Di tengah semua itu, ada satu hal yang tak boleh hilang: semangat.
"Tetap semangat ya. Jangan lelah berharap dan berdoa."
Kalimat itu, yang dulu sering kudengar, kini menjadi mantra dalam jiwaku. Semangat bukan berarti tidak pernah merasa lelah. Semangat adalah kesediaan untuk terus berjalan, meskipun kaki terasa berat. Semangat adalah keyakinan bahwa setiap kesulitan pasti akan berakhir. Semangat adalah api kecil yang terus menyala, bahkan di tengah badai.
Dan yang paling penting, jangan lelah berharap dan berdoa. Doa adalah senjata seorang mukmin. Harapan adalah pelita dalam kegelapan. Kepada siapa lagi kita berharap jika bukan kepada Dzat yang Maha Mendengar, Maha Mengabulkan?
Di balik awan kelabu, matahari masih bersinar. Di balik daun-daun yang gugur, akar-akar masih menyimpan kehidupan. Di balik setiap luka, ada kebijaksanaan yang menunggu untuk ditemukan.
Aku berdiri, membiarkan angin sejuk menyentuh wajahku. Aku tersenyum. Bukan senyum karena bahagia, tetapi senyum karena pasrah dan ikhlas. Aku pasrahkan segala yang terjadi pada-Nya. Aku ikhlaskan setiap luka dan setiap kegagalan.
Hidup bukanlah tentang menghindari kesulitan, melainkan tentang menghadapi kesulitan dengan iman. Musim gugur di hatiku telah mengajarkanku hal itu. Dan aku tahu, setelah musim gugur ini, akan datang musim semi. Musim semi yang akan menumbuhkan kembali bunga-bunga kejujuran, pohon-pohon kesuksesan, dan taman-taman cinta yang sejati, semuanya bersemi di atas pondasi yang kokoh, di atas jalan yang lurus, di jalan-Nya.
Semoga Allah selalu membimbing langkah kita, ya. Dan semoga kita tak pernah lelah untuk terus berjuang. Aamiin.
Langit-langit di atas kita selalu sama, meski warnanya berubah dari biru cerah menjadi kelabu pekat, dari jingga senja menjadi hitam pekat malam. Seperti hati manusia, langit punya siklusnya sendiri, dan di bawahnya, kita semua berlayar dalam kapal kehidupan. Namun, seringkali, kita lupa bahwa nahkoda sejati dari perjalanan ini bukanlah kita, melainkan Dia yang Maha Menentukan arah. Kita terlalu sibuk mengayuh, hingga lupa menengadah dan merasakan betapa dekatnya Dia, sedekat urat nadi di leher kita.
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya sendiri." (QS. Qaf: 16)
Ayat itu, sejatinya, adalah sebuah pelukan yang tak terlihat. Ia mengingatkan kita bahwa setiap bisikan lara, setiap rintihan yang tak terucap, setiap doa yang terangkai dalam hening malam, tidak pernah luput dari pendengaran-Nya. Di saat dunia terasa begitu luas dan kita merasa begitu kecil dan sendirian, ketahuilah bahwa Dia tidak pernah jauh. Dia mendengar tangis yang tumpah di atas sajadah, merasakan beratnya beban yang kita pikul, dan menyaksikan setiap tetesan keringat yang mengalir dari perjuangan kita.