Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Usia Senja, Ladang Pahala yang Tak Pernah Padam

24 September 2025   20:47 Diperbarui: 24 September 2025   20:47 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: Shutterstock

Belakangan ini, saya sering berjumpa dengan para pensiunan. Ada yang merupakan teman lama yang dulu begitu akrab, kini jarang bersua. Ada pula yang baru dikenal dalam lingkar pertemanan di masa senja.

Pertemuan-pertemuan itu selalu bernuansa nostalgik. Penuh cerita masa lalu. Yang dulu berasa getir, kini berubah jadi senyum. Kisah kocak yang tetap menggelitik tawa, hingga pengalaman absurd yang membuktikan betapa hidup itu penuh kejutan.

Lucunya, ingatan manusia memang aneh. Ada yang masih jelas merekam peristiwa puluhan tahun lalu. Ada pula yang samar dan baru muncul kembali setelah dipantik oleh nama seseorang atau fragmen sebuah kejadian.

Dari perbincangan itu, tersirat betapa hidup pernah begitu berwarna, dan kini mereka ingin tetap mewarnai sisa perjalanan.

Dalam pertemuan-pertemuan itu, ada yang pantas kita renungi dari kisah di masa Rasulullah saw. Tidak sedikit sahabat yang usianya sudah senja, namun tetap aktif berkontribusi.

Kisah Abu Ayyub al-Anshari, misalnya. Kendati berusia lanjut, dia tetap ikut berangkat jihad hingga wafat di usia sekitar 80 tahun dalam ekspedisi ke Konstantinopel.

Ada pula Abu Hurairah. Di usia tuanya, dia tetap tekun meriwayatkan hadis. Hingga ilmu beliau sampai pada generasi setelahnya.

Al-Qur'an pun menyinggung soal fase kehidupan manusia, termasuk masa tua. Allah SWT berfirman:

"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan kamu setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan kamu setelah kuat itu lemah kembali dan beruban..." (QS. Ar-Rum: 54)

Ayat ini mengingatkan bahwa kelemahan di masa tua adalah sunatullah. Tetapi kelemahan fisik tidak lantas menghapus semangat untuk tetap hidup bermanfaat. Rasulullah saw juga bersabda:

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia." (HR. Ahmad, Thabrani, dan Daruquthni)

Hadis ini relevan sekali dengan kehidupan para pensiunan. Meski sudah tidak lagi bekerja secara formal, peluang untuk menjadi manusia yang bermanfaat tidak pernah tertutup.

Justru dengan waktu yang lebih longgar, banyak pintu kebaikan yang bisa dibuka: menjaga silaturahmi, mendidik cucu dengan kasih sayang, menjadi teladan moral di lingkungan sekitar, atau terlibat dalam kegiatan sosial dan dakwah.

***

Di sekitar kita, tidak sedikit pensiunan yang menjalani masa tuanya dengan penuh semangat dan kreativitas. Ada yang memilih untuk mengabdikan diri di masjid. Saban hari, mereka hadir sebagai marbot, muazin, atau sekadar menjadi penyambung ukhuwah dengan jamaah.

Waktu luang yang dulu habis di kantor, kini mereka gunakan untuk merawat rumah Allah. Menyambut setiap yang datang dengan senyum. Juga memastikan ibadah berjamaah berjalan nyaman. Kehadirannya membuat masjid terasa hidup. Bukan sekadar bangunan, tetapi pusat kegiatan umat.

Ada pula yang menemukan kebahagiaan di kebun kecil belakang rumah. Mereka menanam cabai, tomat, atau bunga hias, dan sebagainya.  Mereka merasakan kedamaian saat menyiram tanaman di pagi hari. Bagi sebagian orang, itu mungkin aktivitas sederhana. Tapi bagi mereka, berkebun adalah terapi jiwa.

Hasil kebun kadang dibagi kepada tetangga. Itu dilakukan menambah ikatan silaturahmi. Juga menghadirkan rasa syukur karena masih bisa memberi meski dalam kesederhanaan.

Sebagian pensiunan lainnya memilih menjadi relawan sosial. Mereka aktif di kegiatan kemanusiaan. Mendampingi anak-anak yatim, atau ikut turun membantu saat terjadi bencana.

Meski fisik tak sekuat dulu, semangat mereka menular. Jika usia bukan alasan berhenti berbagi. Justru pengalaman panjang yang mereka miliki membuat kontribusinya lebih matang. Lebih tulus dan penuh kebijaksanaan.

Ada pula pensiunan yang menyalurkan waktunya melalui kegiatan belajar. Ada yang bergabung di majelis taklim, ada pula yang semangat mengikuti kelas daring untuk memperdalam ilmu agama, kesehatan, atau bahkan teknologi digital.

Semangat belajar itu seakan menegaskan bahwa usia bukan penghalang untuk menambah wawasan. Justru di masa pensiun, ilmu yang diperoleh terasa lebih membumi lantaran langsung diamalkan untuk diri sendiri dan dibagikan kepada lingkungan sekitar.

Sebagian lagi menekuni hobi lama yang dulu sering tertunda. Ada yang suka menulis memoar, menyalin pengalaman hidup menjadi catatan inspiratif bagi anak cucu. Ada yang menekuni seni, seperti melukis, memainkan musik, atau membuat kerajinan tangan.

Aktivitas itu bukan hanya menjadi sarana pelepas rindu pada hobi, tetapi juga cara untuk menjaga kesehatan mental. Juga melatih kesabaran dan menumbuhkan rasa bahagia dari hal-hal kecil.

Kehidupan nyata para pensiunan ini menjadi cermin betapa masa tua bukanlah titik akhir. Masa tua bisa menjadi pintu menuju fase hidup yang lebih bermanfaat.

Dengan cara sederhana sekalipun, pensiunan dapat terus menebarkan manfaat. Menjaga semangat, serta menorehkan jejak kebaikan hingga akhir hayat.

***

Masa pensiun adalah fase yang sangat berharga. Masa pensiun bukan sekadar akhir dari rutinitas kerja, melainkan awal dari perjalanan baru yang penuh kesempatan untuk menata makna hidup.

Waktu yang lebih longgar, pengalaman yang panjang, dan kebijaksanaan yang telah ditempa bertahun-tahun adalah modal besar untuk terus berkarya dalam bentuk yang berbeda.

Pesan yang bisa kita petik, "Jangan pernah memandang pensiun sebagai masa berhenti, melainkan masa beralih."

Ya, beralih dari sibuknya urusan kantor menjadi sibuknya menebar manfaat. Beralih dari mengejar target duniawi menuju mengumpulkan bekal ukhrawi. Setiap langkah, sekecil apa pun, akan bernilai ketika diniatkan untuk kebaikan.

Hidup ini singkat, tetapi selalu ada ruang untuk memberi warna. Para pensiunan telah mengajarkan kita bahwa usia senja bukan penghalang untuk berbuat. Justru di sanalah tersimpan mutiara hikmah, "Bahwa hidup yang baik adalah hidup yang bermanfaat hingga akhir hayat."

Semoga kita semua mampu meneladani semangat itu, agar setiap detik yang tersisa benar-benar menjadi amal yang terus mengalir.

Masa tua sesungguhnya adalah undangan untuk semakin dekat dengan Allah SWT. Ketika tenaga mulai melemah dan peran di dunia kerja sudah usai, justru saat itulah hati bisa lebih lapang untuk fokus pada ibadah.

Salat yang khusyuk. Doa yang lebih panjang. Zikir yang menenangkan. Sedekah yang tulus. Semua itu  menjadi bekal terbaik menuju perjumpaan dengan Sang Pencipta.

Inilah puncak perjalanan hidup: kembali kepada Allah dengan hati yang tenang karena telah berusaha hidup bermanfaat.

Kita semua, cepat atau lambat, akan tiba pada masa pensiun masing-masing. Ada yang pensiun dari pekerjaan, ada pula yang pensiun dari peran tertentu dalam hidup.

Pesannya, "Persiapkanlah diri sejak sekarang. Sebab masa tua yang indah tidak datang tiba-tiba. Ia lahir dari kebiasaan baik yang ditanam sejak muda. Semakin banyak kebaikan yang dibangun hari ini, semakin lapang dan bermakna pula hari-hari di masa senja nanti."

Wallahu a'lam bishawab. (agus wahyudi)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun