Mohon tunggu...
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menulis adalah jalan mengenal sesama dan semesta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yuk, Kuliah di "Universitas Kehidupan" Anda Pasti Lulus Cum Laude!

11 Januari 2021   15:27 Diperbarui: 11 Januari 2021   15:35 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumentasi Bapak Tjiptadinata Effendi.

Kau dan aku sahabat untuk selamanya

Setia...


........

Sebait lagu di atas pernah dinyanyikan band "Padi" dan populer menjadi salah satu soundtrack film kartun fenomenal "Upin dan Ipin" yang disukai orang banyak. Bahkan bayi kami yang baru berusia 6 bulan yang kami berinama "Adeodatus Putra Indonesia" juga sangat menggemarinya.

Saya memilih mengutip lagu tersebut, yang meskipun syairnya diperuntukkan bagi anak-anak, namun isi syairnya sangat mendalam dan dapat mengajarkan kepada kita makna "persahabatan sejati". Dan saya pribadi menyakini, bahwa jalinan relasi yang terjadi di antara Bapak Tjiptadinata, Ibu Roselina Tjiptadinata dan para Kompasianer adalah jalinan persahabatan sejati.

Dari banyak tulisan yang mengulas Bapak dan Ibu Tjiptadinata, saya bisa menyimpulkan bahwa ada begitu banyak Kompasianer yang mengasihi dan mencintai pasangan berbahagia ini. Barangkali angka 150 Kompasianer tidak cukup mewakili jumlah sahabat Kompasianer yang selama ini bersahabat dengan pasangan yang rendah hati ini.

Dengan setulus hati saya ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Bapak dan Ibu Tjiptadinata, yang dengan penuh dedikasi berkenan meluangkan waktunya untuk berbagi kisah dan cerita. Dari sekian banyak kisah dan cerita yang dibagikan, hampir sebagian besar adalah pengalaman hidup yang dipaparkan dengan begitu "hidup" oleh keduanya. Seolah-olah saya tengah berada dalam situasi dan kondisi yang sedang dikisahkan oleh Bapak dan Ibu Tjiptadinata.

Dalam salah satu tulisan terbaru Bapak Tjiptadinata yang berjudul "Rayakan Ultah Pernikahan ke 56", di salah satu paragrafnya tertulis kisah demikian, "Mengingat betapa dulu kami berdua harus hidup merangkak dalam kemiskinan dan putra kami Irmansyah Effendi berulang tahun, hanya ditemani dengan kue yang terbuat dari gabus dan sepotong lilin bekas,untuk "Merayakan ultah ke 4-nya."

Saat membaca kalimat-kalimat tersebut, saya pribadi merasa terharu dan rasanya kedua mata ini hendak berkaca-kaca. Saya bisa membayangkan bagaimana perasaan Bapak dan Ibu Tjiptadinata saat itu, saat dimana peristiwa itu terjadi. Saya pun bisa mengalami bagaimana perasaan Irmansyah kecil yang usianya baru 4 tahun itu. Seperti anak-anak kecil seusianya, tentu perayaan ulang tahun dengan sajian kue ulang tahun menjadi momen impian yang istimewa!

Bagi saya, gaya bertutur Bapak dan Ibu Tjiptadinata yang konsisten dan selalu disampaikan dengan bahasa sederhana itu telah berhasil menghipnotis banyak pembaca dan penggemarnya untuk merasuk dan mengalami setiap peristiwa yang dituturkan. Dari potongan-potongan kisah tersebut, kita bisa belajar dan memperkaya diri dengan pemahaman yang bijaksana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun