Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sekelompok Orang Konyol

1 Mei 2018   10:27 Diperbarui: 1 Mei 2018   11:46 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pelajaran usang mengatakan bahwa salah satu kemuliaan manusia adalah dibekali dengan pemikiran, akal budi, logika, atau rasionalitas. Kemuliaan tersebut yang membedakan manusia dengan hewan, tanaman, benda-benda, dan lain-lain.

Pelajaran usang juga mengatakan bahwa kemuliaan tersebut berkaitan dengan adab atau peradaban. Kebalikannya alias tidak beradab sering kali dianggap "terbelakang", bar-bar, dan biadab. Bagi kalangan lain, ada istilah yang dinamakan "jahiliyah".

Tetapi belum ada pelajaran usang yang mengatakan perihal "sekelompok orang konyol". Baiklah. Mungkin perlu sedikit penjelasan mengenai pemilihan kata "konyol" agar mudah memahami "sekelompok orang konyol".

Konyol

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) karangan W.J.S. Poerwadarminta, konyol artinya setengah gila; bodoh; kurang akal.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi daring (www.KBBI.web.id.),  konyol artinya: 1. tidak sopan; kurang ajar; 2. agak gila; kurang akal; 3 tidak berguna; sia-sia.

Orang Konyol Membuat Kelompok

Pelajaran usang belum juga mengatakan tentang sekelompok orang konyol, meskipun fakta-realitanya ada, bahkan entah sampai kapan sekelompok orang konyol itu akhirnya mendapat pencerahan lalu membubarkan diri.

Beberapa contoh sekelompok orang konyol yang nyata. Sekelompok pendukung (suporter) klub sepakbola yang melakukan tindakan konyol. Bentrokan, baik antarkelompok maupun dengan kalangan yang tidak terkait, semisal pengguna jalan umum, bukanlah lah hal yang asing atau langka.

Sekelompok orang dalam sebuah organisasi, semisal sebuah organisasi massa (ormas). Di beberapa wilayah terdapat ormas yang lazim dengan tindakan kekerasan. Bentrok antara ormas melawan kelompok apa, atau malah, antarormas, bukanlah kejadian langka.

Mungkin, bagi kalangan tertentu, sekelompok orang konyol itu lebih mengutamakan (mengandalkan) otot daripada otak; otot dikedepankan tetapi otak dikebelakangkan. Tidak memahami duduk persoalannya, langsung saja main hantam kromo. Slogan yang umum, misalnya, "pukul dulu, pikir kemudian", "hajar dulu, perkara belakangan", dan sejenisnya.

Sekelompok Intelektual Konyol

Pelajaran usang pun tidak pernah mengatakan tentang sekelompok intelektual konyol. Tetapi fakta-realitanya ada, dan ironis. Satu saja misalnya, sekelompok orang dalam status tertentu, misalnya pelajar atau mahasiswa dari daerah tertentu, termasuk dari golongan tertentu. 

"Intelektual konyol" itu bagaimana, selain berstatus pelajar atau mahasiswa perantauan itu?

Satu contoh lain, gampangnya begini. Ada sekelompok penulis atau suatu komunitas penulis, sebut saja kelompok A, yang "membenci" sekelompok atau seorang penulis lain. Seberapa bagusnya karya kelompok atau penulis lain, bagi kelompok A, tetaplah tidak bagus. Tidak ada pengkajian atau penelaahan secara intelek karena pada dasarnya hanyalah kekonyolan yang dikedepankan.

Kelompok A sejatinya mengandalkan emosional kolektif (kekonyolan kolektif?) ketika berhadapan dengan suatu karya di luar kelompok A. Bukan karya atau hasil kerja intelektual yang dikedepankan, melainkan "suka-tidak suka" atau "kecewa" menjadi andalan. Artinya pula, rasionalitas memadai sama sekali nihil.

"Membenci", "suka-tidak suka", atau "kecewa" bukanlah bagian dari rasionalitas, melainkan emosionalitas. Tentu saja emosionalitas bertolak belakang (berlawanan) dengan rasionalitas. Orang-orang yang menjunjung tinggi emosionalitas cenderung tidak akan pernah jeli dan kritis terhadap suatu karya intelektual dari orang-orang di luar kelompok mereka.

Tentu saja berbeda ketika anggota kelompok A mengkaji atau menelaah karya sesama anggotanya. Tidak peduli kurang bagus, tetaplah dipuji-puji. Padahal, salah satu persoalan mendasarnya, justru pada kapasitas mengamati karya itu sendiri secara menyeluruh.

Apa boleh buat, orang-orang konyol bisa juga berkelompok sambil mendeklarasikan diri sebagai sebuah komunitas penulis, meskipun kegiatan tulis-menulis pada dasarnya bukanlah berkelompok tetapi individual-personal. Dan, biasanya, kelompok satu ini memiliki anggota yang bermayoritas penulis belum jadi tetapi sudah merasa diri mereka menjadi penulis. "Merasa" memang bukanlah rasional.  

Apakah sekelompok (komunitas) penulis yang emosionalitas ini merupakan fiksi? Oh, tidak.

Apakah sekelompok penulis ini berbeda dengan sekelompok orang konyol yang lebih mengandalkan otot daripada otak? Oh, mirip.

Mirip? Ya, ketika emosi meninggi atau meluap-luap, dampak terdekat adalah detak jantung dan denyut nadi yang juga terlihat pada urat-urat tertentu yang menonjol dan otot-otot yang mengencang. Tidak berbeda dengan sekelompok orang konyol yang suka mengadu otot, bukan?

Tidak berbeda dengan sekelompok orang konyol yang mengandalkan otot, sekelompok intelektual konyol pun memiliki rasa kebersamaan-kesetiakawanan-solidaritas yang tinggi. Ya, "rasa" yang tidak terlepas dari emosionalitas--bukan rasionalitas.

Paling konyol ketika sekelompok intelektual konyol itu menelaah suatu karya, hasil kerja, peristiwa, dan lain-lain. Rasa kebersamaan kelompok menjadi ukuran atau tolok ukur paling utama, bukanlah kritisitas yang mumpuni berdasarkan rasionalitas yang memadai.

Tidak jarang kelompok A itu mudah "ditunggangi" oleh kepentingan-kepentingan yang juga tidak rasional. Apalagi mendekati tahun politik nasional paling panas nanti, yaitu Pileg dan Pilpres 2019, setelah jelas terbukti pada 2014 silam.

Meski pelajaran usang tidak pernah mengatakan perihal karya atau tulisan-tulisan konyol, tetapi bersiaplah untuk membaca bertaburannya karya atau tulisan-tulisan dengan pembenaran-pembenaran konyol yang dibuat oleh sekelompok orang konyol. Semoga tabah.

*******

Panggung Renung -- Balikpapan, 1 Mei 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun