Mohon tunggu...
AGUS SJAFARI
AGUS SJAFARI Mohon Tunggu... DOSEN FISIP UNTIRTA, KOLOMNIS, PEMERHATI MASALAH SOSIAL DAN PEMERINTAHAN

Mengajar, menulis, olah raga, dan seni khususnya main guitar dan nyanyi merupakan hoby saya.. topik tentang sosial, politik, dan pemerintahan merupakan favorit saya..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Sukatani" dan Pola Baru Kritik Sosial

13 Maret 2025   14:59 Diperbarui: 13 Maret 2025   15:40 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"SUKATANI" DAN POLA BARU KRITIK SOSIAL

Oleh: Agus Sjafari*

Dalam beberapa minggu terakhir publik Indonesia dihebohkan oleh kehadiran Band Indie Indonesia dengan nama yang sangat unik yaitu Sukatani. Dengan lagu "bayar, bayar, bayar", band ini menjadi sangat viral dikarenakan lagu tersebut membuat "kuping panas" salah satu instansi pemerintah yaitu Kepolisian Republik Indonesia karena dalam lagu tersebut menggambarkan kritik yang sangat keras dan lugas terhadap perilaku oknum polisi dalam menjalankan tugasnya.

Band Sukatani termasuk dalam kategori komunitas band Indie Indonesia, yang memproduksi musik independen dan tidak terikat dengan label mayor. Band Sukatani dikenal sebagai band yang memiliki visi dan misi yang kuat dalam memperjuangkan beberapa isu sosial dan lingkungan. Di beberapa lagu lainnya, Band Sukatani juga menyuarakan ketidakpuasannya terhadap masalah sosial dan lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat kita selama ini.

Adanya permohonan maaf dari dua personel Band Sukatani kepada pihak kepolisian dan men-takedown videonya di saluran youtube dan beberapa saluran lainnya justru tidak membuat videonya menghilang justru menjadi pemicu viralnya Band Sukatani, bahkan publik semakin mencari, men-download, bahkan banyak pihak yang membuat cover lagunya dengan berbagai variasinya sehingga menjadikan Band Sukatani dan lagu "bayar, bayar, bayar" tersebut melambung dan sangat viral seantero Indonesia.

Pemberitaan terkait pemberhentian vokalis Band Sukatani Novi Citra Indriyati dari posisinya sebagai guru di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SD IT) Mutiara Hati Banjarnegara merupakan "sisi gelap" yang menyelimuti eksistensi Band Sukatani yang juga menjadi pemicu keingintahuan publik terhadap Band Sukatani dan lagunya tersebut. Karena di samping lagunya yang sarat dengan kritik sosial, publik juga memasukkan Hasrat keingintahuan yang sangat tinggi dibarengi dengan adanya "keberpihakan" terhadap "musibah" yang menimpa Band Sukatani tersebut. Keberpihakan dalam konteks ini menunjukkan bahwa publik merasa bahwa Band Sukatani diposisikan sebagai pihak yang dizalimi oleh pihak -- pihak tertentu, dalam hal ini pihak kepolisian dan sekolah tempat vikalisnya bekerja.

Kritik Sosial atau Ujaran Kebencian?

Secara substantial keberadaan Band Sukatani tak ubahnya seperti sosok penyanyi legendaris Indonesia -- Iwan Fals yang lagu -- lagunya juga sarat dengan kritik sosial yang tajam terhadap rezim orde baru dengan tema -- tema ketidakadilan, kesenjangan sosial, lingkungan dan  tema -- tema lainnya.

Menurut Habermas (1984), kritik sosial adalah proses komunikasi dan diskusi yang bertujuan untuk mengungkapkan dan memahami struktur kekuasaan dan ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Mengacu pada konsep tersebut, Band Sukatani pada dasarnya mengungkapkan kritik sosial dalam bentuk karya lagu sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap oknum kepolisian.

Bagi kalangan seniman, mereka pada dasarnya menangkap berbagai fenomena sosial apakah melalui pengalaman pribadinya, melalui  pengalaman orang lain, ataupun melalui media yang kemudian diekspresikan dalam bentuk lagu oleh para pemusik, puisi atau sajak oleh para penyair, lukisan oleh para pelukis, film oleh para sutradara dan bentuk -- bentuk lainnya. Artinya muatan yang ada dalam kritik sosial pada dasarnya merupakan realitas sosial yang selama ini terjadi.

Kritik sosial secara substantial pada dasarnya berbeda dengan ujian kebencian. Council of Europe (2014) mendefinisikan  ujaran kebencian yaitu "pernyataan yang dapat memicu kebencian, diskriminasi, atau kekerasan terhadap individu atau kelompok berdasarkan ras, agama, etnis, jenis kelamin, orientasi seksual, atau identitas lainnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun