Mohon tunggu...
Agus Tarunajaya
Agus Tarunajaya Mohon Tunggu... Guru - Penulis buku Sejarah, Sosial dan Religi

Hanya seorang laki-laki biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerpen] Pewe dan Kerudung Biru

25 April 2017   13:40 Diperbarui: 26 April 2017   03:00 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di alun-alun kota Rangkasbitung,  malam minggu kali ini begitu ramai pengunjung. Selain ada acara pentas musik kaula muda, juga memang banyak mainan anak di sana. Tanpa diduga, Teje bertemu Pewe di pinggir jalan, berdesakan dengan kerumunan orang yang cukup padat. Nampak Pewe sedang menggendong seorang anak, dan mencoba menghindar dari pandangan Teje yang merasa senang penuh sumringah, melihat kekasihnya yang sudah 8 tahun tidak bertemu. Teje coba mendekati, namun kerumunan orang banyak itu, menyulitkannya, Pewe tidak lagi terlihat. Teje nampak kesal, lalu pergi ke arah berlainan.

Di sudut kerumunan orang banyak, dekat pohon rindang di tepian jalan. Pewe menyembunyikan diri dengan terus memperhatikan Teje yang mencari keberadaannya. Tanpa dirasa, linangan air keluar dari sela matanya, 'Fau sudah bahagia, A. Semoga Aa pun bahagia.' kata-kata itu mengalir dalam hati Pewe penuh harapan dan kerinduan. Lalu Pewe bergegas pergi, masuk ke dalam mobil Honda Jazz, keluar dari parkiran, tinggalkan kerumunan orang yang merayakan malam mingguan.


***

Dia seorang gadis tomboy, suka merokok bahkan menghisap ganja semasih SMA. Nama panggilannya Pewe, kadang dipanggil "Em-Fau," Semacam panggilan kesayangan. Slanker mania, bergaya urakan, tidak suka pakai bra. Jika sudah marah, keluar bahasa antariksanya. Satu kelebihannya, Pewe berwajah cantik rupawan, dengan body mulai terbentuk indah.

"Lo, emang goblok!" dengan telunjuk mengarah ke kepala teman lelakinya yang ketahuan merokok di dalam kelas, mata Pewe yang tajam dan bibirnya yang mungil seakan menari-nari jika ia berbusa-busa kata, memaki teman satu genk-nya, yang terdiam tanpa nyali jika Pewe marah.

"Brak! Kalau sudah ketahun begini, bisa tamat gue, Cuy!" Pewe melampiaskan kemarahannya dengan membanting buku dengan keras ke atas meja teman-temannya berkumpul.

Karena sering mabal (bolos) pihak sekolah sering melayangkan surat teguran pada orang tuanya. Klimaksnya, orang tua Pewe kesal karena sudah sering menerima surat teguran dari sekolah. Dengan terpaksa, Pewe dikarantina dengan memasukan anak gadisnya itu, ke sebuah lembaga pesantren.

Di pesantren, karakter Pewe yang gaul tetap melekat. Sempat pergok oleh Teje selaku ketua keamanan santri, yang melihat di kantong bajunya tersimpan sebatang ganja. Dengan sigap Pewe menutup dengan kerudung. Bergegas lari ke asrama, dan membuang lintingan ganja tersebut. Teje langsung melaporkannya kebagian kesantrian.  Saat Pewe dipanggil ke kantor oleh guru bagian kesantrian, diintrogasi, namun tidak ditemukan barang bukti. Pewe pun tersenyum menang.

Dengan kecerdasannya, Pewe mulai dekati Teje. Sering menyengaja bertatapan muka di saat hendak mengambil makan, atau saat mau jajan di warung teh Entin. Perlahan tapi pasti, di hati keduanya mulai bersemi bunga melati. Hingga mereka saling jatuh hati. Kirim surat cinta pun mulai berjalan, melalui perantara teman-temannya. Hubungan keduanya mulai terendus oleh banyak santri dan guru. 

Bagaimanapun, pacaran jelas dilarang baik secara hokum  agama maupun di lingkungan pesantren. Namun hal itu tidak membuat keduanya gentar dengan rasa yang ada. Pernah keduanya dipanggil bagian kesiswaan untuk diberi hukuman. Tapi cinta keduanya tidak tergoyahkan, karena cinta mampu merubah segalanya jadi indah dan terlaksana. Keduanya sepakat, saling mencintai, di altar hegemoni penjara suci. Meski terbatas pertemuan raga, dengan berkiriman surat, sudah cukup buat mereka berbagi rasa. Kian hari, semakin kuat rasa itu menjalar di hati keduanya.

Di waktu liburan panjang, bertepatan dengan hari ulang tahun Pewe, tanggal 30 Agustus, Teje mengajak pergi Pewe liburan berpetualang mendaki gunung Pangrango di Bogor. Pewe begitu senang, karena dia termasuk gadis riang yang hoby berpetualang, Pewe begitu menikmati petualangan di liburan itu. Keduanya saling memadu kasih, bercanda dan tertawa, semakin memperkuat ikatan cinta mereka yang kian membara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun