Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Teori Evolusi Darwin, UMKM dan JNE

24 Desember 2021   09:55 Diperbarui: 24 Desember 2021   10:02 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelaku UMKM membutuhkan kolaborasi dari berbagai sektor, untuk menumbuhkembangkan usaha (gambar: kompas.com)

Sekarang barang dipajang di pasar online (marketplace), tanpa perlu berkunjung. Pembeli bisa memilih barang dengan kepuasan yang sama, sebagaimana memilih secara offline. Pembayarannya pun bisa fleksibel. Bisa cash, bisa juga lewat transaksi elektronik. Jika penjual berbuat curang maka tidak akan lama usahanya.

Transformasi Bertahan Hidup

Pandemi Covid-19 telah mengoyak banyak pelaku usaha, berimbas besar pada ekonomi rumah tangga. Saya dan keluarga juga mengalami kondisi sulit saat pandemi mendera. Usaha yang saya geluti di dunia pendidikan--bimbingan belajar--tertekan dan limbung. Sekolah tatap muka dihentikan, pergerakan orang dibatasi, perputaran uang seolah berhenti. Belajar daring jadi solusi.

Keunggulan kami di offline kurang menarik lagi--sepi peminat karena berbenturan dengan kebijakan PPKM. Akibatnya jumlah siswa tergerus, keuangan perusahaan minus, pemotongan gaji karyawan dan pemutusan hubungan kerja terjadi: tidak terkecuali diri ini.

Mau tidak mau, suka tidak suka semua harus diterima. Usaha saya mengais rupiah harus berhadapan dengan pengadilan yang bernama perubahan. Seolah saya dipukul KO protein aktif dan primitif, yang bernama Covid-19. Saya sebagai pelaku jasa bimbingan belajar, sebagaimana jerapah, atau burung finch dalam bukunya Darwin:  beradaptasi atau punah. Seleksi alam sedang terjadi, berwujud pandemi yang memicu resesi ekonomi.

Pandemi dan dampaknya seolah tidak terprediksi. Begitu saja muncul mengobrak-abrik tatanan yang sudah ada: Memfosilkan banyak usaha yang semula digdaya dalam sekejab membatu, seolah tak pernah ada.

Sebagai kepala rumah tangga, saya punya istri dan anak. Ada rasa tanggung jawab besar untuk tetap bertahan. Menjaga dapur tetap berasap, piring tetap berdenting serta kopi tetap tersaji. Sungguh ini tantangan.

Hingga pada pertengahan 2020 saya berdiskusi secara mendalam dengan Istri. "Ma, apa yang harus kita lakukan untuk bertahan?" Tak beberapa lama istri menjawab"Kita berdagang Pa, apa pun yang bisa dijual" Akhirnya kami memutuskan mencari tambahan dengan berjualan.

Singkat cerita istri menjadi reseller produk kecantikan, obat-obatan pertanian, pakaian dan berbagai jenis barang yang laku dijual. Apa pun asal legal tidak melanggar aturan pemerintah. Sedangkan diriku memfokuskan pada keahlian, melanjutkan mengajar di rumah dengan membuka kelas SD-SMP. Serta tetap berusaha menghidupkan perusahaan Bimbingan Belajar dengan berbagai inovasi untuk menggeliatkan perolehan siswa.

Setiap hari istri membuat postingan barang dagangan di media sosial. Dalam seminggu berjalan hasilnya belum memuaskan. Apa yang kami bayangkan tidak sesuai kenyataan. Namun, lama-kelamaan apa yang kami lakukan mendapat respon. Setidaknya ada yang menanyakan harga. 

Dan dua bulan dari kami menjadi reseller ada pesanan barang dari tanah Papua. Minta kiriman barang produk kecantikan dan obat pertanian. Jumlah lumayan besar untuk ukuran usaha rintisan kami yang hanya bermodal "uang banting celengan tanah liat". Yang pesan adalah saudara sendiri yang mukim di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun