Mohon tunggu...
Andi H
Andi H Mohon Tunggu... Pujangga Koding

Kosongkan isi gelas Anda bila ingin mengganti air yang baru. Ganti cara berpikir lama Anda dengan wawasan yang baru. Yang lama belum tentu jelek, yang baru belum tentu bagus. Bijaksanalah dalam berpikir dan bertindak. Give and will be Given.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Strategi dan Taktik Menabung dengan Aman

16 Mei 2016   15:54 Diperbarui: 16 Mei 2016   18:25 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini merupakan pengalaman pribadi penulis dalam kurun waktu sekitar 30 tahun (1985-2015).

Setiap orang mempunyai tujuan hidup yang berbeda-beda. Bila kita batasi ruang lingkup dalam menabung, maka tujuan menabung untuk tiap orang tentu saja tidak akan sama. Ada yang menabung untuk beli mainan, ada yang untuk jalan-jalan, ada yang bertujuan membiaya pendidikan dan lain-lain.

Pengalaman menabung saya dibagi dalam beberapa rentang usia. Di rentang usia tersebut ada strategi dan taktik menabung yang saya gunakan untuk mencapai tujuan hidup saya pada masa tersebut. Di mulai pada rentang usia sekitar 10 sampai 20 tahun, yakni usia sekolah (era celengan dan tabanas). Kemudian usia 20 hingga 30 tahun adalah usia mandiri (era tabungan berhadiah, deposito, dan reksadana) dan usia 30 hingga menjelang 40 tahun.

Era Celengan

Serasa kembali ke ruang waktu masa lalu di sekitar tahun 80-an. Ketika itu saya masih sekolah dasar. Mulai mengenal yang namanya uang di kelas 4 karena di beri uang saku oleh orang tua untuk beli jajanan. Namun bila tidak jajan, di rumah telah disediakan celengan ayam. Pada saat itu belum tahu apa tujuan dari celengan tersebut. Adalah rasa senang saja ketika memasukkan koin ke celengan dengan bunyi logam yang bersentuhan dengan tanah liat yang dikeringkan atau bunyi "cring-cring" bila bergesekan dengan logam perak entah itu 1 ataupun 5 perak dalam rupiah.

Tiba pada waktunya ketika celengan penuh dan tidak bisa menampung uang logam lagi. Saya dan orang tua setuju bahwa celengan akan dipecahkan ketika libur panjang sekolah tiba. Saat kenaikan kelas dan pembagian rapor tiba akhirnya celengan ayam dipecahkan. Lalu orang tua menanyakan uang yang dikumpulkan dari celengan itu mau dibelikan apa? Saya meminta dibelikan sepeda BMX. Saya belum tahu apakah uang dari celengan itu cukup atau tidak karena belum pandai menghitung uang dalam jumlah banyak. Pada akhirnya sepeda BMX datang di rumah dan besoknya bisa main sepeda dengan teman-teman berkeliling kampung.

Dalam masa itu belum ada tujuan. Strateginya sederhana yakni ada wadah yang bernama celengan dan tentu dengan taktik yang sederhana pula yaitu memasukan sisa uang jajan ke dalam celengan.

Era Tabungan Tercatat

Menginjak di kelas 6, wali kelas sekolah memperkenalkan tabungan khusus di sekolah. Setiap murid diwajibkan menyetorkan uang wajib dan uang sukarela tabungan yang digabung dengan pembayaran sekolah setiap bulan. Wali kelas menjelaskan bahwa tujuan dari setoran itu adalah untuk kegiatan study tour siswa sekolah dasar yang akan lulus. Di saat itu setiap murid mendapat buku catatan uang setoran bulanan.

Pada masa ini tujuan saya menabung adalah ikut serta dalam study tour, dengan strategi yang telah ditetapkan wali kelas yakni setiap bulan setor uang dan dicatat di buku tabungan. Taktiknya adalah tiap bulan bayar uang sekolah ditambah setoran wajib dan sukarela tabungan.

Menjelang hari kelulusan, akhirnya kita bisa study tour ke Dunia Fantasi. Anak-anak pada seusia itu yang penting bisa jalan-jalan piknik bareng. Ternyata iuran sukarela itu adalah cara gotong-royong untuk teman-teman yang kurang mampu untuk ikut serta piknik ke Dunia Fantasi.

Era Tabanas

Selain itu saya mulai mengenal bank dari teman sekelas. Mula-mula saya ikut menemani teman untuk datang ke bank. Ternyata teman sekelas tersebut disuruh orang tuanya menyetor uang ke bank. Orang tua teman saya itu punya toko dan keuntungan hasil penjualan pada hari kemarin, disetorkan keesokkan harinya ke bank. Dari sinilah saya mengenal Tabanas (Tabungan Pembangunan Nasional).

Tabanas - sumber photobucket
Tabanas - sumber photobucket
Hampir setiap hari saya "mengawal" teman saya itu ke bank dan saya juga diajak untuk mulai menabung di Tabanas. Mungkin teller bank pada saya saat itu jengkel juga setiap hari ada anak kecil setor uang recehan antara 5 sampe 10 perak datang. Ketika awal bulan saya terkejut ketika ada nilai uang yang tidak saya setor tetapi menambah akumulasi tabungan saya itu. Saya lihat dengan seksama setiap baris. Ternyata ada keterangan setoran dengan nama bunga. Dari Tabanas itulah saya mulai mengenal yang namanya bunga bank.

Pada masa itu tujuan saya menabung adalah mengakumulasi uang untuk mendapat dana tambahan (berupa bunga). Strateginya adalah menabung di bank dan taktiknya adalah menyetor uang dengan dana maksimum yang saya punya sehingga bunga yang didapat akan lebih banyak.

Era Tabungan Berhadiah Undian

Karena produk bank bukan hanya tabanas, saya ditawari produk tabungan berhadiah dan dengan bunga lebih tinggi dari tabanas. Ketika itu di pertengahan tahun 90-an bank-bank swasta mulai menawarkan tabungan dengan iming-iming hadiah undian. Ada berhadiah mobil, motor, dan uang jutaan rupiah (belum sampai milyaran). Kali ini tujuan saya menabung malah mengimpikan hadiah undian tersebut dan sampai sekarang belum pernah menang undian dari menabung.

Hingga menjelang krisis moneter tahun 1997, orang tua menyarankan untuk memindahkan tabungan dari bank swasta ke bank pemerintah. Dulu saya menabung di bank swasta kecil seperti Bank Natin dan Bank Servitia dan akhirnya saya pindahkan ke Bank Expor Impor (bank milik pemerintah yang sekarang dilebur menjadi Bank Mandiri).

Terjadilah krisis moneter tahun 1998, banyak bank swasta 'collaps' dan nasabah yang menabung di bank tersebut kehilangan tabungannya.

Berbekal pengalaman tersebut maka tujuan menabung kali ini sudah berubah. Tujuan menabung setelah krisis moneter adalah mengamankan uang simpanan. Strategi kali ini adalah menabung di bank pemerintah dengan taktik mengakumulasi uang saku selama sebulan baru kemudian menyetorkan ke bank. Karena pada saat itu jarak dari rumah ke bank pemerintah lumayan jauh untuk berjalan kaki.

Era Deposito

Krisis moneter ditandai dengan tingginya suku bunga kredit bank sehingga bunga deposito bisa mencapai 50% per tahun. Dari akumulasi tabungan yang saya simpan di bank pemerintah, ternyata sudah bisa untuk mengajukan deposito. Bunga deposito tentu saja lebih tinggi dari bunga tabungan. Namun bedanya deposito dengan tabungan adalah pada deposito ada setoran minimum dan jangka waktu minimum dana yang ditahan oleh bank sedangkan tabungan masih bebas mau setor atau tarik dana kapan dan berapapun.

Para era ini tujuan saya menabung adalah mendapatkan akumulasi dana dengan bunga yang lebih baik dari tabungan dan tentu saja aman dan dijamin oleh pemerintah. Strateginya mencari produk deposito yang dikeluarkan oleh bank pemerintah. Taktiknya memindahkan sebagian dana dari tabungan ke deposito.

Era Reksadana

Di awal tahun 2000 saya pernah membaca iklan di surat kabar tentang menyimpan dana dengan bunga lebih tinggi dari deposito. Saya coba cari tahu tentang iklan tersebut dan ternyata yang menyelenggarakan adalah sebuah lembaga keuangan (sekarang lebih dikenal dengan sebutan manajer investasi dibawah perusahaan sekuritas). Lembaga keuangan tersebut menawarkan produk yang dikenal dengan nama reksadana. Mereka bisa menawarkan keuntungan lebih baik daripada deposito. Saya coba dengan dana minimal yang disyaratkan pada waktu itu dan ternyata setelah setahun memang akumulasi dana yang didapat melebihi tingkat bunga deposito saat itu.

Ternyata produk reksadana itu bermacam-macam ada yang tingkat keuntungannya rendah sampai tinggi. Dari produk reksadana tersebut untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi hanya bisa dicapai bila kita menginvestasikan dalam waktu lebih dari 5 tahun. Ok, saya berpikir mungkin ketika lima tahun lagi dana tersebut akan berguna bila nantinya berumah tangga.

Beruntung bagi saya ternyata imbal hasil dari reksadana cukup tinggi pada tahun 2005 dan sebagian saya gunakan untuk keperluan membina rumah tangga.

Era Menabung dengan Aman, Berinvestasi dengan Jeli

Ketika krisis mulai datang kembali tahun 2008, ada beberapa nasabah bank tertentu kehilangan uangnya. Mereka menganggap produk yang ditawarkan bank tersebut dijamin oleh pemerintah. Ternyata produk tersebut adalah reksadana yang ditawarkan oleh agen bank tersebut yang tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan.

Dari pengalaman tersebut saya mulai berhati-hati dalam menyimpan dana tabungan saya dan dari situ saya mulai mengenal Lembaga Penjamin Simpanan. Ternyata LPS ini sudah ada sejak tahun 2005 (http://lps.go.id/sejarah) dan berfungsi untuk menciptakan rasa aman bagi nasabah bank. Saat ini LPS menjamin tabungan atau deposito yang kita simpan sampai dengan 2 milyar rupiah. LPS tidak menjamin reksadana atau saham silakan baca di http://lps.go.id/web/guest/f.a.q (tentang apa yang dijamin LPS).

Kegiatan menabung dan berinvestasi memang agak mirip kadang campur aduk. Bahkan sekarang ada gerakan ayo menabung saham. Pada usia produktif saat ini tujuan saya menabung tidak hanya satu namun mulai banyak : menyiapkan dana pendidikan anak, dan menyiapkan dana untuk pensiun (ingin jalan-jalan menikmati usia senja). Strategi yang digunakan untuk hal tersebut adalah mencari tabungan berjangka yang pada saat jatuh tempo bisa cair sesuai dengan yang diharapkan dan tentunya dananya dijamin aman, untuk pensiun menginvestasikan dana secukupnya. Taktik yang saya gunakan adalah menabung tiap bulan secara autodebet di bank yang menyediakan tabungan berjangka dan berinvestasi di reksadana dengan imbal hasil sedang untuk jangka waktu 10 sampai 15 tahun.

Sekarang kata "investasi" lebih menarik daripada menabung karena menjanjikan tingkat imbal hasil (keuntungan/return) yang tinggi. Orang bijak tentunya belajar dari pengalaman dari sejarah. Bila ingin uang anda berkembangbiak dengan cepat gunakanlah wahana investasi yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jangan terpukau dengan iming-iming investasi dengan keuntungan tinggi. Namun bila uang anda suatu hari akan dipakai untuk dana sekolah anak sebaiknya gunakanlah wahana menabung yang dijamin LPS dan diawasi oleh OJK.

Tabel di bawah ini memberi gambaran perbedaan menyimpan uang di berbagai wahana.

lps-573988fd0f9773b9125924d6.jpg
lps-573988fd0f9773b9125924d6.jpg
Tinggal strategi dan taktik apa yang anda gunakan untuk mencapai tujuan. Selamat menabung dan berinvestasi.

lps-57398a2a8423bd5307a81379.png
lps-57398a2a8423bd5307a81379.png
ojk-57398a3d927e610211bd52c1.png
ojk-57398a3d927e610211bd52c1.png

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun