Mohon tunggu...
Agus BudiPrasetya
Agus BudiPrasetya Mohon Tunggu... Lainnya - Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA)

Membangun sebuah bangsa adalah membangun sebuah peradapan dan, membangun generasi yang bijak dan jujur. Bersama pancasila memajukan bangsa.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penguatan Wawasan Kebangsaan di Era Globalisasi bagi Generasi Milenial dalam Moderasi Islam

22 Juni 2021   00:13 Diperbarui: 22 Juni 2021   00:25 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh Ira Alia Maerani, Agus Budi Prasetya, Dosen FH Unissula, Mahasiswa PBSI, FKIP Unissula

Apa itu penguatan wawasan kebangsaan?

       Secara etimologis istilah penguatan berasal dari kata "kuat" yang berarti mampu, dalam KBBI dijelaskan bahwa penguatan adalah proses, cara, atau perbuatan menguatkan. Sedangkan wawasan berarti tinjauan, pandangan atau konsepsi cara pandang, adapun kebangsaan berasal dari kata "bangsa" yang berarti kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri.

Sedangkan menurut terminologi, pengertian wawasan kebangsaan berdasarkan ketetapan MPR tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN, wawasan kebangsaan merupakan wawasan nasional yang bersumber pada pancasila dan berdasarkan UUD 1945 adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Model Penguatan Wawasan Kebangsaan dalam Moderasi Islam 

      Setelah memasuki era reformasi atau globalisasi, kehidupan bangsa indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam bingkai paham nasionalisme terasa semakin kehilangan arahnya, dalam hubungannya dengan upaya mencapai cita-cita nasional, yaitu melindungi, mensejahterakan, mencerdaskan dan ikut menertibkan dunia seperti diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Ironisnya kondisi yang dirasakan yaitu "kehilangan arah tersebut". Politik identitas sebagai jawaban terhadap globalisasi dengan kemajuan teknologi, terutama teknologi informasi yang telah menghilangkan sekat identitas kelompok, baik berdasarkan ras, agama, etnis, budaya atau ciri primodialisme lainnya. Keinginan kelompok-kelompok tersebut untuk tetap eksis secara politik, ekonomi, maupun budaya pada gilirannya telah memunculkan politik identitas. Kemunculan politik identitas di Indonesia kenyataannya telah didominasi oleh warna agama. Perkembangan politik identitas ini sangat tidak sehat, rawan, berbahaya dan menjadi ancaman bagi pancasila, keutuhan bangsa dan kelangsungan bernegara. Bagaimana negara ini bisa tetap bisa bersatu jika selalu terjadi perselisihan dan perbedaan, padahal setiap warga negara wajib menjaga melindungi serta membela kesatuan dan keutuhan NKRI, bukan malah saling bersaing satu sama lain.

      Sebagaimana termasuk dalam konstitusi terkait kewajiban bela negara yakni Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 30 ayat (1) UUD NKRI Tahun 1945. Turunan daripada konstitusi tersebut, diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (UUD:2015). Undang-undang tersebut semakin menguatkan kewajiban bela negara bagi tiap waga negara, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) undang-undang a quo. Penjelasan pasal tersebut mendefinisikan bela negara sebagai sikap dan perilaku negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Selanjutnya, Pasal 9 ayat (2) undang-undang a quo mengatur bahwa keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui: Pendidikan kewarganegaraan; Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib; Pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib; dan Pengabdian atau secara profesi.

      Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa bela negara merupakan hak sekaligus kewajiban bagi setiap warga negara, tak terkecuali warga negara Indonesia, karena ini merupakan hal yang sangat penting agar dapat terciptanya kehidupan bermasyarakat yang tertib, aman, damai, serta untuk menjaga dan memelihara kedaulatan NKRI.

   Di antara nilai-nilai bela negara yang pertama adalah cinta tanah air; dalam hal ini tidak cukup hanya dengan mencintai akan tetapi rakyat atau bangsa Indonesia harus menjaga tanah, pekarangan, maupun seluruh wilayah Indonesia, selain itu sebagai bangsa Indonesia kita harus memiliki rasa bangga sebagai bangsa Indonesia, salah satunya dengan cara belajar dan berusaha berkorban demi negara Indonesia serta mengaplikasan wawasan kebangsaan dan moderasi Islam, lain dari pada itu sebagai generasi millenial mencintai tanah air bisa dengan memberikan kontribusi kepada NKRI,  

Pertama, dengan capaian prestasi-prestasi yang luar biasa.

Kedua, kesadaran berbangsa dan bernegara, dalam hal ini sebagai bangsa Indonesia kita harus berpartisipasi aktif dalam berbagai organisasi-organisasi yang positif serta aktif dalam menjaga kedaulatan bangsa dan negara. tanpa memiliki rasa kesadaran yang cukup tinggi, para generasi millenial tidak akan memiliki kemauan untuk membela dan mempertahankan NKRI.

Ketiga, yakin pada pancasila sebagai ideologi negara, hal ini bisa diaplikasikan dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai pancasila serta menjadikan pancasila sebagai alat pemersatu bangsa, bukan malah menjadikan pancasila sebagai alat untuk saling bermusuhan antar sesama bangsa Indonesia.

Keempat, rela berkorban demi bangsa dan negara, hal ini bisa dibuktikan dengan lebih mementingkan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi, serta mencurahkan segala perhatian, pikiran untuk kepentingan negara Indonesia tanpa mengharapkan imbalan apapun, murni untuk mengabdi kepada NKRI termasuk rela mengorbankan waktu, jiwa, dan raganya demi kepentingan bangsa dan negara tercinta.

Kelima, memiliki kemampuan awal bela negara baik fisik maupun psikis, dalam hal ini generasi muda dan seluruh bangsa Indonesia harus memiliki kecerdasan emosional, spiritual dan intelegensia, agar bisa mengontrol segala jiwa dan raganya agar memiliki kemampuan yang cukup untuk berjuang dan menjaga NKRI, dan juga selalu bersyukur dan berolah raga, agar memiliki jiwa dan raga yang kuat.

       Sesuai dengan nilai-nilai bela negara di atas, para generasi muda khususnya harus berjuang dan berkorban demi kepentingan bangsa dan negara, oleh karena itu mereka para generasi millenial harus dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan yang cukup agar mampu memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai bela negara dalam kondisi apapun dan kapanpun. Karerna generasi millenial adalah generasi yang serba instan, semua bisa didapatkan dengan sangat mudah dan ekspres. Keseharian mereka selalu dimonopoli oleh media sosial dan juga smart phone. Oleh karena itu harus selalu mengingatkan kepada mereka untuk tetap sadar bahwa mereka berbangsa Indonesia sehingga budaya apa saja dari luar yang sudah berkembang, harapannya bisa kita imbangi dengan mengingatkan kecintaan mereka terhadap bangsa dan tanah air indonesia, baik dari aspek ideologi, politik, sosial, ekonomi, maupun pertahanan dan keamanan.

        Harapannya diadakan pembekalan khusus untuk generasi millenial yang sudah terdegradasi oleh pengaruh media sosial ini sehingga mata dan telinga mereka terlupakan oleh aktivitas yang jauh dari nilai kebangsaan. Kunjungan-kunjungan ke museum dan pelatihan yang berkaitan dengan ketentaraan wajib ditingkatkan agar mereka bisa memahami lebih jauh terkait makna konsep wawasan kebangsaan yang sesungguhnya.

      Setidaknya ada empat persoalan mendasar mengapa bela negara ini perlu diintegrasikan di setiap perguruan tinggi, bahkan perguruan tinggi perlu menjadikan bela negara sebagai perhatian yang cukup serius.

Pertama adalah kita tidak bisa membantah dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia Denny Januar Ali (LSI Denny JA) tentang menurunnya jumlah orang-orang yang pro terhadap pancasila dan naiknya orang-orang yang pro terhadap NKRI bersyariah (Sakina Rakhma, 2018). Menurut hasil riset LSI Denny JA, ada penurunan kurang lebih sekitar 10% dalam kurun waktu 15 tahun. Yang semula Pada tahun 2005 berjumlah 85,2% dan di tahun 2018 berjumlah 75.3 % sedangkan NKRI bersyariah naik sekitar 9%.

Kedua adalah nilai etis yang kian menurun. Kita juga tidak bisa membantah di era media sosial hoaks semakin meninggi dan manusia terbiasa saling menghujat satu sama lain, tawuran antar remaja bahkan narkoba semakin merajalela (Herdina Indrijatai, 2014).

ketiga adalah maraknya radikalisme dan disintegrasi. Kita juga tidak bisa membantah bahwa keterlibatan anak-anak muda mulai dari level SMA sampai perguruan tinggi banyak terlibat pada paham dan gerakan radikalisme.

Dan yang keempat adalah soal kompetensi bangsa, kita dituntut untuk meningkatkan kompetensi bangsa, kompetensi rakyat Indonesia agar bisa bersaing dengan negara-negara lain, namun faktanya, menurut hasil riset anak-anak muda Indonesia baru siap menghadapi keterampilan abad 21 pada abad 31 (Amanda Beatty, 2016). Ini artinya Indonesia tertinggal 100 tahun dibandingkan negara-negara lain.

        Oleh karena itu kita tidak bisa membantah temuan-temuan tersebut, hanya kita perlu sadari yang terpenting adalah bagaimana kita melakukan itu semuanya, melakukan langkah-langkah kecil untuk memperbaiki keempat persoalan-persoalan bangsa ini. kemudian bagaimana bela negara ini dapat diintegrasikan diperguruan tinggi, apa saja model-model penguatan wawasan kebangsaan dan moderasi Islam di masa depan yang bisa diimplementasikan di semua perguruan tinggi di Indonesia.

Pertama adalah mandiri otonomi dalam pengertian bahwa program ini berdiri sendiri terpisah dari program-program lain, ia memiliki program yang terstruktur dan sistematis. Tidak terintegrasi ke dalam kurikulum yang ada dan tidak juga tercover ke dalam program-program kemahasiswaan ataupun program-program akademik dan non akademik di perguruan tinggi. Tetapi murni menjadi sebuah kajian yang terstruktur, sistematis akan tetapi terpisah dari ekosistem Perguruan Tinggi Pada umumnya.

Kedua adalah embedded-partial artinya ini mengandaikan adanya penguatan Mata kuliah umum terutama Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU), dengan memasukkan nilai-nilai bela negara, seperti pancasila, kewarganegaraan, bahasa Indonesia, olahraga, dan pendidikan agama. Kemudian bagaimana nilai-nilai bela negara itu dimasukkan ke mata kuliah tersebut, selain pada mata kuliah wajib nilai-nilai bela negara juga bisa dimasukkan ke dalam kegiatan kemahasiswaan tetapi ini masih belum terintegrasi ke dalam seluruh mata kuliah. Hanya sebatas mata kuliah wajib universitas saja. Karena ketika kita mengintegrasikan secara keseluruhan ekosistem pendidikan dalam Perguruan tinggi maka itu masuk ke dalam level ketiga.

Ketiga, yaitu integrasi. Dalam model ini bela negara bukan hanya menjadi kewenangan dari MKDU tetapi keseluruhan mata pelajaran yang ada mulai menyusun dari kurikulum, Student Learning Outcomes, Program Learning Outcames, kemudian disusun bagaimana aspek-aspek bela negara masuk ke dalam kurikulum, non kurikulum, kemahasiswaan dan pengajaran. Tetapi ketiga model ini tetap mengandalkan adanya pusat studi bela negara yang memang spesifik fokus untuk berbicara, meneliti dan melaksanakan program bela negara. Sehingga program ini bisa berjalan dengan baik.

        Selain itu, pendidikan agama Islam juga mengadakan kegiatan-kegiatan praktikum yang berkaitan dengan moderasi Islam. Definisi moderasi Islam atau dalam bahasa Arab disebut wasaiyyah, sebagaimana yang diungkapkan yusuf al Qardhawi dalam bukunya terkait wasaiyyah yaitu upaya menjaga keseimbangan antara dua sisi yang berlawanan agar jangan sampai salah satu mendominasi dan menegasikan yang lain (Yusuf Al-Qardawi:1983). Dari penjelasan di atas bisa kita simpulkan tujuan mempelajari moderasi Islam adalah agar mahasiswa mampu memahami Islam secara kaffah. Sehingga para mahasiswa mampu memahami dengan betul makna Islam yang sesungguhnya, Islam yang tidak menyukai perpecahan bahkan Islam adalah agama yang sangat cinta pada perdamaian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun