Kesatu Umum.
Bagian Kedua Penanganan Permohonan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu.
Bagian Ketiga Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu di Bawaslu.
Bagian Keempat Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu di Pengadilan Tata Usaha Negara.
Bab III Perselisihan Hasil Pemilu
Bagian Kesatu Umum.
Bagian Kedua Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu.
Adapun jadwal Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah sebagai berikut:
Pengajuan Permohonan Sengketa di Mahkamah Konstitusi 23 Mei 2019 -- 25 Mei 2019.
Penyelesaian Sengketa dan Putusan 26 Mei 2019 -- 8 Juni 2019.
KPU/KPU Provinsi/KIP Aceh dan/atau KPU/KIP Kabupaten/Kota Wajib Menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi 9 Juni 2019 -- 15 Juni 2019.
Penyelesaian dengan jalur hukum jauh lebih logis dan konstitusional untuk melindungi hak-hak Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang merasa dirugikan dan menolak hasil Pemilu.Â
Itulah mengapa ada istilah dari bahasa Latin vox populi vox dei (suara rakyat pada hakekatnya adalah suara Tuhan dan jangan sampai menjadi vox populi vox diaboli (suara rakyat pada hakekatnya adalah suara Syetan)
Pada akhirnya dunia pun menilai, bahwa Pemilu di Indonesia adalah Pemilu terbesar dan terumit yang pernah ada di dunia. Bayangkan saja berapa jumlah pemilih yang memiliki hak pilih, berapa jumlah Penyelenggara Pemilu (KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS dan KPPS, demikian juga Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten / Kota, Panwascam, PPL/PPD dan PTPS).Â
Berapa pula banyaknya logistik Pemilu dari mulai surat suara, kotak suara, bilik suara dan lain-lain. Berapa rupiah pula anggaran yang perlu disediakan. Luar biasa. Tetapi Pemilu yang terbesar ini pula turut digaduhkan oleh kegiatan survey yang satu sama lain terkadang berbeda. Maka kita pun mengenal istilah Exit Poll, Quick Count dan Real Count.
Para Penyelenggara Pemilu Serentak 2019 telah jatuh berguguran, seperti KPPS. Yang meninggal jumlahnya secara keseluruhan, fantastis 554 orang, belum lagi yang sakit dan dirawat di rumah sakit 4.310 orang.Â
Sebuah Pemilu yang berbiaya mahal sekaligus harus dibayar dengan nyawa para penyelenggara seperti KPPS. Belum lagi meninggalnya Petugas Pengawa Pemilu sebanyak 92 orang dan Anggota Kepolisian Republik Indonesia sebanyak 25 orang.
Jadi, menurut pendapat Penulis, seyogianyalah hentikan semua demonstrasi besar-besaran itu karena pada akhirnya telah jatuh korban meninggal sebanyak 8 orang dan korban luka-luka sebanyak 737 orang atau lebih. Lebih baik menempuh jalur hukum berupa Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden melalui Mahkamah Konstutusi RI.Â
Tidak cukupkah korban jiwa dari para Pahlawan Demokrasi itu? Semoga kita semua cukup arif dan bijakana dalam berpikir, bersikap dan bertindak sehingga tidak menimbulkan korban jiwa atau pun penyesalan yang tidak berguna demi tegaknya Demokrasi yang berasaskan Pancasila dan tetap terjalinnya persatuan dan kesatuan bangsa.