Pendahuluan
Banyak tulisan tentang gangguan kecemasan lahir dari tangan para ahli: psikiater, psikolog, maupun tenaga kesehatan profesional.Â
Mereka menuliskannya dengan pendekatan ilmiah, berdasarkan studi, diagnosis, dan terapi yang telah teruji. Semua itu penting dan sangat membantu.
Saya menuliskan ini dari sudut pandang seorang penyintas. Bukan untuk memberi diagnosis, tapi untuk berbagi rasa. Bukan untuk menggurui, tapi untuk menemani.
Tidak Semua Luka Berdarah
Tak semua sakit tampak kasat mata. Ada luka yang tak berdarah, namun perihnya mampu memenjara pikiran dan melemahkan semangat.Â
Banyak orang pernah terjebak dalam fase itu: terbenam dalam gelombang kecemasan yang tak kunjung reda, seperti berjalan di tengah kabut tanpa arah, sendirian, seolah tenggelam di palung laut terdalam.
Saat Hidup Terasa Berat Tanpa Alasan yang Jelas
Pagi terasa seperti senja, malam seperti perang batin. Nafas berat, dada sesak, dan detak jantung tak menentu, meski tubuh tampak diam. Di luar, seseorang tampak tenang, namun di dalam pikirannya riuh tak terkendali.Â
Kecemasan menyerang bukan karena ada masalah besar, tetapi karena segalanya terasa hampa, seperti langit yang mendung meski tak turun hujan.