"Angkat kayunya!" seru Pipa, si semut kecil yang kini menjadi koordinator penyangga atap.
Di sisi lain, belut kecil dari rawa mulai menggali parit kecil untuk drainase, memastikan air hujan nanti tidak membanjiri rumah. Mereka meluncur cepat, tubuhnya membelah lumpur dengan lincah.
Seekor burung nuri dari pohon ketapang hinggap di dahan dan berseru, "Aku bawa tali hutan! Ayo, siapa mau ikat bagian atap?"
"Akuuu!" seru Panpan, berloncatan sambil membawa seutas rotan.
Kerja mereka tidak sunyi. Sepanjang hari, lagu-lagu sederhana mengalir dari mulut anak-anak, dari semilir angin yang menggesek dedaunan, dari getaran bumi yang menerima jejak-jejak kecil penuh cinta.
"Langkah kecil, tapi bersama.
Suara kecil, tapi ramai.
Tangan mungil, tapi banyak.
Rumah ini lahir karena kita semua."
Di sela-sela kerja, Musamus menghampiri seekor semut tua yang sedang mengikat sambungan kayu.
"Pak Tua Lolo, kau tak letih?"