Entahlah. Puyeng memikirkannya. Sudah begitu, yang diprovokasi (yaitu wong Jogja pada umumnya dan suporter PSIM pada khususnya) pun mudah tersulut emosi. Alhasil, ya seperti yang dapat Anda baca di portal berita-berita itulah kesudahannya.Â
Ada-ada saja memang. Berawal dari Tugu, kerusuhan kemudian meluas ke sejumlah wilayah di Jogja. Patut disayangkan banget nget nget.Â
Hambokyao kalau kelebihan energi untuk membangun Indonesia. Bukan malah bikin kisruh begitu. Syukurlah tak ada korban jiwa.Â
Terusterang saja, kemarin saya memang lebih cemas daripada biasanya. Gimana enggak cemas? Pada saat anak ada urusan di sekolah, kok ya kebetulan pas ada huru-hara di rute pulang-perginya.Â
Perlu diketahui, kami tinggal di selatan Tugu dan sekolah anak berlokasi di utara Tugu. Jadi, memang itulah jalur terdekat untuk pulang-pergi ke sekolah.Â
Syukurlah pada akhirnya anak sampai ke rumah tanpa hambatan. Saya pun bisa kembali bernapas lega. Hanya saja, saya masih kepikiran teman-teman sekolahnya yang berdomisili di daerah utara. Bahkan, ada pula yang berasal dari Magelang.Â
Pasti perjalanan pulang mereka terganggu dan berisiko. Orang tua masing-masing pastilah cemas juga. Kurang ajar memang para pelaku kerusuhan itu.
Apa boleh buat? Jogja memang komplet dan istimewa. Sisi romantisnya ada, sisi yang bikin meringis pun banyak. Pokoknya istimewa di semua lini. Hmm.
Demikianlah adanya. Saya telah memilih dengan sadar untuk menjadi warga Jogja. Berarti siap menanggung semua konsekuensinya.Â
Jadi selain wajib menaati segala aturan yang diberlakukan untuk warga Jogja, mau tidak mau saya pun mesti siap bersanding dengan kerusuhan di tiap saat. Lumayan menantang toh?
Salam.