Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kasih Sayang yang Tak Pernah Lupa: Kisah Saya Menemani Ibu di Hari-Hari Terakhirnya

18 September 2025   18:09 Diperbarui: 18 September 2025   18:09 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempatku pulang, tempat Ibu selalu menunggu, hingga akhirnya pergi untuk selamanya. (Sumber: Dokumen Pribadi)

Namun di tengah semua itu, ada satu hal yang tetap tak pernah beliau lupakan: kasih sayang kepada anak-anaknya. Setiap kali saya hendak kembali ke Bekasi, tatapan matanya penuh cinta, memastikan bahwa saya membawa pulang secuil keberadaan dirinya dalam hati saya.

Kata-Kata Terakhir yang Membekas

Menjelang akhir hayatnya, di usia 74 tahun, kondisi Ibu semakin rapuh. Tubuhnya sering tampak lelah, napasnya pendek, tetapi tatapan penuh kasih itu tidak pernah berubah. 

Saat itu, saya semakin sering pulang, tak peduli jarak dan waktu yang harus ditempuh. Saya hanya ingin berada di dekat beliau, meski sekadar duduk bersama tanpa banyak kata.

Suatu hari, sebelum saya kembali ke Bekasi, Ibu berkata dengan suara lirih namun jelas:

"Nak, jangan sering-sering pulang ke sini. Emak takut kamu kenapa-napa di jalan. Biarlah Emak di sini, dirawat oleh kakak dan adikmu."

Saya terdiam. Kata-kata itu terasa aneh, seperti sebuah pesan yang lebih dalam dari sekadar kekhawatiran seorang ibu. Saya tak pernah menyangka, itulah kata-kata terakhir yang akan saya dengar langsung dari mulut beliau.

Beberapa hari kemudian, kabar yang saya takutkan akhirnya datang. Adik memberi kabar bahwa Ibu sudah tak bisa diajak berkomunikasi. 

Saya segera pulang dengan hati yang berkecamuk, berharap masih sempat melihat beliau. Namun sesampainya di rumah, saya mendapati kenyataan yang tak pernah saya siap hadapi: tubuh Ibu sudah dimandikan dan dibalut kain kafan, siap untuk dimakamkan.

Keheningan setelah hujan, seperti sunyi setelah kepergian Ibu.(Sumber: Dokumen Pribadi)
Keheningan setelah hujan, seperti sunyi setelah kepergian Ibu.(Sumber: Dokumen Pribadi)

Rasanya dunia seperti berhenti berputar. Di ruangan tengah saya tertunduk kaku, memandangi kain penutup jenazah. Tak ada lagi cerita yang terucap, hanya keheningan yang mengantarkan saya pada jutaan kenangan yang berputar di kepala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun