Mohon tunggu...
Agus Netral
Agus Netral Mohon Tunggu... Administrasi - Kemajuan berasal dari ide dan gagasan

Peneliti pada YP2SD - NTB. Menulis isu kependudukan, kemiskinan, pengangguran, pariwisata dan budaya. Menyelesaikan studi di Fak. Ekonomi, Study Pembangunan Uni. Mataram HP; 081 918 401 900 https://www.kompasiana.com/agusnetral6407

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bonus Demografi dan Beban Pengangguran

31 Oktober 2019   15:00 Diperbarui: 1 November 2019   07:31 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Data dari  Kemenristekdikti; Statistik Pendidikan Tinggi Indonesia Tahun 2018, memperlihatkan jumlah lulusan sarjana secara nasional tahun 2018 mencapai 1.247.116 orang, diantaranya 75.200 orang saja yaitu 6,03% yang lulusan Politeknik yang terus diupayakan untuk link and match. Lalu bagaimana dengan sarjana lainnya?

Kebijakan link and match ini juga memiliki asumsi, bahwa kondisi dudi sifatnya merata di seluruh provinsi ataupun kabupaten kota di Indonnesia. Tentu saja tidak, sehingga sekuat apapun upaya link and match di daerah yang tidak maju dudi-nya maka akan menimbulkan kekecewaan. Bahkan provinsi Jawa Barat dan Banten dimana pusat industri nasional sebagian besar berlokasi, ternyata menjadi provinsi dengan tingkat pengangguran terbesar tahun 2019 ini.

Karena itu kebijakan penanganan pengangguran dan perluasan lapangan kerja kedepan harus menuju fokus yang berbeda. Harus diupayakan yang benar-benar realistis dengan masalah yang dihadapi oleh seluruh jenjang dan jurusan kelulusan.

Dalam hal ini kebijakan yang paling realistis dalam penciptaan lapangan kerja adalah dengan cara mendorong dan memotivasi semua lulusan agar menciptakan atau membuat lapangan kerja sendiri. Kebijakan ini harus jadi prioritas, yang didukung oleh semua pihak utamanya lembaga pendidikan, sehingga tidak lagi sekolah dan perguruan tinggi dicap sebagai pabrik penganggur.

Untuk ini sekolah bisa memulai dengan bimbingan karir sejak siswa kelas satu smp atau mts, lanjut ke sma-smk hingga ke perguruan tinggi. Selama sekitar 11 tahun itu siswa dan mahasiswa dibimbing untuk perencanaan karirnya sehingga ada gambaran dalam pencarian penopang kehidupan setelah lulus sekolah atau kuliah apapun jurusan dan fakulltasnya. Kebijakan atau pendekatan ini juga akan mencegah lulusan menjadi linglung dan tidak karuan arah, karena ancang-ancang karir yang digeluti sudah direncanakan dengan baik.

Untuk itu perlu ada mata pelajaran ataupun mata kuliah perencanaan karir. Dan bisa jadi pelajaran perencanaan karir ini yang paling dibutuhkan daripada pelajaran-pelajaran pokok lainnya yang ternyata pada akhirnya setelah sekolah atau kuliah selesai tidak diingat kembali.


Dengan pendekatan ini, maka siswa dan mahasiswa tidak lagi hanya siap pakai tetapi yang paling penting siap mandiri.@

Referensi;

  • Badan Pusat Statistik (BPS) 2019; "Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia Februari 2019", Subdirektorat Statistik Ketenagakerjaan Jakarta.
  • Kemenristekdikti, 2018; "Statistik Pendidikan Tinggi Tahun 2018",  Pangkalan Data Pendidikan Tinggi Jakarta.
  • Lalu Rahadian, 16 Maret 2019; Skill Tak Sesuai, Suplai Tenaga Kerja Tak Terserap, ekonomi.bisnis.com
  • Sri Moertiningsih Adioetomo 2018; "Analisis Tahapan Transisi Demografi Tingkat Kabupaten Kota Dan Arah Kebijakannya", BKKBN Jakarta.
  • Sudibyo Alimoeso 2019, Bonus Demografi Dalam Program KKBPK, BKKBN Jakarta.
  • Tri Budhi Sastrio, 2015; Fatamorgana 'Link and Match' kompasiana.com, 24 Juni 2015.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun