Ada berita mengejutkan bagi saya pribadi dari hasil 'jarahan' para demonstran yang menyambangi rumah Ahmad Sahroni, wakil ketua komisi III DPR RI yang menangani Hukum dan HAM.
Ternyata Ahmad Sahroni adalah orang batak, ini terungkap dari ijazah SMP yang dijumpai para demonstran yang menyambangi rumah dan memeriksa dokumen-dokumen pribadinya. Ini sungguh mengagetkan saya, karena selama ini saya tidak tau dan tidak mau tau juga dengan keberadaan anggota dewan yang berbagun dengan partai Nasdem itu.
Saya terkejut aja, selain angka-angka di ijazahnya yang memang tidak spesial karena angka-angka di ijazah yang beredar luas di media sosial itu menunjukkan angka 6 dan Cuma beberapa mata pelajaran yang menunjukkan angka 7.
Nothing special, gumam saya dalam hati.
Dan minggu malam kemarin, saya terkejut setelah seorang influencer memvideokan dirinya yang bercerita, betapa terkejutnya dia karena ijazah halaman depan ditampilkan oleh seorang driver ojol yang menggenggam ijazah SMP Ahmad Sahroni tanpa menunjukkan wajahnya.
Dalam video itu, dia juga sangat terkejut begitu membaca nama lengkap pemilik ijazah, bernama lengkap Ahmad Sahroni Silalani.
"Hah", gumam saya dalam hati, sama terkejutnya dengan wanita di video yang sedang live itu. Dia berkata, "Ternyata bermarga Silalahi woi, dia itu Silalahi dari mana? Ketua Punguan -- Perkumpulan -- Silalahi mana dia woi?", begitulah pertanyaan si wanita yang terkejut dengan fakta Ahmad Sahroni yang ternyata bermarga atau biasa disebut Orang Batak.
Ya, setelah saya telusuri, Ahmad Sahroni adalah seorang anak yang sederhana, namun kini bertransformasi menjadi 'Crazi Rich Tanjung Priok' dengan banyaknya usaha maupun property yang dia miliki.
Pertanyaan dibenak saya, darimana semua sumber kekayaan Ahmad Sahroni?
Mengapa Orang Batak Banyak Tidak Menyertakan Marga?
Lantas pertanyaan kedua, kenapa era sekarang ini banyak orang batak tidak mau lagi membuat label marga dibelakang nama aslinya?
Padahal, pemberian marga itu adalah warisan leluhur yang perlu dijaga dan dilestarikan, sehingga garis keturunan itu tidak hilang.
Pengakuan ini pernah dilontarkan langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Dedy Mulyadi dalam sebuah acara perkumpulan sebuah marga di Jawa Barat. Beliau berkata bahwa nenek moyang orang batak sudah berpikir ke depan dengan membuat marga-marga, sehingga ketika ada perkawinan antar daerah, darah genetika itu tetap melekat hingga ke keturunannya ke depannya.
Namun, beberapa tahun terakhir ini banyak masyarakat batak yang tidak lagi menyertakan marga di belakang nama aslinya. Kenapa?
Nah, dari beberapa hasil penelitian yang saya dapatkan, ternyata jawabannya bermacam-macam, sesuai dengan alasan orangtuanya yang tidak membubuhkan marga, baik itu di akte lahir maupun di ijazah mereka.
Alasan pertama, orangtua merasa tidak perlu lagi untuk mencantumkan gelar marga mereka, karena alasan banyak orang Batak yang hidup di perantauan, sehingga merasa bahwa penggunaan marga bisa menimbulkan kesulitan dalam bergaul atau terkadang menimbulkan stigma sosial di lingkungan yang bukan berasal dari batak.
Mereka memilih tidak mencantumkan marga agar lebih mudah diterima dan berbaur dengan masyarakat sekitar tanpa prasangka berdasarkan asal-usul marga mereka. Terkadang ketika mereka juga bertemu dengan sesama batak di perantauan, mereka tidak tau lagi silsilah atau tutur marga mereka dari nenek moyang hingga mereka adalah keturunan ke berapa saat ini. Ketakutan akan ditanya tentang silsilah atau tarombo inilah maka banyak orang batak tidak menyertakan marga mereka.
Belum lagi fakta lingkungan sosial, dimana mereka mungkin hidup di lingkungan yang mayoritas suku tidak bermarga, sehingga lebih memudahkan komunikasi dan pergaulan hidup.
Rasa malu dan ketidakpahaman akan adat istiadat budaya batak, sehingga banyak orang batak tidak membuat marganya lagi di belakang nama. Pun karena sudah hidup di zaman modern dan dalam konteks sosial yang semakin heterogen, ada kecenderungan untuk lebih fleksibel dalam penggunaan nama. Ada yang menganggap penggunaan marga sebagai sesuatu yang bisa dihindari jika itu mempersulit atau membawa prasangka tertentu di kalangan masyarakat.
Mungkin itu juga yang dialami olet Ahmad Sahroni, sehingga tidak menambahkan marga di belakang nama lengkapnya.
Yah begitulah perubahan zaman...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI