Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Ku Ingin Lukisanku Kembali

5 Januari 2020   18:23 Diperbarui: 8 Januari 2020   03:42 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: tsaqofah.id

Pengumuman di masjid, malam itu, agak mengejutkan jamaah. Bukan berita duka lantaran ada jamaah meninggal dunia. Atau pengumuman kehilangan barang. Tapi, permintaan dari Ustad Kholid, di sela kultum (kuliah tujuh menit).

"Saya memohon kepada siapa saja yang pernah membeli lukisan karya saya, saya siap membeli lagi. Soal harga bisa dibicarakan."

Spontan, jamaah tertegun. Sebagian lagi setengah tak percaya. Ada juga yang menganggap biasa-biasa saja. Malam itu, Ustad Kholid lagi menyampaikan materi soal seni dalam Islam. Materi yang jarang saya dengar. Makanya, saya antusias mengikutinya.

Aku tak mengira, Ustad Kholid, yang dikenal bersahaja dan lembut tutur kata, ternyata seorang seorang pelukis. Yang aku tahu, Ustad Kholid mengajar di pondok pesantren. Juga sebagai dosen tamu di beberapa universitas.

Lantaran tak ingin jamaah penasaran, Ustad Kholid lantas bercerita dengan suara datar. "Jujur, saya sangat menyukai seni. Saya mulai melukis sejak kecil, sejak SD. Ayah saya seorang pelukis di samping suka mencipta lagu," beber dia.

Hobi melukis itu akhirnya terpupuk sampai Kholid dewasa. Beberapa kali, ia menjuarai lomba di level regional maupun nasional. Kebanyakan ia melukis tentang alam dan manusia. Dia melukis hanya untuk menyalurkan hobi saja. Tidak lebih.

Tahun 1984, Kholid diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Status baru itu membuatnya bergairah. Obsesinya menjadi dokter memang sudah lama dipendam. Dia langsung sujud syukur tatkala tahu namanya tercantum dalam iklan penerimaan mahasiswa baru di koran lokal.

Kholid dikenal mahasiswa relijius. Dia tak pernah meninggalkan salat lima waktu. Puasa Senin-Kamis juga kerap dia lakukan. Pun salat malam, salat dhuha, salat hajat, dan amalan sunnah lain. Mendahulukan yang wajib, memerhatikan yang sunnah, begitu pandangan dia.

"Waktu kuliah itu, saya memutuskan tidak melukis lagi. Selamanya."

Kholid mengunci tekad itu. Beberapa kawan menawari ikut pemeran tak bisa dia penuhi. Namun masalahnya menjadi lain manakala Misbach, sahabat karibnya, datang menemui dia, suatu petang

"Kamu bantu saya, ya. Ayahku ulang tahun. Aku ingin beri kado spesial buat ayah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun